Oleh Avisenna Pramitasari*
Prolog
Suatu ketika ada seorang ukhti kecil yang bertanya padaku, “mba, sepenting itukah kemuslimahan? Sehingga harus ada wadah sendiri untuk menghasilkan sebuah kontribusi?” kurang lebih seperti itu pertanyaannya. Waktu itu aku hanya diam, tak cukup sedikit kata untuk memuaskan logikanya, pikirku waktu itu. Biarlah waktu yang akan membelajarkan hati dan menemukan dinamika akal yang ‘kan terus berpikir untuk menemukan jawabnya sendiri. Namun, kemudian aku berpikir kembali, setidaknya aku akan mencoba untuk menjelaskannya melalui cara lain, salah satunya melalui tulisan ini.
Siapakah sosok muslimah itu?
Mari kita coba menjawab pertanyaan di atas dengan membedakan antara beberapa istilah yang biasa kita gunakan, yaitu : cewek, perempuan, wanita, akhwat, dsb. Adakah terlihat sebuah perbedaan? Ya tentu saja yang pertama adalah penulisannya. Kedua, perbedaan bahasa, agar orang lebih mudah menggunakan konteks dan istilah tadi untuk mempermudah penggambaran bagi lawan bicara. Ketiga, adalah perbedaan persepsi. Persepsi inilah yang membawa kita membedakan istilah tadi berdasarkan simbol, ideologi, keyakinan, rasa, konteks sosiologisnya dsb. Namun, iman Islam menyatukan istilah tadi dalam naungan nama MUSLIMAH, yaitu seorang perempuan, wanita, cewek, akhwat yang beragama Islam. Oleh karena itu, menjadi kurang pantas apabila kita enggan untuk mengikuti acara kemuslimahan dengan alasan “saya kan ga muslimah banget” ataupun kita merasa lebih dengan jilbab yang besar dan panggilan akhwat, akhirnya merasa malu untuk berkumpul dengan para cewek yang baru semangat-semangatnya belajar agama.
0 comments:
Posting Komentar