Aku...
adalah anak muda yang masih dalam proses mencari. Mencari jati diri, panutan ataupun tokoh yang bisa menuntunku menjadi seorang pemuda yang diridhoi iIahi. Scara memang, aku adalah anak muda yang memang masih rawan dalam menentukan sikap serta cara pandang tentang hidup.
Setelah banyak hari dan banyak berpikir...
Suatu kali, aku akhirnya menyaksikan seorang ustadz di televisi. Seorang ustadz yang begitu berwibawa menurutku, dan jelas lah bagiku yang masih minim ilmu, panggilan seorang ustadz yang disematkan kepadanya adalah dengan kata lain dia telah lulus dalam ketinggian ilmunya tentang agama.
Ya, dialah yang aku cari. Muda, sholeh, sukses, berwibawa dan berpengaruh.
Hari demi hari aku rajin mencarinya dalam berbagai forum, berharap aku akan bisa mendapatkan ilmu yang lebih dalam darinya.
Tapi...
Entah mengapa, semakin aku mencari, semakin aku terheran kepadanya. Mengapa sang ustadz panutanku ini tidak sering tampak dalam forum pengajian dan malah rajin eksyen di saluran infotaiment.
Sebentar aku buka catatan ingatanku tentang infotainment. Tayangan ghibah yang miris memang, karena menjadi langganan orang- orang untuk melihatnya setiap hari. Lah cilakanya, kok si ustadz ternyata juga menjadi bahan gosip disana? wuh rasanya tidak terima, saat sang ustadz dibicarakan ini dan itu. Keterlaluan.
Tapi...
Mengapa sang ustadz justru tertawa- tawa, sedang menikmatikah dia dengan pemberitaan itu, karena akan berimbas pada naiknya pamor beliau sebagai seorang ustadz?. Jiaaah, kenapa ustadz jadi lebay bgono sih? Alisku naik turun dan galau mengisi pikiranku sebagai seorang pengagum dan pengikut sang ustadz.
Hari berikutnya,
Materi pengajian di masjid kecil dekat rumahku seakan susah untuk pergi dari ingatanku. Isinya adalah tentang pergaulan laki- laki dan wanita dalam aturan islam. Ustadz di desaku tersebut menyatakan bahwa dalam islam tidak ada istilah pacaran. Namun, beliau juga menekankan bahwa tidak mungkin seseorang menikah dengan orang yang tidak pernah dia kenal sama sekali.
Maka dari itu dalam islam ada acara ta'aruf. Disana nanti dua orang yang akan menikah diajarkan untuk saling mengetahui tentang kepribadian masing- masing, tapi masih harus ada pihak ketiga diantara mereka.
Ini jelas berbeda dengan yang namanya pacaran. Kalau pacaran, dua orang laki- laki dan perempuan tidak memiliki batas lagi sehingga mudahlah bagi setan untuk menjadi pihak ketiga dalam hubungan mereka. Maka zina adalah hal seterusnya yang tidak akan mungkin bisa dihindari, kecuali dengan pertolongan Allah.
Dan, masih menurut pak ustadz, proses ta'aruf ini lebih baik tidak disiarkan, karena jika akhirnya ternyata Allah menghendaki keduanya belum berjodoh, maka akan terjagalah kehormatan laki- laki dan perempuan yang melakukan proses ta'aruf tersebut, karena dalam perkenalan itu, segala kekurangan dan kelebihan masing masing telah di ungkapkan secara jujur.
Aku pelajari dan ingat baik- baik segala keterangan yang telah disampaikan itu.
Namun, ...
Ketika aku menyaksikan apa yang aku lihat hari ini, hal itu sungguh galau part 2 buat aku. Semua karena yang aku saksikan justru berbanding terbalik dengan yang dilakukan sang ustadz panutanku. Kebetulan beliaunya sekarang adalah juga sedang menghadapi proses taaruf juga.
Trus, mana ini yang benar?. Yah jangan salahkan aku jika bertanya begitu, aku hanya remaja yan masih minim ilmu dan butuh figur. Lalu yang mana yang harus aku contoh?
Hari selanjutnya...
Di sekolah, lagi ramai temen- temen ngomongin soal ustadz idolaku. Tapi kali ini ada hal yang nggak enak yang mampir ditelingaku. Seseorang teman mengatakan " ustadz saja boleh pacaran, yah apalah namanya, ta'aruf atau apa, tapi kan udah berdua-duaan, foto- foto bareng, deket- deketan, malah nonton konser bareng. trus kenapa kita yang jelas- jelas jujur bilang kita pacaran malah di kritik?"
Fiuhh.. aku menyeka keringatku...
Ditempat lain, masih di TKP yang sama, sekolahku, seorang teman lagi mengatakan " Jaman sekarang gaya narsis tuh dah kudu, alias wajib. Nggak narsis nggak gaya dunk. Noh kan ada ustadz yang sering nongol di infotainment. Buat apa coba, buat populer donk.Ya nggak?"
Aku diam dan cuma mikir. Entar dulu, ini yang salah temenku yang asal nerocos nggak pake mikir ato sang ustadz yang emang agak gimana gituh, atau malah aku yang salah ngidolain seseorang.
Walau bagaimanapun bingungnya aku dengan tingkah polah semuanya yang pada aneh, termasuk diri aku sendiri ini, namun aku tidak mau bergabung bersama- sama mereka yang justru menjelekkan islam, hanya berdasarkan seseorang figur yang tengah "lupa".
Yah sudahlah, siapalah aku ini, cuma seorang remaja yang kurang ilmu yang masih mencari jati diri dan panutan yang baek. Aku tidak mau ikut menghakimi kecuali hanya sekedar melihat dan kemudian mengambil ilmu dari kejadian yang terjadi.
Tapi jujur, dalam hati aku berkata, aku punya cita- cita, kalau nih ya, suatu hari Allah mengamanahkan aku buat bisa jadi seorang panutan, ustadz ato apapun lah namanya, aku akan mohon pada Allah supaya tidak dilalaikan dengan sebutan itu dan dikuatkan untuk tetap istiqomah.
Aku juga turut mendoakan semoga sang ustadz idolaku tersebut segera ngerti dan berbenah diri, maklum naluri belajar kami, para remaja sangatlah besar, apalagi dalam hal mencari jati diri.Remaja- remaja seperti aku ini banyak jumlahnya dan memang bener- bener membutuhkan seorang figur yang bener yang bisa menuntun kami, untuk bertindak sesuai dengan aturan Islam yang bener. Semoga...
(NayMa/Voa-Islam.com)
0 comments:
Posting Komentar