Ketika Tuhan memanggilmu ke Pangkuan Nya datang dan dekaplah dalam hati nuranimu

Kamis, 16 Maret 2017

Hakikat Berguru (Syaikh Ibnu Athaillah) | Suluk

[1] Ibnu Athaillah berkata : “Tidak semua orang yang berguru kepada seseorang mendapat petunjuk. Jangan merasa aman karena kau telah berguru kepada beberapa Syekh. Barang siapa terperdaya dengan Allah, berarti ia telah bermaksiat, karena ia telah merasa aman dari hukuman-Nya. Sikap seperti itu bagaikan ucapan orang bodoh,’Aku berguru kepada Tuan Fulan. Aku telah bertemu dengan Tuan Fulan.’ Ia mengungkapkan berbagai pengakuan yang semuanya dusta dan batil. Seharusnya ketika berguru kepada para Syekh, mereka semakin takut dan cemas. Para Syekh itu berguru kepada Rasulullah Saw sehingga mereka menjadi lebih takut dan cemas.”

[2] Lukman al-Hakim berwasiat kepada anaknya,”Anakku, apa hikmah yang telah kau dapatkan?” Ia menjawab,”Aku tidak akan memaksakan diri untuk sesuatu yang tidak penting.” Luqman kembali berkata,”Anakku, ada satu hal lagi. Duduklah bersama para ulama dan dekatilah mereka. Sebab, Allah menghidupkan yang mati dengan cahaya hikmah sebagaimana Dia menghidupkan tanah yang mati dengan air hujan.”(Ghayts al-Mawahib al-Aliyyah, al-randi, 2/42)

[3] Kepada orang yang merasa aman karena berguru kepada satu atau beberapa Syekh, kami bertanya : apakah Syekhmu sendiri aman sehingga bisa memberikan rasa aman dan keselamatan kepada orang lain? Jika kau merasa aman, sungguh itu merupakan bentuk penyimpangan dari prinsip Islam. Tugas seorang Syekh adalah mengantarkan kepada Allah serta mengajari murid bagaimana mencintai dan takut kepada-Nya.

Rasa takut yang sangat hebat, yang dimiliki para malaikat, para nabi dan para sahabat, muncul bukan karena banyaknya dosa dan kemaksiatan yang mereka lakukan, melainkan bersumber dari hati yang bening dan makrifat yang sempurna. Sementara, kita yang bodoh dan banyak dosa merasa aman dan tidak merasa takut semata-mata karena kebodohan dan dominannya keburukan kita. Tentu saja kita dan juga Syekh yang mengajari dan mendidik para muridnya harus lebih takut daripada mereka.

[4] Sesungguhnya, hati yang bening akan tergetar oleh rasa takut paling kecil sekalipun, sementara hati yang keras dan beku tidak mempan oleh nasihat sebanyak apapun.

[5] Setiap manusia tergadai oleh amal perbuatannya, sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah : “Setiap jiwa tergadai oleh apa yang ia lakukan.”(QS [74]:15) Syekh atau guru pun tergadai oleh amalnya. Ia tidak mengetahui apakah akan selamat di hari kiamat atau tidak. Allah berfirman,”Seseorang tidak akan memikul dosa orang lain.”(QS [17]:15) Jika demikian, bagaimana mungkin seseorang akan aman di hari kiamat hanya lantaran berguru kepada Syekh. Sikap dan keyakinan semacam itu hanya dimiliki oleh orang yang bodoh.

[6] Ibnu Athaillah berkata : “Dalam dirimu terdapat rasa cinta kepada kedudukan, jabatan, dan sebagainya. kemudian kau berkata,’Syekh tidak menarik hati kami.’ Alih-alih berkata begitu, katakanlah,’Aral bersumber dari diri kami.’ Sebab, jika kau telah siap pada hari pertama, tentu kau tidak perlu hadir pada majelis yang kedua. Namun, kau perlu untuk hadir kembali karena karat hatimu begitu kuat dan tebal sehingga setiap majelis diharapkan bisa membersihkannya.”

[7] Barang siapa yang ingin membersihkan jiwanya dengan menghadiri majelis guru maka ia harus mempersiapkan dirinya dengan cara melepaskan diri dari semua kecenderungan nafsu dan penyakit hati. Hanya dengan keadaan seperti itulah ia bisa mengambil manfaat dari guru atau mursyidnya. Hanya saja, karat hati teramat kuat akibat kecenderungan nafsu sehingga seorang murid perlu berkali-kali duduk dalam majelis sampai hatinya bersih sedikit demi sedikit.

[8] Ibnu Athaillah berkata : “Jika kau menghadiri majelis, lalu kembali melakukan pelanggaran dan kelalaian, jangan kemudian berujar,’Apa gunanya hadir?’ Namun, tetaplah hadir! Selama empat puluh tahun kau mengidap penyakit, lalu kau berpikir penyakitmu akan hilang dalam sekejap atau satu hari?! Keadaanmu seperti pasir yang dilemparkan ke satu tempat selama 40 tahun, mungkinkah ia lenyap dalam sesaat atau dalam sehari?! Orang yang melakukan maksiat lalu tenggelam dalam suatu yang haram, niscaya ia tidak akan bisa membersihkannya meskipun menyelam tujuh lautan jika belum bertaubat kepada Allah.”

[9] Jangan menjauhi majelis hikmah meskipun kau masih terus bermaksiat. Namun, teruslah mendekat dan menghadiri majelis. Kau harus tetap menghadiri majelis ilmu meskipun masih melakukan maksiat. Jika hari ini tidak mendapat manfaat, mungkin esok kau akan mendapatkannya. ketahuilah, satu kali duduk di majelis seorang ulama yang tulus dapat membuatmu berubah dari sosok pelaku maksiat menjadi hamba yang taat dan takut kepada Allah.

[10] Menghadiri majelis ilmu harus disertai sikap taubat dari dosa dan kelalaian agar hati menjadi bersih dan mendapat manfaat besar dari berbagai hakikat Islam yang ia dengar. Jika kelalaian masih bersarang dan hatimu masih berkarat serta terhijab oleh maksiat, bagaimana mungkin hatimu bisa memahami apa yang didengar. Ketahuilah, obat penyembuh ada di tanganmu. Lenyapkanlah hijab yang menutupi hatimu. Dengan begitu, kau akan mendapatkan manfaat besar dari kehadiranmu di majelis dan mendengarkan nasihat.[]

* Sumber : Taj al-Arus al-Hawi li Tahdzib al-Nufus, 2011; (Tajul Arus, 2013)

0 comments:

Followers