Kini dengarlah pula kisah silam Jawadwipa nan terkandung dalam karya pujangga, prasasti dan ingatan bangsa.
Bait 01
Di Tenggara benua Asia, dalam kelompok kepulauan Nusantara Jawadwipa terletak anggun dan perkasa merekah gagah, pancarkan seni budaya pahlawan masa dan ksatria budi luhur Pantai Utaranya terima deburan ombak laut Jawa Selat Sunda memisahkannya dan bumi Swarnadwipa di sebelah Barat di sebelah Timur berbaris memanjang Kepulauan Nusa Tenggara dan ombak laut Selatan, Samudra Indonesia, ramaikan Jawadwipa Tegak menjulang barisan pegunungan di bagian tengah pulau Gunung-gunung Gede, Pangrango, Slamet, Merapi, Merbabu, Dieng, Bromo, Kelud dan Semeru menjangkau awan putih, sinarkan wahyu semangat Dari sana mata air alirkan sungai-sungai Citarum, Ciliwung, Bengawan Solo dan Kali Brantas. Hidupkan lembah-lembah hijau Jawadwipa. Di kala mentari pagi beranjangsana ke atas dunia Tampak air kali coklat berbuih mengalir tenang, suburkan petak-petak sawah kuning padi merunduk melambai tertiup angin hijau segar nampak hutan-hutannya. Tatkala gelap malam naungi bumi Jawadwipa sinar perak rembulan memancar di atasnya lalu terdengar seruan jangkrik mendesing bertingkahan dengan paduan suara katak nan riuh rendah Sungguh indah sang putri Nusantara, Jawadwipa Dan amatlah tua sejarahnya.
Bait 02
Ratusan ribu tahun yang silam manusia Jawa hidup di dataran rendah pulau ia dikenal dengan nama kera yang berdiri tegak atau Pithecantropus Erectus Mojokertoensis berkelompok mereka hidup, berkembang biak dan berburu bersaingan dengan binatang-binatang hutan Lalu ribuan tahun yang telah silam sebelum Kristus lahir, sebelum ada tarikh Saka dari tanah Utara, di sekitar Cina Selatan, Yunnan dan Tonkin nenek moyang bangsa Melayu tiba dengan ratusan perahu ke Nusantara sebagian tinggal menetap sebagian berlayar terus ke Philipina, Madagaskar Irian dan pulau-pulau Polynesia Desa-desa terbentuk dengan wilayahnya tempat masyarakat, yang bersifat kerakyatan, menetap Alat-alat senjata dari perunggu dan besi serta kepandaian tanah liat, menganyam dan menanam padi memulai kebudayaan di Jawadwipa.
Bait 03
Dalam abad pertama tarikh Masehi datanglah orang-orang Hindu dari India Bersama mereka, para pedagang, pendeta dan Pangeran agama Hindu dan Buddha tibalah Pangeran Aji Saka, yang mulia perkasa membawa aksara Sanskrit dan Pallawa yang di Jawadwipa lalu menjadi abjad-abjad:
Ha Na Ca Ra Ka
Da Ta Sa Sa La
Pa Da Ja Ya Nya
Ma Ga Ba Tha Nga
kala itulah sejarah agung dimulai pada permulaan tarikh Saka.
Bait 04
Di Jawadwipa, di masa yang telah silam memerintah raja-raja agung yang ternama, Pertama dari para raja, Sri Baginda Punawarman, Bijaksana, adil dan pelindung rakyatnya, Penegak utama kekuasaan Tarumanegara, Dan junjungan bagian pulau sebelah Barat, Dalam abad keempat tarikh Masehi, Ia membangun pengairan sawah dengan kanal-kanal panjang di daerah Krawang karena mulianya digelari titisan dewa Wisnu dalam prasasti kali Ciaruteun, Di bagian tengah Jawadwipa dalam tahun masehi 657tersebutlah nama kerajaan Kalingga dan ratunya, Sima, yang adil dan jujur Pada masa itu dibangun candi-candi Siwa di dataran tinggi Dieng terkenal pula waktu itu, nama Jnanabadhra guru besar agama Buddha yang tinggi ilmunya.
Bait 05
Tahun 732, Sanjaya memerintah Mataram, Di samping para raja wangsa Sailendra banyak didirikan candi suci sebagai baktipuja, Pawon, Mendut dan Kalasan berdiri dan atas niat raja Samarottungga, Borobudur telah berdiri, pada tahun 772 bagi keluhuran budi sang Buddha sekitar masa itulah, yaitu dalam tahun 700 kitab nyanyian Syandracarana dituliskan kemudian berpindahlah kuasa Sailendra wangsa ke Swarnadwipa, di kerajaan Sriwijaya.
Bait 06
Pada tahun 778 dibangunlah candi Siwa di Prambanan atas perintah raja Hindu, Daksa yang terselesaikan tahun 822, Mulai tahun 742 hingga tahun 754 Dyah Balitung yang perkasa, raja Mataram di Medang Kamulan persatukan bagian Timur dan Tengah Jawadwipa, Lalu pada tahun 847, baginda Mpu Sindok pindahkan pemerintahan ke Timur Jawadwipa di Watu Galuh, dekat Jombang, berdiri kratonnya, Pada masa pemerintahannya, Sri Sambhara Suryawarana menuliskan kitab Sang Hyang Kamahayanikan.
Bait 07
Pada akhir abad ke 10 tarikh Masehi, Dharmawangsa memerintah dari Watan di kaki gunung Penanggungan ialah itu yang perintahkan agar disusun kitab undang-undang Siwasasana bagi negerinya, Namun, pada tahun 928, dalam pesta kawin di kraton Watan, Dharmawangsa tewas karena serangan Wurawari, raja Lor Arang keraton dibakar, keluarga raja binasa oleh pedang disebut oleh para pujangga peristiwa itu akhir dunia (pralaya).
Bait 08
Airlangga, menantu Dharmawangsa yang ibundanya cucu Mpu Sindok dan ayahnya raja Bali selamat dari peristiwa sedih dimalam itu lalu disusunnya kekuatan, dipanggilnya nama Wisnu dan dibalasnya dendam pada Sang Wurawari, Pada tahun 1037 ia memerintah di Kahuripan di kaki gunung Penanggungan kemudian ia berpindah ke kraton di Daha Gelar Abiseka sang Prabu ialah: Sri Maharaja Rakai Halu Sri Lokeswara Dharmawangsa Erlangga Anantawikrama Uttunggadewa, Pada masa bahagia itulah ditulis karya sastra Arjuna Wiwaha dan Bhagawadgita, Sang Prabu wafat pada tahun 971 dan dua putranya yang bermusuhan memerintah di Jenggala dan Kediri dari hidup merekalah kisah-kisah Panji dituliskan.
Bait 09
Sekitar masa Airlangga, yaitu tahun 1030, Jawadwipa bagian sebelah Barat diperintah oleh raja Sri Jayabupati yang kratonnya terletak di Galuh Pakuan.
Bait 10
Pada tahun masehi 1135, dinobatkan di Kediri keturunan agung Airlangga dengan gelar Abiseka
Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya Sri Warmeswara Madhusudhanawatara Anindita Suhtrasingha Parakrama Uttunggadewa, Beliau raja yang keramat dan tajam pandangnya bagi masa-masa kemudian diucapkannya ramalan akan nasib Jawadwipa, akan nasib bangsanya dengan kalimat nan terselubung, arti tersembunyi Pada tahun 1157, sebelum sang Prabu wafat Mpu Sedah dan Mpu panuluh, menuliskan kita Bharatayudha.
Bait 11
Tahun 1107 saksikan penobatan raja di Kediri yang bergelar Abiseka Sri Maharaja Kamesware Triwikrama Awatara Aniwariwirya Parakrama Digjaya Uttunggadewa, Permaisurinya adalah Kirana Ratu putri Jenggala nan ayu jelita, Pujangga agung Mpu Dharmaja memandang raja dan ratunya, tatkala ditulisnya kisah Dewa Kamajaya dan Ratih Dewi dalam karya sastra nan halus merasuk yang bernama Smaradahana.
Bait 12
Kejayaan dan keagungan Kediri, hilang lenyap dikancah pertempuran Di Ganter, pada tahun 1044, Sewaktu Kertajaya Dandang Gendis terkalahkan oleh barisan Tumapel dan dahsyat Ken Arok yang lalu menjadi yang dipertuan di tanah Jawa dengan gelar Abiseka: Sri Rajasa Sang Amurwabhumi, Bersama permaisuri Ken Dedes, dipuja rakyat namanya dan dimuliakan masa pemerintahannya walau Ken Arok anak orang desa para turunannya menjadi raja agung, Pada tahun 1127 wafatlah Ken arok dan naik takhta putra tirinya, Anusapati putra Ken Dedes dari suami pertamanya, Tunggul Ametung, Semangkatnya raja Anusapati; Tohjaya, putra Ken Arok dari Ken Umang, naik takhta di Kediri namun ia mati terbunuh oleh permupakatan antara Seminingrat, putra Anusapati dan Narasinghamurti, anak Mahisa Wong Ateleng, cucu Bhatara Parameswara, cicit Ken Arok dan Ken Dedes Semingrat lalu memerintah di Kutaraja dengan permaisuri Waning Hyun, adik Narasinghamurti, Narasinghamurti diangkat, jadi ratu Angabhaya
Sang Prabu, gelar Abiseka Wisnuwarhana membangun pelabuhan Canggu di sungai Brantas, Putranya, Sri Lokawijaya, dinobatkan tahun 1254 dengan gelar Abiseka Sri Kertanegara waktu itulah berganti nama Kutaraja menjadi Singasari, Ialah raja yang taat pada agama, pelindung rakyat yang perkasa dan negarawan yang bijaksana, Pada tahun 1274 dikirimnya lasykar Singasari dalam peristiwa Pamalayu, ke Dharmasraya, di Jambi ditundukkannya Tribhuwanaraja Mauliwarmadewa dan padanya dianugerahkan arca Amoghapasa sebagai lambang persahabatan, Dijalinnya pula hubungan akrab, dengan Jayasingawarman III, penguasa negeri Campa karena kala itu terdengar, niat maksud Khubilai Khan agar Jawadwipa sembah bakti padanya yang bahkan telah kirimkan duta besarnya tuk paksa Kertanegara terima kehendak sang kaisar Dengan marah sang Prabu mengusir utusan Tatar dan canangkan kewibawaan Singasari, Tahun 1292 terjadi peristiwa hina yang menyedihkan karena Jayakatwang, raja bawahan di Gelang-gelang berkhianat menghantam sang Prabu di kratonnya Kertanegara gugur dan berpulang ke Jinalaya dimakamkan dengan gelar: Yang Mulia di alam Siwa-Buddha Menantu sang prabu, Sanggramawijaya, disertai para hamba lari dikejar musuh, hingga tiba di Madura Arya Wiraraja lindungi ia, dan dimintakan ampun pada Jayakatwang atas ijinnya, Wijaya membangun Majapahit, dekat Majakerta dan dihimpunnya tentara, tuk balaskan dendam Kertanegara.
Bait 13
Namun suatu peristiwa terjadi
Tanggal 1 Maret 1293, tahun Saka 1215
tentara bangsa Tatar berlabuh di Tuban
dipimpin Shih Pi, Kau Hsing dan Ike Mese
Berbaris berderap pasukannya masuki Jawadwipa
dan ratusan layari sungai Serayu
Dengan penuh kedahsyatan, dibantu Sanggramawijaya
diserbu dan dihalaunya lasykar Jayakatwang
kemudian Sanggramawijaya berbalik menikam
menyerbu orang-orang Tatar, kala mereka mabuk kemenangan
maka pada tanggal 24 April 1293, Saka 1215,
berlayar pulanglah balatentara Tatar
Bait 14
Sanggramawijaya, putra Dyah Lembu Tal, cucu Narasinghamurti
dan menantu Kartanegara
Dinobatkan pada Saka 15 kartika 1225, yaitu masehi 1303,
dengan gelar Abiseka: Sri Kertarajasa Jayawardhana
Empat putri Kartanegara, semua istri sang Prabu
Tribhuwana, Mahadewi, Jayendradewi (Prajnya Paramita)
dan Dyah Dewi Gayatri (Rajapatni), ibunda Tribhuwanatunggadewi
Istri kelima sang Prabu, Dara Petak Dyah Indreswari
yang datang dari Dharmasraya, beliaulah ibunda Jayanegara
Bait 15
Semangkatnya Kertarajasa, naik takhta Jayanegara
masa pemerintahannya amat penuh oleh kesedihan
dan pertumpahan darah
Sang Prabupun wafat pada tahun 1328
ditikam pisau tabib Tanca
Pada masa itulah Gajah mada, anak desa
menanjak lekas, karena jasanya pada Sri Jayanegara
Bait 16
Bulan Badhra çaka 1251 (1329), Tribhuwanatunggadewi
naik ke atas singgasana Majapahit, gelar sang ratu
Tribhuwanatunggadewi Maharajasa Jayawisnuwardhani
masa pemerintahannya negeri aman sentosa
dan sesudah gempa bumi di Pabanyu pindah
pada tahun kelahiran Hayam Wuruk, tahun 1334
Gajah Mada menjadi Patih Mangkubumi
kala itu diujarkannya Sumpah Palapa, persatuan Nusantara
Jika telah berhasil tundukkan Nusantara saya
Baru akan beristirahat. Jika Gurun, seram,
Tanjung Pura, Haru, Dompo, pahang, Bali, Sunda,
Palembang, Tumasik telah tunduk, saya
Baru akan beristirahat.
Tahun itu juga, balatentara majapahit dipersiapkan
tuk menyatukan kepulauan Nusantara
dibantu oleh Laksamana Nala, Adityawarman dan para mentri
dua puluh tiga tahun lamanya Gajah Mada juangkan impiannya
Bait 17
Tahun 1350 menjadi bikhu sang ibunda ratu
dan dinobatkanlah Hayam wuruk, dengan gelar
Dyah Hayam Wuruk Sri Rajasanegara
Masa itulah jaman keagungan bangsa
Nusantara bersatu, keadaan aman tentram
Terdapat pula kitab undang-undang Kutara Manawa
yang ciptakan masyarakat adil di majapahit
Sang Prabu, Apatih Mangkubumi, Para Mentri serta
Dharmajaksa ring Kasyawan dan Dharmajaksa ring Kasogatan
dijunjung diluhurkan di pelosok negeri
Namun pada tahun 1357 terjadi peristiwa nista
Namanya perang Bubat
Bait 18
Di tanah Pasundan bertakhta Prabu Maharaja
Putrinya Dyah Pitaloka amat rupawan tiada tara
kebanggaan istana, kemuliaan Galuh pakuan
karena lamaran Dyah Hayam Wuruk, berangkat Sang Prabu
sertai putrinya ke Majapahit
diiring ratusan ksatria Sunda yang gagah dan cakap berperang
Di sana tinggal mereka di lapangan Bubat
tuk nantikan pinangan sang Prabu Hayam Wuruk
Namun Gajah Mada inginkan raja Sunda sembahkan putrinya
Sebagai tanda bakti dan laku setia
Amat marah terhina para ksatria Sunda
ditolak permintaan, dilayani ksatria Majapahit
hingga semua orang Sunda gugur, di tanah lapang Bubat
Bait 19
Sesudah peristiwa Bubat yang amat hina itu
berhentilah perang perluasan wilayah
Masa bahagia negeri majapahit berlangsung
disertai dengan pembangunan candi-candi,
dan pengembangan seni budaya
utusan para raja di Nusantara, menghadap Sang Prabu membawa upeti
Para dutapun datang berkunjung, dari negeri-negeri sahabat
Sri langka, Campa dan Ayodhya
Pada tahun 1365 Prapanca menulis kitab Desawarnana,
yaitu Negarakertagama
tentang perjalanan sang Prabu meninjau negeri
dan sejarah agung para leluhurnya
Mahapatih Gajah Mada, kebanggaan negeri Majapahit,
wafat pada tahun 1364
menangis sang Prabu dan keluarganya,
terharu sedih seisi negeri
tak diangkat mahapatih baru untuk mengganti
tak ada yang cakap, yang perwira bagai dia
Bait 20
Dyah Hayam Wuruk wafat pada tahun 1389
dan naiklah Wikramawardhana ke atas takhta
ialah putra ibunda Bhre Pajang, cucu Tribhuwana Tunggadewi
dan menantu Dyah Hayam wuruk
setelah masa pemerintahannya, istrinya,
Kusumawardhani berganti memerintah
Kemudian pada tahun 1429 Suhita menjadi ratu
dialah putri Kusumawardhani dan Wikramawardhana
Kertawijaya, putra Wikramawardhana dari selirnya
Naik takhta pada tahun 1446
dan memerintah selama lima belas tahun
kemudian kekuasaannya berpindahlah
pada Wangsa Girindrawardhana
Bait 21
Dyah Wijayakarana, raja pertama wangsa baru
dinobatkan pada tahun 1451
dua tahun lamanya sang Prabu memerintah
Lalu berkuasa di Majapahit selama 15 tahun
raja-raja yang bukan berasal dari Girindrawardhanawangsa
Tahun 1468, naik ke atas takhta cucunda
Dyah Wijayakarana, bernama Singawardhana Dyah Wijayakusuma
Pamanda Dyah Wijayakusuma, Bhre Kertabumi namanya,
menjadi raja pada tahun 1474
dan empat tahun sang Prabu memerintah
Tahun 1486 raja Majapahit terakhir dinobatkan
namanya Prabu Nata Dyah Ranawijaya, putra Singawardhana
Dyah Wijayakusuma; setelah berhasil merebut mahkota
dari Bhre Kertabhumi
Pada tahun 1527 Sang Prabu gugur,
bersama hancurnya Majapahit
Karena serangan Raden Patah dari Demak
Menjelang kebinasaan Majapahit, yang telah rapuh
oleh perebutan kekuasaan dan iri hati
masih tampil karya agung budaya luhur
berujud kitab-kitab Arjunawijaya, Sutasoma, Purusadasanta
yang ditulis Mpu Tantular
serta Wretta Sancarya dan Siwaratrikalpa
buah pikiran Mpu Tanakung
Bait 22
Raden Patahlah raja Islam pertama di Jawadwipa
putra Bhre Kertabhumi dari istrinya putri Cina
di Palembang ia dibesarkan, di tempat Arya Damar, ayah tirinya
berlayarlah ia ke Jawa setelah dewasa, dan di sana dipeluknya
agama Islam yang baru tiba
Ditegakkannya panji-panji baru di demak,
atas bimbingan para wali
dan setelah kejatuhan Majapahit, disebarkannya
ajaran Sang Rasul Di Jawadwipa
Kini suara azan terdengar pada pagi dan senja hari
bukan lagi dengung mantra para pedanda
demikian Demak berdiri, pewaris tunggal Majapahit
Bait 23
Kini dengarlah sejarah para raja Sunda
yang memerintah di Jawadwipa sebelah Barat
Setelah Prabu Maharaja gugur di medan laga Bubat
bersama dengan Dyah Pitaloka yang rupawan
dan para ksatria Sunda pada tahun 1357
Pada tahun 1371, setelah masa perwalian Hyang Bumi Sora,
dinobatkan Prabu Niskala Wastu Kancana
yang dalam usia muda memerintah di Galuh Pakuan
Ialah raja yang berbajik, setia dan taat pada hukum Manu
apabila tak hadir di kraton Surawisesa,
beliau pergi untuk laku tapa brata
rakyat bahagia tentram, lumbung desa penuh padi
104 tahun lamanya Sang Prabu berkuasa
lalu wafat ia di Nusalarang, di telaga Panjalu,
di bilangan Kawali Galuh
Sang Prabu diganti putranya Rahiyang Dewa Niskala
yang memerintah selama 7 tahun dan berpulang di Gunatiga
Pada tahun 1482 naik takhta Prabu Ratu Purana
Setelah diwastu bernama Prabu Guru Dewataprana
Bait 24
Raja yang agung, perkasa dan termashur
dipindahnya ibukota ke Pakuan Pajajaran
pusat negeri yang diapit sungai-sungai Ciliwung dan Cisadane
dengan dermaga pelabuhannya
Kapal-kapal dagang masuk dari Sunda Kelapa,
Tangerang dan Merunda
berlayar masuk hingga Pakuan Pajajaran
lewat jalan darat para pedagang tiba; dari pelabuhan-pelabuhan
Banten, Krawang dan Pontang
Jalan-jalan gerobak lalu lintasi pedalaman pulau, dan
Sebuah jalan raya yang amat panjang terdapat;
Bermula di pakuan Pajajaran, melalui Cileungsi,
Warunggede, Tanjung Pura, Krawang, Cikao,
Purwakarta, Segalaherang, lalu liwati
Sumedang, Tomo, Sindangkasih, Raja Galuh,
Talaga, Kawali hingga ke pusat Galuh Pakuan
Amatlah berkuasa sang Prabu
dari Ujung Kulon hingga Pasir Luhur
namanya dipuja dan disanjung hormat
Bait 25
Prabu Ratu Purana diwastu lagi dan bergelar
Sri Baduga Maharaja, Ratu raja di Pakuan Pajajaran
Dibangun atas perintahnya, sebuah istana megah dan indah
penuh ukiran dan hiasan, pantas bagi Maharaja Sunda
Di sanalah, di Kraton Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati,
raja mulia bersemayam
dari jauh diterimanya upeti persembahan
tanda setia para raja Pasundan
Dipelbagai tempat asrama suci pandita didirikan
Di atas tanah hadiah Sri Baginda
Dibuat pula sebuah danau, bernama
Sang Hyang Talagarena Mahawijaya
yang airnya mengalir suburkan sawah penduduk
di telaga itu para putri bersuka ria di atas perahu
seraya mendengar cicit nyanyian burung
dan menatap keindahan taman Milakancana
dan Samida, hutan ciptaan Baginda
Bukankah terdengar pula pada nyanyian Juru pantun
Cipatahunan atau Sipatahunan
yang ada di talaga Rena Mahawijaya
yang sekarang hanya tinggal bekasnya
ujung hulunya pada Bantar Peuteuy
ujung kakinya pada Babakan Pilar
Di ketinggian ujung hulu telaga, tak jauh dari kraton Sang Prabu
berdiri punden keramat, tempat upacara Kuwerabakti
sekali dalam setahun di sana para raja Sunda berkumpul
iringi para pandita memohon berkah kesuburan tanah
Bait 26
Tinggi nian budaya rakyat Sunda di masa itu
Jadi kekaguman orang di masa kini
Seperti yang tertulis dalam kitab Siksa Kanda Karesian
yang disusun tahun 1518
banyak pengetahuan dipelajari,
jadi pembimbing seluruh negeri
ilmu pemerintahan, ilmu perang, ilmu agama dan sanditapa;
ilmu bahasa-bahasa, batik, tarian dan pewayangan;
dan ilmu pelayaran dipelajari pula
Sungguh gemilang Pajajaran, kebanggaan seluruh Nusantara
Bait 27
39 tahun lamanya Ratu Purana memerintah
dan pada tahun 1521 dinobatkan putranya, Prabu Surawisesa
Masa pemerintahan Sang Prabu ialah 14 tahun
lalu diganti Prabu Ratu Dewata tahun 1535
Dialah yang mendirikan prasasti Batutulis
di samping Sang Hyang Lingga pada tahun Saka
Panca Pandawa Ngemban Bumi
tuk memuliakan kakeknya yang agung
Ratu Purana, atau Prabu Siliwangi
Kala itu Islam telah masuk ke tanah Pasundan
dan akhir kejayaan Pajajaranpun telah nampak
22 Juni 1527, Saka 1449 Falatehan, panglima raja Demak,
menaklukan pelabuhan Sunda Kelapa
yang berganti nama menjadi Jayakarta
Bait 28
Tahun 1543 dinobatkanlah putra Ratu Dewata
namanya Sang Ratu Saksi, dan 8 tahun ia memerintah
hingga saat putranya, Prabu Ratu Carita, menjadi raja
dalam tahun 1551
Tahun 1567 naiklah Nu Siya Mulya ke Singgasana
tuk memerintah negeri yang kejayaannya telah lama pudar
tak sanggup liwati pergantian masa, tak kuat hadapi lawannya
Nu Siya Mulya disebut pula Prabu Seda
karena ia gugur dalam pertempuran di tahun 1579
sewaktu balatentara Pangeran Yusuf dari banten
menyerbu dalam peristiwa burakna Pajajaran
Porak poranda seisi negeri, musnah sudah keagungan
Watu Gigilang, Warisan Karuhun, tempat penobatan raja
dibawa pergi ke tanah Banten
Tamat sudah sejarah kerajaan Pakuan Pajajaran
Namun, tak dilupakan orang jaman keemasan
Seperti masih disebut dalam pantun Bogor, Kujang di Hanjuang Siang:
Masih mending Jaman Pajajaran
ketika masih ada Kuwerabakti
ketika guru bumi dipuja-puja
ketika lumbung umum isinya melimpah
tiada tani perlu ngijon, tiada tani gadaikan pekarangan
tiada tani mati karena kesal
tiada tani mati karena lapar
Bait 29
Bantenlah pewaris kekuasaan di Pasundan
dan beberapa waktu namanya tersohor di Jawadwipa
banyak pula raja muslimnya yang termashur
yang namanya terpatri dalam ingatan bangsanya
Sultan Hasanudin yang gagah perkasa
berwibawa dan dijunjung tinggi
Sultan Ageng yang tegas tak kenal takut
berani menantang keangkuhan bangsa Belanda
di Batavia
Tapi pada akhirnya, kalahlah Banten bersama
Kesultanan Cirebon
Karena muslihat dan peperangan,
dengan bangsa penjajah itu
Bait 30
Adapun bangsa Belanda, pertama datang untuk berdagang
namun perlahan-lahan, ditegakkannya kuasa
di Jawadwipa, dan seluruh Nusantara
Tanggal 30 Mei 1619, Saka 1541, Jayakarta jatuh
ke tangan Yan Pieterzen Coen
dan Juni tanggal 22 tahun 1621, Saka 1543
diberi nama Batavia, pada kota pelabuhan itu
Jaman para raja agung telah hampir selesai
Kejayaan dan kemuliaan Jawadwipa, perlahan
meredup, untuk akhirnya padam selama masa penjajahan
Namun, sebelum keagungan, keindahan dan keperkasaan
jiwa kebangsaan berangkat tidur
masih berdiri sebuah kerajaan tersohor
namanya Mataram
Bait 31
Seperti telah disebutkan dalam kata-kata yang terdahulu
tentang berdirinya kesultanan Demak
yang bangkit penuh pesona di atas reruntuhan Majapahit
dan memulai babak baru dengan ajaran baru
Kekuasaan inilah yang selama beberapa masa
dipertuan di Jawadwipa, berpengaruh di Nusantara
Dari pelabuhannya armada andalan negeri
berlayar perangi perompak dan amankan laut
Adipati Unus, putra Raden Patah
adalah laksamana Demak yang tangkas dan ternama
lalu Raden Trenggana, raja yang cakap, memerintah
bijaksana beroleh wahyu hidayat
walaupun tak lama masa jaya Demak
namanya bangkitkan juga semangat kepahlawanan
Kemudian kalahlah Demak oleh Pajang
Kesultanan baru yang muncul sesudahnya
Memerintah di pajang Sultan Adiwijaya
Dari tahun 1550 hingga 1582
Dialah yang anugerahkan daerah Mataram untuk diperintah
Pada Ki Gede Pemanahan panglimanya
Adapun Mataram di bagian tengah Jawadwipa
meliputi Surakarta, Kalasan, Klaten, Yogyakarta,
Kota Gede, Bantul, Imogiri, Sleman, hingga ke pantai selatan
Di sana, tempat raja-raja agung di masa Hindu yang telah silam
kini bangkit kuasa tak tertandingi
yang namanya getarkan kalbu Nusantara
Bait 32
Putra Ki Gede Pemanahan, Sutowijoyo
yang bergelar Pangeran Ngabehi Lor Ing Pasar
lalu menggantikan ayahandanya, memerintah negeri Mataram
diteguhkannya kekuasaan, dikalahkan para lawannya
dikibarkannya panji Mataram, diangkatnya senjata melawan Pajang
semangkatnya Sultan Adiwijaya, di tahun 1582
naik takhta Sutowijoyo dengan gelar
Panembahan Senopati Ing Ngalaga
Dari Kuto Gede, ibukota negeri
barisan-barisan Mataram menyerbu para adipati merdeka
di sekitar pantai Utara dan Surabaya
nama Sang Prabu disegani di seluruh pulau
dihormati hingga sejauh Cirebon
Kemudian mnagkatlah ia ditahun 1601
dan dimakamkan di Kuto Gede
Bait 33
Berganti memerintah Mas Jolang, Putra Sang Prabu
dengan gelar Sunan Hadi Prabu Anyakrawati
selama 12 tahun ia memerintah, lalu wafat di desa Krapyak
kabarnya terbunuh oleh pengkhianatan
ketika sedang memimpin pasukannya
untuk menyerbu dan menundukkan pantai Utara
Ia dimakamkan di Kuto Gede, di dekat makam ayahandanya
Bait 34
Putra Panembahan Seda Krapyak, dinobatkan tahun 1613
namanya Sultan Agung Prabu Anyokrokusumo
Dialah raja Mataram yang termashur
pada masanya Sabda Pandita Ratu
sesungguhnya dijunjung, diabaikan dan diamalkan
Sang Prabu semulia Airlangga dan Hayam Wuruk
Gagah berani bagai Wijaya Kertarajasa
cakapnyapun seperti mahapatih Gajah Mada
sebagai raja Sultan Agung adil dan jujur
cita-citanyapun suci, ingin satukan Nusantara
Tahun 1624 tentara Mataram tundukkan Madura
dan pada Sang Prabu, Panembahan Cakraningrat
berikan janji setia
Lalu Adipati Pekik di Surabaya menyerah pula
setelah bertempur berani dan dikepung berbulan-bulan
iapun diampuni oleh kebesaran hati Sang Prabu
malah dinikahkan dengan adinda raja agung
Kemudian Sang prabu kirimkan pasukannya
ke Sukadana di Kalimantan Barat
hingga negeri itupun tunduk padanya
Ketika Sang Prabu sentuhkan kuasanya ke tanah Banten
kuatirlah bangsa Belanda di Batavia
dan mereka coba halang niat Mataram
Pada tahun 1628 dan 1629
balatentara Mataram bertempur di Batavia
untuk habisi kuasa asing di Jawadwipa
Ratusan adipati dan tumenggung berangkat
diiring ribuan prajurit, berbaris gegap gempita
Para adipati di tanah Pasundan turut berperang
dan lumbung-lumbung padi di Krawang disiapkan
untuk masa perang yang panjang
Lasykar tumenggung Bahusasra, mendarat beramai di Merunda
pasukan Adipati Ukur menggempur, pintu benteng Batavia
Berbulan bangsa asing terkepung, hampir binasa seisi Batavia
Namun armada Belanda datang membantu dari Maluku
dan pengkhianat membakar lumbung-lumbung padi
hingga terpukullah tentara Mataram
dalam pertempuran dan oleh kelaparan
Akhirnya mundurlah barisan Mataram, dengan kecewa
karena gagal penuhi amanat Sang Prabu
Akan tetapi telah ditunjukkan pada penjajah
Keampuhan bangsa dan keberanian ksatria-ksatria Nusantara
Dalam perang penaklukan terakhir di tahun 1639
tunduklah Blambangan di Timur Jawadwipa
Besarlah kuasa Mataram yang meliputi seluruh Jawadwipa,
kecuali Banten dan Batavia
pengaruhnyapun terasa, sejauh Palembang, Jambi dan Banjarmasin
Bait 35
Sultan Agung negarawan yang bijaksana pula
karena padat sudah tanah Mataram
dipindahkannya sebagian penduduk ke Krawang
Ia juga seorang sastrawan dan pujangga agung
yang menuliskan kitab Sastra Gending
Ditunjukkannya ajaran nabi Muhammad
dalam wadah budaya Jawa, nan tua dan indah
Penanggalan tarikh Saka, disesuaikan dengan tahun Hijriah
Hari Raya Garebekpun dirubah maknanya,
menjadi Garebek Puasa dan Garebek Maulud
Pantaslah dikenang kejayaan Sultan Agung
raja, pujangga dan putra Nusantara sejati
Tahun 1645 Sultan Agung yang mulia wafat
di Imogiri, pemakaman para raja, ia dimakamkan
Bait 36
Tahun 1645 naiklah ke atas takhta
putra Sultan agung, Sunan Amangkurat I
dari Kartasura ia memerintah Jawadwipa
dengan keras hati dan sifat yang kejam
dimusnahkannya para bangsawan yang membangkang
dibinasakannya kaum ulama yang menentang
Maka meletus perlawanan di tahun 1674
dipimpin oleh Trunojoyo dan Adipati Anom, putra mahkota
dengan dukungan para bangsawan dan kaum ulama
prajurit Sang Prabu dikalahkan dan akhirnya kratonpun diserbu
Sunan Amangkurat I lari ke arah Barat
Kini Adipati Anom menyesal, lalu berbalik menyusul ayahandanya
Di Tegal arum, pada tahun 1677, wafatlah Sang prabu
Dan di sanalah ia dimakamkan
Bait 37
Atas dukungan tentara Belanda, naiklah Adipati anom ke atas takhta
di Surakarta ia memerintah, dengan gelar Sunan Amangkurat II
Kini kekuasaan Belanda telah merasuk Jawadwipa
Yang telah sirna jayanya dan hilang keagungannya
Berdiri pula loji Belanda di Surakarta
untuk awasi setiap langkah Sang Prabu
Pada masa itulah budak dari Bali Untung Surapati
lari ke arah Timur dari Batavia, dengan pengiring-pengiringnya
Di Surakarta digemparkannya seisi negeri
ketika ia berlaga dengan tentara Belanda
lalu didirikannya kerajaan di Pasuruan
yang musnah bersamanya, dalam dentuman meriam
bedil tentara penjajah
Kerajaan Matarampun akhirnya pecah jadi empat
karena muslihat dan hasutan Belanda, yang panaskan
persengketaan keluarga
Setelah perjanjian Giyanti di tahun 1755
di Yogyakarta Hadiningrat, Mataram sebelah Barat
memerintah Sultan Hamengkubuwono I
sedang di Surakarta, tetap memerintah Susuhunan Pakubuwono
Pada perjanjian Salatiga didirikan di Surakarta
daerah merdeka, di bawah Raden Mas Said, yang bergelar Mangkunegoro I
Kemudian berdiri pula kala Sir Stamford Raffles berkuasa di Nusantara
daerah merdeka di Yogyakarta, di bawah pangeran Notokusumo,
yang bergelar Sri Paku Alam I
Kini selesailah babak Mataram, sirna ditelan jaman penjajahan
Bait 38
Dalam abad Masehi ke 19
hidup di Yogyakarta Hadiningrat, pangeran Diponegoro
Dialah putra sulung raja Hamengkubuwono III
yang gagah berani dan taat beragama
Dengan muak dipandangnya seisi kraton
mengikuti kemauan penjajah Belanda
Bermusuhan ia dengan Adipati Danurejo
dan para pejabat bangsa Belanda
Karena hinaan bangsa penjajah, geramlah Diponegoro
Pada tahun 1825 diangkatnya senjata
melawan tentara Belanda, hadapi lasykar Danurejo
Lima tahun Jawadwipa dilanda perang
dan darah tertumpah di bumi tercinta
Kyai Maja, Sentot Alibasyah dan banyak lagi
sertai Sang Pangeran mempimpin rakyat perangi lawan
Tapi, pada tahun 1830, dengan dalih mengajak berunding
Penjajah yang licik tangkap Diponegoro
Ke Menado ia dan keluarganya, diiring para pengikut diasingkan
Kemudian Belanda memindahkannya ke Makassar
dan di sanalah ia, pahlawan Nusantara, wafat
Bait 39
Di malam terang bulan, kala tak sejengkal awanpun
bawakan curahan hujan
berkumpul putra-putra tanah ini; di halaman kraton
di depan rumah pak lurah atau di pesta perkawinan
Menyaksikan bayang-bayang dibalik layar putih, yang
samar-samar diterangi lampu blencong dan sinar purnama
bayang-bayang wayang kulit
yang dihidupkan Ki Dalang
bawakan kisah cerita Mahabarata
Kelima Pandawa pembela kebenaran, berperang
musnahkan kaum Kurawa dan para raksasa
keempat tokoh dari Karang Tumaritis,
hibur para penonton
dengan kata-kata jenaka dan gelak tawa
Nasihat-nasihat bertuah suci dari leluhur,
tiba di hati penggemar wayang
diiring bunyi merdu gamelan, nan ramaikan malam
indah di bumi Jawa
Terbit pula kekaguman akan masa lalu, tatkala, mereka saksikan
gemulai lembut penari-penari Serimpi dan Bedoyo
Tidak, jiwa bangsa tidak mati dalam alam penjajahan
di suatu hari kelak rasa kebanggaan dan cinta tanah air
akan merdekakan negeri terkasih.
sumber : http://alangalangkumitir.wordpress.com/category/sejarah-jawa-dwipa/
0 comments:
Posting Komentar