Ketika Tuhan memanggilmu ke Pangkuan Nya datang dan dekaplah dalam hati nuranimu

Kamis, 20 Januari 2011

HaRi terbaik

Rabu, 27 Agustus 2003
Mengisi Hari

Krisdayanti makin terkenal ketika melantunkan Menghitung Hari. Sebuah lagu yang bercerita tentang seseorang yang sedang patah hati. Perasaannya hancur dan kemudian irama hidupnya menjadi kacau balau. Yang dapat dilakukannya hanya menghitung hari demi harinya untuk mengusir pergi perasaan tidak nyaman itu.

Begitulah hari-hari yang kita jalani. Tidak selamanya kita mendapat hari penuh kemujuran, seperti melewati mulusnya aspal jalan bebas hambatan. Ada saja kerikil pengganggu di sepekan perjalanan. Entah itu 'kerikil' yang muncul dari dalam diri sendiri maupun dari orang-orang di sekitar kita.

Ada istilah I don't like Monday. Aku benci hari Senin. Orang yang mengatakan ini karena memiliki alasan bahwa keharusan kembali bekerja adalah celaka. Kalau boleh memilih, lebih baik hidup di hari Sabtu dan Minggu saja. Mereka menganggap Senin sampai Jumat, terutama Senin, amat meletihkan lahir-batin.

Rasanya berat kalau mesti bertemu bos pada rapat Senin pagi. Terbayang di kepalanya tentang target yang belum tercapai, kewajiban kinerja yang harus terus diperbaiki, produktivitas yang menuntut ditingkatkan lagi, efisiensi pada segala hal, dan kredo-kredo lain di dunia kerja.

Belum lagi jika mengingat Selasa sampai Jumat yang pasti berupa hari-hari mewujudkan kesimpulan rapat Senin pagi. Sebab, memang demikian yang terjadi pada pekan-pekan maupun bulan-bulan lalu. Selalu rutin begitu.

Sementara itu, ketika Jumat telah menjelang petang, hati ini bungah sekali. Seperti isi botol yang keluar dan menyembur sumbat gabusnya dilepas. Bebas euy! Besok tidak ada lagi bos dan segala macam konsekuensi pekerjaan. Yang ada hanya kesempatan melakukan apa saja yang disenangi dan wajah gembira keluarga, lalu perlu berseru Thank God it's Friday. Syukur Jumat telah tiba.

Betul sulitkah mengisi hari-hari kerja? Sampai-sampai tema I don't Like Monday dibuat lagu, dan restoran Hard Rock menggelar acara I Like Monday (Aku suka Senin) setiap Senin petang sebagai ajakan melepaskan beban hari Senin. Dan, Thank God it's Friday menjadi nama jaringan restoran internasional lain.

Sebuah kata-kata bijak pada masyarakat kita menyebut ''Setiap hari adalah baik.'' Artinya, tergantung pada diri sendiri mau mengisi hari-hari dengan apa. Kalau kita menghendaki, waktu pagi sampai petang akan memberi kemenangan kepada kita. Yakni, dengan percaya diri, menjaga hubungan baik, cerdas secara emosi, menerapkan target, menjadikan bekerja adalah kemuliaan manusia, dan tidak lupa berdoa.

Sebaliknya, sebuah hari dapat menjadi penuh dengan suasana haru biru. Gampang saja bila Anda menginginkannya. Antara lain, dengan menganggap pekerjaan adalah beban, tidak mensyukuri segala yang telah dicapai, mengingat segala pengalaman tidak menyenangkan, dan berprasangka buruk terhadap setiap orang.

Hari-hari akan menjadi saat terbaik, baik, atau paling buruk dalam hidup seseorang, itu memang tergantung pada dirinya sendiri. Apakah dia mengisi dan memperlakukannya dengan hal-hal positif atau negatif. Bukan lantaran namanya Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, dan Minggu. Semuanya sama saja 24 jam lamanya.

Inti dari hal-hal positif itu adalah ikhtiar. Sehingga tidak sempat terlontar dari seseorang pendapat betapa dunia tidak adil. Karena, hal yang dialami setiap hari tidak sama dengan orang lain. Ikhtiar adalah kata kunci untuk mengisi hari-hari dan nilai dari seseorang.

Sebentar lagi, persisnya 6 September nanti, Duta Bangsa akan menggelar graduation (wisuda) bagi siswa yang telah menyelesaikan masa belajarnya. Tentu bukan karena menurut kami hari itu adalah hari terbaik bagi pengelola maupun para siswa. Bagi kami, setiap hari adalah baik. Namun, itulah hari terakhir program yang telah direncanakan sejak semula.

Sebelum saat wisuda mendatang, kami telah mengisi hari-hari kami dengan interaksi positif. Kami saling belajar dan saling menebalkan kecerdasan emosional maupun spiritual demi hari-hari kami selanjutnya. Itulah ikhtiar kami agar bernilai dan bermutu tinggi.

Kami serasa pendaki gunung yang menjejali tas punggung dengan bekal baru dan lebih segar. Kami akan terus mampu tegak untuk menapaki hari demi hari hingga ke puncak tertinggi dan kemudian menancapkan bendera yang membanggakan.
*) Anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional

Mien R. Uno, Lembaga Pendidikan DUTA BANGSA Empower Yourself *)
e-mail: etika@republika.co.id
faksimile: 021-7983623 ( )

0 comments:

Followers