Pernyataan keras nabi ini menjelaskan kepada kita bahwa siapa saja yang menyakiti para sahabatnya maka berarti ia menyakiti nabi, dan menyakiti nabi Saw adalah haram?.
Rasulullah Saw bersabda :
لاتؤذونى فى اصحابى ومن اذاهم فقد اذانى, وقال لاتؤذونى فى العائشة, وقال فى فاطمة رضى الله عنها بضعة منى يؤذينى مااذاها
?Janganlah kalian semua menyakitiku melalui para sahabatku, barang siapa menyakiti sahabat-sahabatku berarti ia menyakitiku, dan nabi juga bersabda, jangalah kalian menyakitiku dengan cara menyakiti Aisyah dan nabi bersabda pula ; janganlah pula dengan cara menyakiti diri Fatimah RA karena ia adalah keratan darah dagingku, menyakitiku segala yang menyakitkan dirinya?
Muncul juga sekelompok kaum yang lantas disebut sebagai sekte ?Abahiyyun? yakni golongan yang memperkenankan untuk melakukan apa saja yang disukai, mereka berkata : ?Sesungguhnya seorang hamba, ketika ia telah sampai kepada puncak rasa cintanya, dan hatinya telah suci dan terbersihkan dari sifat lupa, dan dia telah memilih iman daripada kufur dan kekufuran, maka gugur dan terbebaskanlah ia dari tuntutan perintah dan larangan. Dan tidaklah Allah akan memasukkannya ke neraka sebab melakukan dosa-dosa besar?.
Sebagian dari mereka juga berkata : ?Bagi seorang hamba yang telah sampai pada puncak posisi mahabbah, maka gugurlah baginya kewajiban untuk melaksanakan ibadah-ibadah yang dlohir, maka yang menjadi substansi ibadahnya adalah bertafakkur dan mempercantik akhlaq batiniahnya?. Syayid Muhammad di dalam syarah ihya? ? nya berkata : Pernyataan ini adalah kufur zindik dan kesesatan, tetapi golongan Abahiyyun ini memang sudah ada sejak zaman dulu, penganutnya adalah orang-orang bodoh dan sesat mereka tidak memiliki pemimpin yang mengerti tentang ilmu syari?at sebaagimana layaknya.
Muncul pula aliran yang lantas memproklamirkan diri sebagai ?Tanasukhil al ? Arwah? kelompok yang mengaku sebagai titisan ruh-ruh yang selalu berpindah-pindah selama-lamanya dari satu jasad seseorang ke jasad yang lain baik sejenis maupun berlainan jenis. Mereka menyangka bahwa siksaan dan kenikmatan yang dirasakan oleh Arwah tersebut didasarkan atas pertimbangan bersih dan kotornya arwah tersebut. Imam al-Syihab al-Khofaji di dalam syarahnya kitab Al-Syifa? berkata : ?Sungguh ahli syari? telah mengkafirkan mereka karena muatan pendapat-pendapatnya ternyata melakukan pembohongan terhadap Allah, Rasul nya, dan kitab suci - Nya?.
Sebagian lagi ada yang menganut ajaran Hulul dan Ittihad, mereka adalah orang-orang yang menjalankan tasawufnya dengan kebodohan, mereka berkeyakinan bahwa Allah swt. adalah wujud yang mutlak. Sesungguhnya selain dari pada Allah tidaklah ia memiliki sifat Al-Wujud sama sekali, sehingga bila dikatakan ?Al-Insanu Maujudun? maka makna yang dikehendaki adalah bahwa manusia itu memiliki hubungan dengan Al ? Wujud al ? Mutlaq yakni Allah Ta?ala. Al ? ?Allamah al ? Amir di dalam kitab Hasyiyah-nya Imam Abdi al-Salam, beliau berkata : Ucapan dengan interpretasi di atas, merupakan kufur yang shorih, karena tidaklah mungkin terjadi yang namanya hulul dan ittihad. Bila hal tersebut benar terjadi pada diri para pembesar wali maka kejadian itu harus dita?wili dengan sesuatu yang cocok dengan kondisi dan derajat kewalian mereka. Sebagai mana faham Wahdati al ? Wujud yang mereka anut. Seperti ucapan mereka
ما فى الجبة ا لا الله ?(Tidak ada di dalam jubah ini kecuali Allah )? Mereka menghendakinya dengan makna bahwa apa saja yang ada di dalam jubah bahkan apapun yang wujud di dalam seluruh alam ini, tidaklah ia terwujud kecuali atas kehendak Allah, Syaikh Muhammad al ? Safarini berkata di dalam kitab ?Lawaaihu al ? Anwar? : ?Sebagian dari tanda sempurnanya kema?rifatan adalah kemampuan seorang hamba untuk menyaksikan Tuhannya?.
Setiap ?Arif (orang yang ma?rifat) selama ia masih menafikan pengetahuan atas Tuhannya pada waktu apapun maka bukanlah ia dinamakan sebagai ?Arif tetapi hanya disebut sebagai ?Shohibul haali? dimana ?Syuhudihi Robbahu?- nya, (penyaksiannya terhadap realitas tuhannya) hanya terjadi pada waktu-waktu tertentu saja. Nah, keberadaan Shohibul haali ini sama dengan orang yang mabuk, dimana pengetahuan spiritualnya belumlah cukup mengukuhkan eksistensinya sebagai seorang ?Arif.
Menjadi jelaslah bahwa apa yang dimaksud dengan Wahdati al ? Wujud dan Al ? Ittihad dalam madzhab tasawuf adalah bukanlah hanya sekedar menggunakan parameter apa yang dhohir saja atau atas dasar persangkaan belaka. Dengan demikian pernyataan/statemen para penyembah berhala yang mengatakan bahwa : ?Kita tidak menyembah berhala ini kecuali hanya menjadikannya sebagai lantaran agar kita dapat mendekatkan diri kepada Dzat Allah?. Bagaimana mungkin pelaku sedemikian (Wahdati Al-Wujud) dianggap sebagai orang-orang yang ma?rifat (?Arifin). Padahal makna yang subtansial dari ittihad itu sendiri adalah sebagaimana dikatakan oleh Al-?Aarif :
وعلمك أن كل أمر امر ى هو المعنى المسمـى بالا تحـاد
?Pengetahuan anda atas segala sesuatu adalah urusan saya, inilah makna yang sesungguhnya dinamakan sebagai Al-Ittihad.?
Untuk itu jelaslah bahwa setiap umat Islam memiliki kemampuan dan kesempatan untuk meraih maqom ini walaupun pada tingkat yang berbeda-beda.
Sengaja saya membahas secara panjang lebar terhadap sekte/golongan ini, karena saya menyaksikan bahwa golongan inilah yang sesungguhnya paling membahayakan terhadap kaum Muslimin dibandingkan bahaya yang dimunculkan oleh kaum kafir dan mubtadi?in, para ahli bid?ah. Karena mayoritas manusia mengagungkan golongan ini dan begitu antusiasnya ia mendengarkan fatwa-fatwa mereka dengan ketidak mengertiannya terhadap uslub-uslub atau gramatika bahasa arab.
Imam Asmu?i meriwayatkan sebuah hadits dari Imam Kholil dari Abi ?Amrin bin A?la?, beliau berkata :
اكثرمن تزندق بالعراق لجهله بالعر بية وهم باعتقاده الحلول والانحاد كفرة
?Kebanyakan orang yang kafir zindik dari penduduk Irak adalah disebabkan oleh ketidakmengertian mereka terhadap literatur Arab mayoritas dari mereka menjadi kufur karena keyakinan mereka yang salah terhadap pemahaman Hulul dan Ittihad?.
Qodli ?Iyadh didalam kitabnya Al ? Syifa? mewanti-wanti : Sesungguhnya setiap bentuk perkataan yang secara sharih, terang-terangan menafikan atau menghilangkan sifat ketuhanan dan ke Maha Esaannya, melakukan penyembahan terhadap selain Allah atau mempersekutukan Allah pada sesembahannya adalah merupakan bentuk kekufuran yang nyata. Seperti juga ucapan-ucapan yang dikeluarkan oleh Kaum Duhriyah, Nasrani, Majusi, dan orang-orang yang mempersekutukan Allah dengan menyembah berhala, Malaikat, Syetan, Matahari, bintang-bintang, dan menyembah api ataupun selain daripada Allah. Demikian juga kekufuran itu terjadi pada orang-orang yang menyakini adanya ?hulul? (menempatnya Dzat Allah pada diri makhluk) dan terjadinya ?Al - Tanasukh? (Ruh Allah SWT menitis pada diri seorang hamba).
Kekufuran itu dapat pula terjadi pada orang yang mengakui ketuhanan Allah dan ke-Maha Esaannya tetapi ia menyakini bahwa Allah tidaklah hidup atau bukanlah Dzat yang Qadim (terdahulu), atau sesungguhnya Allah adalah dzat yang hadits (baru datang) dan memiliki bentuk, atau menyangka bahwa Allah memiliki anak istri, dan bahkan ia terlahirkan dari sesuatu yang maujud sebelum-Nya, atau sesungguhnya ada sesuatu selain Allah yang menyertai-Nya di zaman Azali, atau menyakini bahwa ada Dzat lain selain Allah yang menciptakan dan mengatur alam ini. Semua keyakinan dan anggapan sebagaimana disebut di atas merupakan bentuk kekufuran menurut ijma? kaum muslimin.
Demikian juga kekufuran itu terjadi pada seseorang yang menganggap dirinya dapat duduk bersama Allah, menyertai-Nya naik ke Arasy, berbincang-bincang dengan-Nya dan meyakini dapat menyatunya Dzat Allah pada diri seseorang sebagaimana yang difahami oleh sebagian kaum Tasawuf, aliran kebatinan dan orang-orang Nasrani.
Termasuk bentuk kekufuran yang lain adalah : seseorang yang menyakini sifat ketuhanan dan ke Maha Esaan Allah tetapi ia menentang pokok-pokok kenabian secara umum atau konsepsi-konsepsi kenabian kita Muhammad Saw secara khusus. Atau salah satu dari para nabi, dimana hal itu terjadi setelah ia mengetahui konsepsi ? konsepsi nash ? Nya, maka tanpa keraguan ia dihukumi kafir. Demikian pula menjadi kafir seseorang yang menyatakan bahwa Nabi kita Muhammad Saw adalah bukanlah ia yang berdomisili di Makkah dan Hijaz.
Kekufuran itu juga akan terjadi sebab beberapa hal berikut ini, antara lain : Seseorang yang mengakui terutusnya nabi yang lain bersamaan dengan kenabian nabi Muhammad SAW atau masih akan ada nabi lagi setelah kenabian nabi Muhammad SAW juga seorang yang mengklaim bahwa kenabian Muhammad Saw adalah hanya dikhususkan untuk kalangan atau golongannya sendiri (bukan Nabi yang Rahmatan lil ?alamin). Demikian juga terjadi kekufuran apa bila ada seorang yang kondang sebagai ahli tasawwuf, tetapi hingga kebablasan ia menyatakan diri bahwa ia menerima wahyu dari Allah Ta?ala walaupun ia tidak sampai mengaku-aku menjadi Nabi. Imam Yusuf al ? Ardhabili di dalam kitab ?Al ? Anwarnya? memberikan pernyataan yang tegas bahwa : Dapatlah dipastikan kekafiran itu terjadi pada setiap orang yang mengucapkan suatu perkataan yang sebab ucapan itu umat menjadi terjerumus pada lembah kesesatan, apalagi bila sampai meng-kafirkan sahabat, termasuk juga setiap orang yang melakukan perbuatan dimana pekerjaan itu tidaklah muncul atau bersumber kecuali dari orang-orang kafir seperti sujud pada salib atau menyembah api, atau pergi menuju ke gereja-gereja bersama pengikut-pengikut gereja dengan mengenakan atribut-atribut yang juga dipakai oleh ahli-ahli gereja seperti memakai ikat pinggang atau yang lainnya. Demikian juga ia yang mengingkari eksistensi Makkah, Ka?bah, ataupun Masjidil Haram bilamana hal itu muncul dari seorang yang menurut pandangan kita ia sebenarnya tau dan memahami bahwa kenyataannya pergaulan mereka adalah dengan orang-orang Islam.
0 comments:
Posting Komentar