“…anggota badan manusia ibarat anak air yang mengalir ke hati. Janganlah menyiram hatimu dengan perbuatan hina seperti ghibah, namimah, perkataan kotor, melihat yang tidak halal, dan sejenisnya. Hati tidak dihijab oleh yang keluar darinya, tetapi dihijab oleh yang memasukinya. Hati akan bersinar dan bercahaya dengan makanan yang halal, dzikir, bacaan Al-Qur’an, pemeliharaan diri dari melihat sesuatu yang mubah, makruh, dan terlarang. Janganlah membuka mata kecuali untuk menambah ilmu atau hikmah…”-(Syaikh Ibnu Athaillah)
Sungguh celaka jika manusia mengutamakan ibadah lahiriah yang dilakukan anggota tubuh, tetapi melupakan ketakwaan hati. Amal lahiriah tidak bermanfaat jika hati dalam keadaan lalai.
Ibnu Athaillah memberikan perumpamaan tentang hati dalam hubungannya dengan anggota tubuh. Hati bisa mendapat pengaruh buruk dari anggota tubuh sehingga hati terhijab dari Allah meskipun sesungguhnya yang menjadi pimpinan dalam diri manusia adalah hati. Anggota tubuh laksana anak sungai yang tumpah mengalir ke hati. Apabila anak sungainya dipenuhi najis maka hati ikut menjadi najis.
Sebaliknya, hati yang baik dan sehat akan melahirkan kehendak yang baik sehingga hamba kembali kepada fitrahnya dan tubuh pun kembali kepada keadaan azalinya. Beberapa jalan yang dapat ditempuh jika menghendaki hati yang bersinar dan bercahaya : [1] memakan makanan dan minuman yang halal, yang berasal dari usaha yang baik dan bebas dari syubhat; [2] berdzikir; [3] membaca Al-Qur’an.
Ada beberapa macam najis maknawi yang akan mengotori dan merusak keadaan hati, di antaranya :
– ghibah (menggunjing)
– namimah (mengadu domba), yaitu menyampaikan satu ucapan dari seseorang kepada orang lain dengan tujuan untuk merusak hubungan mereka.
– berkata buruk, yaitu ucapan yang mengandung kesombongan, kedengkian, dan rasa iri.
– melihat segala sesuatu yang tidak halal, karena ini bertentangan dengan perintah Allah : “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya…”(QS [24]:30-31); Bukti bahwa perbuatan semacam itu mempengaruhi hati adalah sabda Rasulullah Saw : “Tatapan adalah salah satu panah beracun Iblis. Siapa yang menjaganya, Allah akan memberinya keimanan yang manisnya dapat dirasakan dalam hati.”
Menjaga diri dari melihat yang mubah, makruh, dan haram, jelasnya seorang mukmin harus mempergunakan penglihatannya sesuai dengan ridha Allah. Sikap tersebut merupakan bentuk syukur kepada Allah atas nikmat penglihatan. Sesungguhnya melihat yang mubah tidak terlarang. Namun, ketika melihat yang mubah akan melalaikan diri dari kewajiban, atau membuatnya menunda-nunda shalat, atau membuat hati menjadi lalai maka dalam keadaan seperti itu menghindari yang mubah menjadi lebih utama. Jadi, hati yang baik akan terus tumbuh menjadi hati yang bersinar dan bercahaya.[]
(* Dikutip dari sub-judul : Anggota Badan Bagaikan Anak-anak Sungai, dalam “Taj al-‘Arus al-Hawi li Tahdzib al-Nufus“, 2011; “Tajul ‘Arus”, 2013)
0 comments:
Posting Komentar