Jumat, 21 Januari 2011
Kargo Indonesia: Harta Karun Terpendam
Kargo Indonesia:
Harta Karun Terpendam
Tidak populer di negeri sendiri, kargo Indonesia justru jadi incaran maskapai kargo asing.
Sejak tahun 50-an belum ada maskapai penerbangan kargo yang sukses di dalam negeri/Foto : Dok. Angkasa
Potensi kargo Indonesia mirip harta karun. Baru bernilai ekonomis kalau sudah digali. Sayang sebagian besar pebisnis penerbangan dalam negeri enggan menggalinya. Sebagian menilai kargo sebagai komoditi tidak menguntungkan.
Sejarah panjang penerbangan Indonesia membuktikan, maskapai penerbangan kargo domestik jarang yang bernasib baik. Sejak tahun 50-an sampai sekarang belum ada maskapai penerbangan kargo yang sukses beroperasi di dalam negeri. Kalau pun ada, pasti ada backing-nya. Kalau tidak pemerintah, ya maskapai kargo asing.
"Di Papua, Manunggal Air sukses karena kerjasama dengan pemerintah daerah. Yang lain, muncul sebagai feederliner bagi maskapai kargo asing," kata Prayitno dari LSM Peduli Angkutan Udara Komersial Indonesia (PAUKI).
Analisis Prayitno bukan tanpa dasar. Sejak deregulasi bidang penerbangan berlangsung, di Indonesia muncul hanya satu maskapai penerbangan kargo, yakni RPX Airlines. RPX diketahui bermitra dengan Federal Express (FedEx), jagoan kargo asal AS. Yang lain, lebih suka beroperasi sebagai maskapai penerbangan penumpang atau carter. Menurut mereka bisnis penerbangan penumpang dan carter lebih basah ketimbang kargo.
"Ya, sepertinya arus penerbangan penumpang memang masih lebih baik daripada kargo," kata Cucuk Suryo Suprojo, Dirjen Perhubungan. Namun saat ini, lanjut Cucuk, arus dan pasar kargo cenderung meningkat dan berkembang. Hanya sayang, sampai sejauh ini belum banyak maskapai penerbangan yang mau berkonsentrasi menerbangkan kargo.
Minimnya jumlah maskapai kargo nasional terlihat di lapangan. Selain RPX yang terbang berjadwal, ada sejumlah maskapai carter yang ikutan terbangkan kargo. Mereka, antara lain Tri MG, Manunggal Air, Air Regional, dan Trigana.
Di tengah hinggar bingar perseteruan 22 maskapai penerbangan penumpang yang tak kunjung padam, jelas keberadaan aktivitas mereka seperti tak ada gaungnya. Padahal, sehari-hari mereka bisa menerbangkan jumlah tonase yang lumayan.
Sejak beroperasi Juli tahun silam, Tri MG berhasil mengantongi rata-rata load kargo domestik sebesar 11 ton. Pesawat kargo B737-200 Tri MG bisa menerbangkan hingga 15 ton kargo. Sementara sebuah B727-200 Tri MG yang beroperasi di kawasan Asia justru mengangkut lebih banyak lagi. "Sekali terbang bisa angkut 20-25 ton," ungkap Siti Khodijah Direktur Komersial Tri MG.
Tak kalah dengan Tri MG, RPX pun mengumpulkan angka serupa. Sekali terbang, rata-rata B737 RPX bisa menerbangkan 8-17 ton, tergantung dari panjang pendek rute dan kota yang disinggahi. RPX menyinggahi Jakarta, Surabaya, Balikpapan, Makassar, dan Singapura secara berjadwal. Sayang, Harsha E. Joesoef CEO RPX enggan mengungkapkan angka pasti jumlah load yang diterbangkan pesawatnya. "Rahasia perusahaan," katanya.
Dilirik asing
Dulu pasti ada backingnya. Kalu tidak pemerintah, ya maskapai kargo asing/Foto : Dok. Angkasa
Pertumbuhan kargo domestik yang cenderung lambat sepertinya masih menjadi momok operator penerbangan nasional. Mereka enggan masuk karena pasar kargo yang tak merata. Menurut Siti, pesawatnya terisi penuh hanya sekali jalan. "Pulangnya sering kosong." Tak meratanya tingkat isian ruang kargo inilah yang membuat sebagian besar pengusaha penerbangan nasional menjauhi main di kargo.
Pandangan maskapai kargo asing ternyata berbeda. Meski angka pertumbuhan kargo dalam negeri relatif lambat, mereka terus melirik Indonesia sebagai pasar potensial. Menurut mereka, kargo udara di Indonesia memainkan peran penting guna mendukung program ekspor.
"Kami melihat Indonesia sebagai pasar potensial," ujar Mr. Clifton Chua, MD Singapore and Indonesia, tanpa mau merinci lebih banyak menyangkut volume kargo dari Indonesia. Ia hanya memberi gambaran bahwa bisnis FedEx di Asia sangat baik. Selama periode Desember 2002-Februari 2003, volume kargo FedEx mengalami pertumbuhan cukup signifikan. Sebagian besar didominasi oleh pasar Asia.
Pernyataan senada dikemukakan UPS. "Kami melihat pasar kargo Indonesia tumbuh pesat. Hal ini membuat UPS tumbuh pesat selama dua tahun belakangan," kata Dave Metcalf Presiden Direktur UPS Indonesia.
Sayang, potensi dan pertumbuhan kargo yang pesat itu masih disia-siakan.(don/ttg)
HELI-HELI TEMPUR RUSIA
Setajam Cakar Beruang Merah
Luar biasa, TNI bakal kebagian heli tempur Mi-35 dari Rusia. Itu baru satu tipe saja. Di Negeri Beruang Merah itu ada heli-heli tempur andal lain yang juga sama ganasnya dengan Mi-35. Bahkan lebih!
Mi-35 adalah heli serbu yang juga mampu mengangkut pasukan/Foto : ROSVERTOL
Keberhasilan AB AS menggelar armada heli tempur dalam Perang Vietnam menyadarkan Rusia. Ternyata heli tak hanya sekadar alat angkut pasukan dan korban perang belaka. Berbekal senapan mesin, pelontar granat, dan roket, heli bisa dipakai menggebuk lawan.
Sebagai langkah awal, Rusia mendandani heli angkut Mil Mi-4 Hound-A jadi heli serbu bersenjata.Perombakan dilakukan dengan menambahi kubah kanon pada perut Mi-4. Tak hanya itu. Masih ada lagi peluncur roket dan rudal udara-permukaan.
Walau memuat seabreg senjata, toh heli keluaran tahun 50-an ini tetap bisa mengangkut pasukan. Tapi akibatnya heli jadi mandul soal manuver dan kecepatan. Hound bersenjata malah berubah jadi sasaran empuk tembakan lawan.
Keluarga Hip
Sampai pertengahan era 60-an rancang bangun heli Rusia belum berubah sedikit pun. Prinsipnya tetap saja heli angkut bersenjata. Tak heran bila Rusia pada tahun 1968 mencomot heli angkut Mil Mi-8TV Hip-C sebagai pengganti Hound.
Namanya juga pengganti, soal senjata yang dibawa tentu berubah. Pasti lebih berat ketimbang sang pendahulu. Tak kurang dari empat buah tabung peluncur roket UB-16 kaliber 57 mm menggantung di kanan dan kiri bodi heli.
Diperhitungkan daya hantam tembakan masih lemah, Rusia kembali merombak sistem senjata Mi-8. Hasilnya: varian Mi-8TV Hip-E muncul tahun 1974. Tak lagi empat, sekarang ada enam tabung roket UB-32 yang dibawanyadi. Selain itu, ada lagi tambahan empat unit peluncur rudal antitank AT-2 Swatter. Sementara untuk menghabisi pasukan lawan, ada sepucuk senapan mesin kaliber 12,7 mm di hidung heli. Perubahan kapasitas angkut senjata yang gila-gilaan tadi jelas membuat Barat jadi ketar-ketir.
Si penebar maut
Walau kemunculan varian bersenjata Mi-8 Hip sudah membuat Barat pusing, toh Rusia terus berkreasi soal heli tempur. Apalagi bila melihat peningkatan kepungan armada tank serta heli tempur lawan. Lalu? Ya, mau tak mau mesti dibuat heli baru: spesial pelahap tank dan heli tempur.
Pada rancang bangun heli tempur baru tadi, Rusia coba mengatasi semua kelemahan Hip. Soal kegesitan dan kecepatan, misalnya. Wajib dibenahi. Bodi heli dibuat ramping dan tahan peluru. Hasilnya, heli baru ini jadi sulit tercium radar lawan.
Seluruh perubahan itu dilakukan Mil Design Bereau (MDB) berdasarkan perintah Politbiro Rusia. Supaya singkat, maka MDB menggunakan heli Hip sebagai basis pengembangan Mi-24 Hind-A.
Walau berbasis sama, soal tampilan jelas beda. Dari muka Hind-A lebih ramping ketimbang Hip. Sekarang beralih ke arah samping. Dimulai dari ujung hidung tempat pilot dan kopilot duduk, dibuat agak landai. Selanjutnya pada bagian tengah, heli terlihat punya bentuk menggelembung. Bagian ini, selain wadah mesin, juga terdapat ruang untuk delapan serdadu. Dengan perubahan itu, tak pelak Hind-A punya bayangan mirip orang bungkuk. Maka pantas jika Barat menjulukinya "Si Bungkuk penebar maut"!
Simak lebih teliti lagi, di kanan-kiri bodi heli ditemui sayap kecil (stub wing). Kabarnya piranti ini punya peran mendongkrak daya angkat heli sampai 30 persen. Tak hanya itu, radius putar juga jadi lebih kecil. Jelas kesaktian tadi menunjang kegesitan manuver heli.
Masih bicara tentang stub wing. Bagian ini punya fungsi lain, yakni sebagai cantelan senjata. Senjata yang diusung adalah empat buah tabung roket UV-32 kaliber 57 mm, empat unit rudal antitank AT-2 Swatter serta sepucuk senapan mesin kaliber 12,7 mm. Pokoknya sama ganas dengan heli Mi-8 Hip-E.
Rombak hidung
Meski pada awal desain, Hind-A dianggap cukup sempurna, toh tetap saja ada kelemahan. Terutama pada kanopi. Bagian ini rentan terhadap tembakan lawan. Kelemahan itu diatasi dengan merombak bagian hidung. Hasilnya, dua kokpit berbentuk gelembung nangkring di ujung hidung heli. Heli hasil operasi plastik ini pun sekarang punya nama baru, Mi-24 Hind-D.
Rombakan kokpit model begini membuat Rusia menanggung predikat penjiplak. Lho kok bisa? Untuk tahu jawabannya mari kita lihat hasil modifikasi tadi. Kokpit bagian depan adalah pos bagi petembak. Sementara ruang di belakangnya, jadi milik pilot. Kedua awak heli dilindungi lapisan baja antipeluru. Kategori tahan pelor juga melekat pada kaca-kaca kokpit. Nah, konfigurasi lokasi awak serta teknik proteksi macam tadi sudah duluan dipakai AS pada heli tempur AH-1 Cobra. Jadi logis kalau Rusia dinilai sebagai plagiat oleh Barat.
Masih soal kokpit, seluruh interior dicat hijau pupus. Trik pengecatan ini bisa mengurangi kelelahan mata awak heli saat bertugas.
Sekarang kita beralih ke soal senjata. Kapasitas angkut dan tipe senjata Hind-D sama denganHind-A.Perbedaan keduanya hanya ada pada kubah senapan mesin kaliber 12,7 mm yang kini punya empat laras.
Perombakan tadi tampaknya cukup canggih. Tapi ketika Rusia menginvasi Afghanistan, ada pelajaran berharga yang didapat. Senapan mesin multi laras kaliber 12,7 mm ternyata mandul untuk melibas benteng-benteng alam Mujahidin. Akibatnya senjata inipun diganti. Penggantinya adalah kanon ganda GSH-30-2 kaliber 30 mm. Keduanya menempel di kanan bodi heli yang kini bernama Mi-24P Hind-F.
Versi ekspor
Ka-50 mampu dipasangi rudal anti pesawatIgla V/Foto : KAMOV
Ketika perang dingin memuncak, Rusia bersumpah tak akan mengekspor seluruh varian heli Hind. Tapi begitu Tembok Berlin runtuh, prinsip ini dilanggar juga. Supaya tak terlalu malu, maka Rusia melansir ulang Mi-24V Hind-E untuk varian ekspor, yaitu Mi-35V Hind-E.
Berganti kode, berganti pula kemampuan heli. Kini semua sistem rudal anti tank dilucuti. Sistem pertahanan diri (chaff/flare) juga dibuang dari tubuhnya. Dengan semua pengurangan tadi maka Mi-35V punya kesaktian dibawah Mi-24V. Toh varian ini laku juga dibeli Afghanistan, Angola, dan India.
Selain Mi-35V, Rusia masih menjual varian lain, yaitu Mi-35P Hind F. Basis yang diambil adalah heli Mi-24 Hind-F. Jika dibedah, varian Mi-35P lebih unggul dibanding Mi-35V. Keunggulan ada pada sistem peluncur rudal. Rudal antitank serta piranti avionik pendukungnya jadi perangkat standar. Tercatat Angola dan Irak mengoperasikan Mi-35P.
Belakangan, untuk meraup dolar lebih banyak lagi, Rusia melahirkan Mi-35M. Varian ekspor teranyar tadi menawarkan sejumlah pembaharuan. Untuk mendongkrak tenaga, kepala rotor titanium diambil dari heli serang Mi-28 Havoc. Kemampuan serbu tak hanya siang, tapi juga bisa malam hari. Semua peralatan sensor dan avionik garapan Barat dijamin bisa pas dipasang. Sementara untuk senjata tetap, ada kubah kanon dua laras kaliber 23 mm di hidung. Dengan segudang kelebihan tadi, ditanggung banyaknegara bakal kesengsem.
Awak ganda
Pada era 80-an pandangan Rusia tentang heli tempur berubah. Kini Rusia membagi tugas heli serbunya. Yaitu sebagai pengangkut pasukan bersenjata dan pelahap tank maupun heli lawan. Tugas pertama diserahkan pada Mi-17V (generasi akhir Mi-8 Hip). Sedang tugas kedua diberikan pada heli Mi-28 Havoc dan varian Ka-50 Hokum.
Inovasi desain pada Havoc bisa dibilang pro-Barat. Jumlah awak heli misalnya, cukup dua orang saja. Itupun tak bisa menggotong serdadu.Seperti pada AH-64 Apache-nya AS, desain kursi awak dibuat ber-trap kebelakang.
Kini giliran senjata. Lagi-lagi seperti Apache, kubah kanon laras tunggal 2A42 kaliber 30 mm menempel di dagu Havoc. Kubah ini bisa diputar ke kanan maupun ke kiri dengan radius 110 derajat. Sementara stub wing pada badan heli punya empat cantelan. Tiap cantelan bisa menggotong berbagai tipe senjata seberat 480 kg. Senjata yang diusung adalah tabung roket, rudal antitank AT-6 Spiral, dan juga rudal antipesawat varian Strela.
Walau punya aneka jenis senjata, rasanya Havoc belum lah cukup jadi heli tempur kalau tak didukung piranti bela diri. Maka piranti antirudal Chaff/ Flare pada ujung-ujung sayap jadi perangkat standar. Tak hanya itu, kedua awak heli dilindungi oleh konstruksi tahan peluru ala bathtub.
Segudang kesaktian persenjataan Havoc tadi didukung oleh bentuk fisik yang ramping. Lebih ramping ketimbang keluarga Mi-24/35. Padahal mesin yang dipakai sama. Itu yang membuat Havoc ditanggung lebih ganas ketimbang Mi-24/35.
Sang pengganjal
Masih di era yang sama, di Rusia, Havoc punya rival berat. Pesaingnya adalah Kamov Ka-50 Chernaya Akula. Artinya adalah hiu hitam. Pihak NATO menjuluki Ka-50 dengan nama Hokum.
Namanya juga bersaing, so pasti Kamov punya trik buat mengganjal laju Havoc. Taktik yang disodorkan adalah sistem baling-baling utama bertumpuk (superimposed co-axial main rotor). Konsep macam ini sukses diadopsi pada heli-heli buatannya yang lain, macam heli Ka-25/27. Dengan teknologi tadi, fisik Ka-50 lebih ringkas ketimbang Havoc. Selain itu, heli ini hanya mengandalkan satu orang saja buat mengoperasikannya.
Keberhasilan dalam inovasi rancang bangun diikuti dengan kehebatan soal senjata. Kabarnya senjata yang dibawa lebih dahsyat lagi dibandingkan Havoc. Sebut saja soal rudal antitank. Ka-50 mengusung rudal generasi akhir Vikhr (AT-9). Kemampuan antipesawat juga dimiliki dengan dipasangnya rudal Igla V. Sedang sebagai senjata tetap, bertengger sepucuk kanon kaliber 30 mm di bagian kanan tubuh Ka-50.
Inovasi selanjutnya, Kamov melahirkan turunan Ka-50, yaitu Ka-52 Alligator. Perbedaannya adalah pada konfigurasi awak yang berjumlah dua orang. Keduanya duduk berdampingan pada kokpit yang lebih lebar. Mirip Mi-35, kabarnya Ka-52 juga bisa dipasangi dengan sejumlah avionik asal Barat.
Tak disangka, Rusia yang awalnya mencontoh strategi AS dalam perang Vietnam, bisa juga melahirkan heli-heli tempur super ganas. Walau untuk itu butuh proses yang cukup panjang dan melelahkan.(avi)
www.pusatprofilindonesia.com/
Operation Gift
AU dan AL ikut mendukung pasukan darat yang dikerahkan AD Israel
Operation Gift merupakan salah satu misi luar negeri pasukan elit Israel yang terbilang spektakuler. Operasi dilakukan jauh sebelum Operasi Entebe yang legendaris.
Siapa pun tahu Timur Tengah seperti ditakdirkan sebagai daerah "panas". Saban hari hampir selalu ada bibit konflik meletup. Tidak hanya terjadi dalam hubungan antar negara di sana, tetapi kadang muncul juga di antara faksi dari sebuah organisasi. Kemarahan Israel pada 1968 seperti ditulis dalam The Elite karya Samuel M. Katz (1992) adalah contoh betapa rentannya hubungan seperti itu di sana.
Peristiwa tersebut persisnya dipicu kasus lainnya, pembajakan pesawat El Al yang terjadi pada 22 Juli 1968. Tiga orang anggota kelompok garis keras yang bermarkas di Timur Tengah ini tiba-tiba mengacungkan senjata dalam kabin pesawat milik perusahaan penerbangan Israel itu tak lama setelah bertolak dari Bandara Fiumicino, Roma, Italia. Aksi ini bikin heboh Israel karena baru pertama kali terjadi pada mereka. Teror dalam penerbangan menuju Bandara Lod, tel Aviv, Israel ini berbuntut panjang.
Setelah membunuh pilot, para pembajak ¬ salah seorang diantaranya mantan pilot Gulf Air mengalihkan pesawat berisi 39 orang ini ke Bandara Dar El Baida, Aljazair. Hampir seluruh penumpang dibebaskan kecuali delapan pria Israel yang diserahkan kepada intel Aljazair untuk diinterograsi. Organisasi tersebut hendak menjadikan para sandera sebagai komoditi barter dengan anggota kelompoknya yang ditahan penguasa Israel.
Saat Israel tengah kebingungan menentukan cara penyelesaian yang paling efektif, mereka kembali beraksi terhadap pesawat El Al tapi cara dan lokasinya berbeda. Empat bulan kemudian (26/11/68), sebuah pesawat El Al yang hendak tinggal landas dari Bandara Athena (Yunani) mendadak ditembaki dan dilempari granat. Pesawat terbakar, seorang teknisi El Al tewas, seorang pramugari luka parah, dan sejumlah penumpang luka ringan. Pelaku dapat dibekuk, tapi pihak Yunani terpaksa melepaskan setelah pesawatnya juga "dikerjai".
Israel sebenarnya sempat berencana melancarkan operasi komando guna membebaskan warganya yang tengah disekap. Namun karena risikonya terlampau besar, operasi dengan sandi Operation Gift (Mivtza Tshura) ini terpaksa dibatalkan. Rencana kemudian beralih ke aksi pembajakan balasan terhadap sejumlah pesawat milik perusahaan penerbangan negara-negara pendukung organisasi tersebut yang kebetulan sedang berada di Bandara Internasional Beirut, Lebanon.
Para petinggi AB Israel menganggap peluang keberhasilan operasi ini besar, karena selain jaraknya lebih dekat,"nilai ekonomi"-nya juga lebih tinggi. Israel ingin "menggunakan" pesawat-pesawat tersebut sebagai modal barter dengan pihak pembajak.
Belum lagi rencana matang, insiden Athena terjadi. Israel pun kalap. Lewat berbagai pertimbangan, akhirnya diputuskan tujuan serbuan ke Bandara Beirut bukan saja untuk merampas. Operation Gift juga digelar untuk menghancurkan pesawat sebanyak-banyaknya dalam tempo sesingkat-singkatnya. Operasi berbentuk serangan lintas udara pasukan komando dan bukan aksi pemboman oleh armada jet tempur Israel.
Algojo tak berotak
Tiga unit yang dikerahkan melakukan serangan pada malam hari
Jauh hari sebelum insiden Roma, dinas intelijen Israel, Mossad, telah menghimpun banyak data perihal situasi bandara di beberapa ibukota negara Arab termasuk Beirut. Nyaris tidak ada kegiatan harian bandara yang luput dari pengamatan mereka. Bandara internasional yang terletak di kawasan selatan kota metropolitan Beirut ini hanya berjarak dua kilometer dari pantai Laut Tengah. Sekitar 90 kilometer di selatan bandara terletak kota perbatasan Israel-Lebanon paling utara, Rosh Hanikra.
Kedua jalur landas pacu bandara Beirut saling bersilangan membentuk formasi gunting memanjang dari utara ke selatan. Di antara kedua ujung sisi baratnya terdapat hangar tempat memperbaiki pesawat yang turun mesin. Markas satuan pemadam kebakaran (PMK) dan unit paramedis lokal yang dikerahkan bila sewaktu-waktu terjadi kecelakaan pesawat berada di selatan terminal penumpang.
Pengamanan kompleks bandara dilakukan 90 orang tenaga satpam bersenjata ringan yang terbagi dalam tiga kelompok gilir kerja. Bila dibutuhkan, sekitar tiga kilometer dari bandara terdapat markas peleton Angkatan Darat Lebanon berkekuatan 28 orang yang dapat disiagakan dalam tempo lima menit. Satuan elit polisi yang bermarkas di tengah kota dapat menjangkau bandara kurang dari setengah jam. Satuan lapis baja AD Lebanon juga dapat diminta ikut mendukung. Mereka perlu waktu sekitar satu jam untuk mencapai bandara. Mossad juga tahu di dekat bandara ada beberapa kamp pengungsi yang kerap dijadikan pangkalan rekrutmen para pelaku serangan di wilayah Lebanon Selatan.
Dalam serangkaian rapat kabinet pimpinan PM Ievy Eshkol sempat diperdebatkan soal satuan mana yang bakal diberi kepercayaan melaksanakan operasi. Akhirnya dicapai kata sepakat tugas "pamer kekuatan" ini dibebankan ke pundak Batalyon Intai Tempur Markas Besar AB Israel, Sayeret Mat'kal.
Di jajaran AB Israel, Sayeret Mat'kal dinilai sebagai satuan elit paling handal. Kekuatannya tak sampai 200 orang, namun pengalamannya dalam sejumlah aksi intelijen tempur antara tahun 1963 sampai 1968 adalah jaminan khusus. Sebagaimana lazimnya elit Israel, keberadaan baret merah ini sangat dirahasiakan. Tak banyak menteri kabinet maupun petinggi AB Israel yang tahu seluk beluknya. Hal inilah yang membuat Menteri Pertahanan Jenderal Moshe Dayan dan Panglima AB Letjen Chaim Bar Lev was-was. Apapun hasil operasi ini, dampaknya pasti sangat luas dan heboh. Identitas dan kegiatan Sayeret Mat'kal bakal terkuak.
Agar keberadaannya tetap tersamar, diputuskan Satuan Intai Tempur Brigade Infantri ke-35 AD (Sayeret Tzaha'nim) ikut dilibatkan mendampingi Mat'kal. Panglima Pasukan Para, Brigjen Rafael "Raful" Eitan dipercaya memimpin operasi dengan Kolonel Chaim Nadel sebagai wakilnya.
Dalam gelar operasi ini PM Levy Eshkol cuma berpesan agar jumlah korban ¬ terutama di pihak sipil lokal dan asing ¬ bisa ditekan sekecil mungkin. Hal ini ditekankan agar citra Israel tidak babak belur dicap sebagai algojo tak berotak.
Dalam rencana operasi, Brigjen Eitan membagi Bandara Beirut dalan tiga sektor, yaitu barat, timur dan terminal penumpang. Unit 1 dengan 22 personel Sayeret Mat'kal yang dipimpin komandannya sendiri Letkol Uzi Yairi akan diserahi tugas menghancurkan pesawat di kawasan barat. Unit 2 dengan 20 personel yang dipimpin Wakil Komandan Mat'kal, Mayor Manchem Digli diberi jatah melumat pesawat masih di kawasan barat. Jika ada serangan mendadak, unit inilah yang harus meredam. Begitu pula dalam proses evakuasi udara, unit ini harus membentuk parimeter pertahanan. Sedang Unit 3 dengan 22 orang anggota kompi B Tzaha'nim yang dipimpin Kapten Gabi Negbi diserahi tugas meledakkan pesawat yang membentang dari sisi utara landas pacu timur, selatan bandara, hingga terminal keberangkatan.
Masing-masing unit dibekali paket-paket bahan peledak. Semuanya diangkut menuju sasaran lewat jalan udara. Agar tiap langkah operasi dapat dikoordinasikan, dibentuk unit komando aju (forward commando group) berkekuatan 12 orang yang dipimpin langsung Brigjen Eitan.
Ada tiga pilihan cara proses evakuasi seluruh anggota pasukan. Pertama, semua akan dievakuasi dari titik persilangan dua jalur landasan pacu, dengan sandi titik "London", dan diangkut memakai beberapa heli Super Frelon yang semula dipakai untuk tiba di lokasi. Kedua, seandainya ada heli Super Frelon rusak atau hancur, dua buah pesawat diangkut Noratlas bakal mendarat di salah satu jalur landas pacu dan mengangkut seluruh anggota pasukan.
Ketiga, apabila terjadi kegawatan di luar perhitungan semula, cara terakhir yang akan ditempuh adalah menempuh jalan darat menuju titik temu di pantai Beirut ¬ dengan sandi pantai "Roma" selanjutnya dievakuasi lewat laut di bawah pengawalan satuan komando AL.
Operasi tiga angkatan
Sasaran adalah pesawat milik perusahaan penerbangan pendukung organisasi itu
Operation Gift sangat berarti bagi AB Israel. Itu sebabnya pihak AU dan AL juga turut mendukung pelaksanaan operasi. AU Israel (H'yael Ha'Avir) menyediakan delapan buah heli SA-341K Super Frelon buatan Prancis sebagai sarana angkut utama. Dua diantaranya sebagai cadangan. Komandan skadron heli AU, Letkol Eliezer "Cheetah" Cohen juga menggelar delapan buah heli Bell 205 bersenjata buatan AS (satu diantaranya sebagai cadangan). Lima unit untuk mengamankan proses evakuasi (jika armada Super Frelon diserang). Satu unit akan dijadikan pos komando aju (tempat Brigjen Eitan). Sedang satu lagi untuk mengangkut perangkat transmisi.
Letkol Cohen akan berada di salah satu Bell 205 didampingi perwira pasukan para, mekanik udara, dan tenaga paramedis. Bersama satu buah Bell 205 lainnya, Letkol Cohen kebagian "jatah" memblokade jalan-jalan menuju kawasan utara dan timur bandara mencegah datanganya bala bantuan AD Lebanon.
Selain Super Frelon dan Bell 205, AU Israel juga mengerahkan lima buah pesawat transpor jenis N-2501-IS Nord Noratlas (satu diantaranya sebagai cadangan) yang akan terbang berputar di atas Beirut. Dua Noratlas bertugas menebar granat tabir asap di kawasan pemukiman sekitar bandara sekaligus mengangkut perangkat transmisi.
Agar setiap saat Brigjen Eitan dapat berkomunikasi dengan Jendral Dayan, dua buah Boeing 707 berisi alat telekomunikasi canggih bersiaga di atas pesisir pantai Lebanon dikawal armada dua pesawat tempur terdiri dua A4 Skyhawk, empat Vatour III, dan setengah lusin Mirage IIIC. Pihak AU ingin berjaga-jaga seandainya tiba-tiba muncul serangan AU Lebanon atau Suriah.
Seolah tak ingin ketinggalan, pihak AL (H'yael Ha'Yamin) bakal mengerahkan dua kapal patroli kelas Sa'ar yang dilengkapi peluru kendali Gabriel dan 13 perahu karet Zodiac plus satu peleton pasukan komando AL. Setelah menempuh pelayaran 3,5 jam tanpa henti, gugus tugas komando AL ini akan bersiaga di suatu tempat antara Tirus dan Sidon sekitar enam mil laut dari pantai "Roma" tepat pada jam "J" saat pelaksanaan operasi di darat. Kedua kapal patrolinya akan berlabuh sekitar 12 mil laut lepas pantai Beirut karena berada di luar jangkauan radar Lebanon. (Dalam prakteknya hanya satu kapal yang beraksi karena yang lain mesinnya ngadat).
Dalam rapat konsolidasi terakhir yang dihadiri seluruh anggota pasukan pelaksana kembali ditekankan bahwa sasaran hanyalah pesawat-pesawat dari negara pendukung organisasi. Pesawat lain tak boleh disentuh sedikit pun agar tidak berdampak timbulnya kecaman dunia internasional.
Tiap pesawat dihancurkan dengan memasang dua paket bahan peledak pada roda pendarat. Satu di bawah hidung sementara lainnya di salah satu sayap. Ledakan diharapkan dapat melumpuhkan sekaligus membakar pesawat. Meskipun tiap pesawat bakal diledakkan terpisah, tapi bisa saja dipakai rangkaian paket bahan peledak dengan satu tombol bahan peledak guna melumatkan beberapa pesawat sekaligus. Para anggota pasukan bebas memilih cara peledakan tergantung situasi dan kondisi di lapangan. Operasi diperhitungkan makan waktu sekitar 30 menit terhitung sejak heli Super Frelon pertama mendarat hingga heli terakhir angkat kaki dari lokasi.
Hari "H" ditetapkan Sabtu, 28 Desember 1968. Jam "J" semula direncanakan pukul 22.00 waktu Beirut telah dipercepat 45 menit. Alasannya, sekitar jam itu jumlah pesawat di bandara jauh lebih banyak dibandingkan pukul 22.00. Sehingga diharapkan hasilnya lebih maksiman. Tanpa banyak tanya PM Israel segera menyetujui pelaksanaan operasi ii setelah Letjen Bar Lev memaparkan dengan rinci langkah-langkah yang bakal dilakukan sambil dibekali segudang data yang tersaji pada foto-foto hasil pemotretan udara terhadap sasaran.
"Selalu pakai otakmu"
Delapan heli Bell 205 dikerahkan dalam operasi dan Eitan sebagai komandan operasi berada di salah satu heli tersebut
Menjelang hari "H" Letjen Bar Lev terpaksa menolak ususlan pihak AU mengadakan pemotretan udara untuk memperoleh data situasi terakhir sasaran. Ia kuatir puhak Lebanon curiga sehingga unsur pendadakan operasi hilang. Akibatnya Brigjen Eitan dan anak buahnya terpaksa mengandalkan data yang terkumpul sebulan sebelumnya.
Agar anak buahnya tidak salah sasaran, selain mewajibkan seluruh pasukan untuk menghapalkannya, Brigjen Eitan juga membekali anak buahnya dengan kartu kecil bergambar sejumlah logo perusahaan penerbangan yang diincar. Eitan beralasan, dalam situasi tegang dan kacau akibat dikejar waktu yang sempit, anak buahnya bisa saja berbuah "kealpaan" yang berakibat fatal bagi negaranya. Sedapat mungkin hal ini harus dicegah.
Gladi resik operasi dilakukan pada hari "H" sejak pagi hingga petang tanpa hanti bertempat di Bandara Lod. Banyak pihak menentang pilihan lokasi ini karena kuatir rahasia operasi bakal bocor ke masyarakat sebelum waktunya. Namun Brigjen Eitan tetap berkeras dengan pilihannya. Ia beralasan cara ini lebih praktis dan dapat disamarkan seolah kegiatan latihan rutin. Usai mandi keringat selama 10 jam, saat matahari terbenam seluruh anggota pasukan diistirahatkan dengan Brigjen Eitan segera melaporkan kesiapan pasukannya kepada Letjen Bar Lev.
Tepat pukul 20.00 Brigjen Eitan melakukan inspeksi terakhir menjelang keberangkatan. Seluruh anggota pasukan berseragam tempur lengkap dengan baret merahnya. Mereka menenteng senapan serbu AK-47 keliber 7,62 mm dan menggendong ransel hijau penuh bahan bakar. AK-47 dipilih karena jarak tembak efektifnya lebih baik dibanding pistol mitraliur Uzi kaliber 9 mm. Tetapi bentuknya lebih ringkas dibandingkan senapan baku AB Israel kala itu, FN FAL kaliber 7,62 mm buatan Belgia.
Selain mengucapkan selamat jalan, Brigjen Eitan juga berujar, "Selalu pakai otakmu dan jaga diri baik-baik. Aku tak mau menyanyikan Kadish untuk kalian!" Kadish adalah lagu pengiring upacara kematian orang Yahudi.
Seluruh armada heli mulai bergerak meninggalkan Lanud Ramat David di kawasan Israel utara pukul 20.37. Suasana malam yang pekat mendadak riuh oleh suara mesin dan rotor heli. Penerbangan dari Ramat David ke Beirut bakal makan waktu 45 menit untuk Super Frelon dan 53 menit untuk Bell 205. Konvoi ini langsung memotong jalur konvensional melewati Lembah Jazreel dan Lembah Zevulun untuk sesaat berkonsolidasi pada titik berjarak 12 km sebelah barat Rosh-Hanikra. Kemudian langsung tancap gas mencapai ketinggian terbang maksimum untuk tidak mengundang perhatian penduduk sepanjang rute perjalanan.
Iring-iringan selanjutnya berbelok tajam ke arah timur laut menyusuri tepi pantai agar irit bahan bakar meskipun risikonya tertangkap radar AU Lebanon. Saat mendekati kawasan bandara yang gemerlap disiram cahaya lampu kota Beirut, seluruh heli menurunkan ketinggiannya hingga kurang dari 100 m. Akibatnya pandangan para pilot agar terhalang kabut musim dingin dari Laut Tengah.
Tepat pukul 21.28, ketiga unit pelaksana utama operasi berhasil menjejakkan kaki di landas pacu tanpa kepergok tuan rumah. Tigapuluh dua orang segera berlarian menuju sasaran masing-masing dan mengidentifikasi calon korbannya sebanyak mungkin. Sementara itu pasukan pelindungnya langsung mengambil posisi siap tembak.
Lima menit kemudian giliran Brigjen Eitan tiba di lokasi. Operation Gift dimulai!
29 menit, 14 pesawat
Salah satu jenis pesawat tempur yang disiapkan untuk berjaga-jaga bila diperlukan adalah Vatour III
Sebagai satuan yang pertama kali mendarat, Unit 2 lebih dulu terlibat kontak senjata dengan pihak Lebanon. Meskipun di sebuah lapangan terbuka sebelah selatan bandara rentetan tembakan menyalak dari berbagai sisi, Unit 2 dapat membungkam dalam tempo singkat. Selagi rekan-rekannya memberi tembakan perlindungan, regu penghancur Unit 2 bergegas ke utara melintasi bangunan tempat unit PMK menuju sasaran jatahnya.
Di bawah cahaya terang benderang tampak empat buah pesawat nongkrong di sana. Masing-masing dapat jatah lima kilogram bahak peledak. Tanpa banyak kesulitan dua pesawat berhasil diledakkan. Ketika pesawat ketiga akan diledakkan, mendadak ada tembakan dari arah terminal penumpang. Namun serangan ini toh tak bisa menyelamatkan pesawat tersebut. Selanjutnya, tersisa satu pesawat yang akhirnya tak disentuh karena identitasnya tak jelas.
Usai menjalankan misi, Unit 2 segera bergerak ke titik "London". Ratusan calon penumpang yang ada di terminal terheran-heran melihat begitu banyak pasukan baret merah Israel berlarian ke sana ke mari disertai kilatan api tembakan AK-47. Mendadak terdengar gelegar mengagetkan disertai semburan api ke udara. Dalam hitungan detik, landas pacu sebelah utara diterangi jilatan api warna-warni.
Letkol Yairi bersama anak buahnya yang mendarat di kawasan utara landas pacu sebelah barat menemukan 11 pesawat yang terbagi dalam tiga kelompok. Kebetulan lokasinya dekat komplek AD Lebanon yang saat kedatangan Unit 2 lampunya mendadak dimatikan.
Satu regu kecil tentara Lebanon yang menumpang sebuah minibus sempat memberikan perlawanan, namun anak buah Yairi terlampau kuat buat mereka. Dari ketiga kelompok pesawat tadi, salah satunya terdiri dari lima buah pesawat, sementara dua lainnya masing-masing terdiri tiga pesawat. Di lokasi ini Unit 1 menghancurkan 10 pesawat, tiga diantaranya diledakkan secara bersamaan karena letaknya saling berdekatan. Pesawat ke-11 sengaja dibiarkan karena hanya seonggok pesawat C-47 rongsokan.
Kesulitan sempat timbul manakala ada tiga orang awak pesawat Middle Eastern Airlines ngotot tak mau meninggalkan pesawatnya yang telah dipasangi bahan peledak. Ketiganya baru menyerah setelah diancam bakal ditembak di tempat. Karena tempat beraksinya tak jauh dari titik "London", meski telah rampung Unit 1 tak beranjak dari kedudukannya. Mereka hanya bersiaga menunggu tibanya saat evakuasi.
Sesampainya di titik yang ditentukan, Unit 3 segera bergerak menuju jatahnya yang ada di kawasan selatan sepanjang landas pacu timur. Seluruhnya ada empat pesawat. Satu di dalam hanggar sedang lainnya dekat pintu hanggar. Semula keempat pesawat akan segera diledakkan bersamaan memakai rangkaian paket bahan peledak, namun niat ini tiba-tiba diurungkan. Ada puluhan pekerja dalam hanggar yang jika pesawat diledakkan, jiwa mereka akan terancam.
Beberapa anggota Unit 3 sempat berteriak dalam bahasa Inggris dan Arab menyuruh mereka keluar. Namun, para pekerja itu justru panik dan ramai-ramai berkumpul di satu ruangan sambil mengunci pintu. Kapten Negbi yang habis kesabarannya segera memerintahkan peledakan dimulai. Tetapi entah kenapa ledakan itu tak terjadi. Para pekerja tadi lalu bersorak gembira. Mengapa? Seandainya sampai terjadi ledakan ratusan orang yang ada di bandara ¬ termasuk pasukan Israel bakal terpanggang hidup-hidup karena ternyata salah satu pesawat tangki bahan bakarnya baru diisi penuh dan tak lama lagi bakal tinggal landas.
Unit 3 akhirnya ditarik mundur menjauhi hanggar menuju ke arah selatan. Kapten Negbi sempat minta izin Brigjen Eitan untuk meledakkan pompa bensin yang ada di timur belakang terminal penumpang tapi ditolak. Unit 3 sebaliknya diperintahkan bergegas menuju titik "London".
Tak mau kalah dengan koleganya di darat, Letkol Cohen dan rekannya beraksi di udara. Dalam dua kali melintas, mereka menebar 95 buah granat asap dan 20 granat pijar. Akibatnya terjadi kabut asap buatan di seluruh ruas jalan menuju bandara.
Sejak awal semua pihak yang terlibat sadar operasi ini memang berisiko tinggi. Apapun dasarnya, terlampau lama berada di wilayah musuh jelas sangat riskan. Maka Letjen Bar Lev memutuskan seluruh tahapan operasi harus rampung dalam tempo 30 menit. Kenyataan waktu yang dibutuhkan hanya 29 menit! Unit yang pertama kali tiba di titik evakuasi ialah Unit 3. Tepat pukul 21.47 dengan diangkut heli Super Frelon mereka bertolak kembali ke Israel. 10 menit kemudian rekan-rekannya menyusul beriringan kembali ke arah selatan memasuki wilayah tanah airnya.
Satu unit pasukan komando AL berikut belasan perahu karetnya yang semula disiapkan di pantai evakuasi cepat-cepat angkat kaki meninggalkan posnya begitu mendengar operasi di darat telah rampung sesuai rencana. Didampingi sebuah kapal torpedo yang selama operasi buah sauh sekitar 1,5 km dari tepi pantai, gugus tugas AL ini tiba kembali di pangkalan Haifa Minggu dinihari 29 Desember 1968.
Dari udara dinihari Bandara Beirut tempak terang benderang laksana di siang hari. Jumlah pesawat yang dihancurkan ternyata melebihi rencana semula yang cuma empat buah. Tak seorang pun anggota tim terluka. Seluruhnya 14 buah pesawat (dua buah diantaranya jenis Boeing 707) ludes dilalap api. Nilai kerugian ditaksir berkisar antara 42-44 juta dollar AS. Buah yang dipetik Israel dari aksinya ini ialah jatuhnya sanksi embargo senjata dari Prancis. Presiden Charles de Gaule merasa kehilangan muka di depan koleganya di Timur Tengah. (Santoso Purwoadi, Peminat Masalah Militer)
Foto-foto: istimewa
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar