Di jalan kebenaran pencinta tak mencari mencari apa yang tak dilihat oleh kekasihnya
Jika cahaya Cinta menerobos kalbu kita, artinya Cinta telah bersemayam di hati si dia
Bila Cinta Tuhan menyala dalam hatimu, tentu Tuhan telah mencintaimu
Suara tepukan tidak akan terdengar dari tangan yang bertepuk sebelah tangan
Tuhan telah menetapkan bahwa kita adalah pencinta satu dengan yang lain.
Karena ketentuan itulah setiap hal di muka bumi diberi pasangan
Di mata orang arif, Langit adalah lelaki dan Bumi adalah perempuan
Bumi menerima saja apa yang diturunkan Langit ke haribaan dan rahimnya
Jika bumi kurang panas, Langit mengirimkan panas
Jika bumi kurang segar, Langit menyegarkan bumi yang lembab
Langit berputar menurut sumbunya, bagaikan suami mencari nafkah bagi istrinya
Dan Bumi sibuk mengurus rumah: ia menunggui dan menyusui bayi yang dilahirkan
Perumpamaan Bumi dan Langit adalah seperti bakat dan kepandaian
Yang satu memerlukan yang lain untuk hidup dan maujud
Tanpa Bumi bagaimana kembang dan pepohonan berbunga?
Tanpa Bumi apakah Langit bisa menghasilkan air dan panas?
Ketika Tuhan meletakkan nafsu berahi ke dalam diri lelaki dan perempuan
Lihat, dunia telah berhasil diselamatkan oleh persatuan dari keduanya.
Begitulah Tuhan menanamkan keinginan dalam setiap bagian
Dari keberadaan demi bagian keberadaan yang lain
Siang dan Malam, dilihat dari luar saling bertentangan
Namun untuk mencapai tujuan yang satu, mereka saling membantu
Masing-masing saling mencinta untuk mencapai kesempurnaan
Mereka saling memerlukan agar kerja mereka sempurna
Tanpa Malam, hidup manusia tak akan membuahkan hasil, pun jika tanpa Siang.
Kamis, 15 Maret 2012
Rumi : Hikmah Kesengsaraan
Lihatlah buncis dalam periuk, betapa ia meloncat- loncat selama menjadi sasaran api.
Ketika direbus, ia selalu timbul ke permukaan :
merintih terus-menerus tiada henti.
"Mengapa engkau letakkan api di bawahku ?
Engkau membeliku: Mengapa kini kausiksa aku seperti ini ?"
Sang isteri memukulnya dengan penyendok
"Sekarang," katanya "jadi benar-benar matanglah kau dan jangan meloncat lari dari yang menyalakan api.
Aku merebusmu, namun bukan karena kau membangkitkan kebencianku ;
sebaliknya, inilah yang membuatmu menjadi lezat
Dan menjadi gizi serta bercampur dengan jiwa yang hidup; kesengsaraan bukanlah penghinaan
Ketika engkau masih hijau dan segar, engkau minum air di dalam kebun: air
minum itu demi api ini.
Kasih Tuhan itu lebih dahulu daripada kemurkaan-Nya, tujuannya bahwa dengan
kasih-Nya engkau dapat menderita kesengsaraan.
Kasih-Nya yang mendahului kemurkaan-Nya itu
supaya sumber penghidupan, yang ada, dapat dihasilkan;
Bahkan kemudian Tuhan Yang Maha Agung membenarkannya, berfirman, "Sekarang
engkau telah tercuci bersih dan keluarlah dari sungai."
Teruslah, wahai buncis, terebus dalam kesengsaraan sampai wujud ataupun diri
tak tersisa padamu lagi.
Jika engkau telah terputus dari taman bumi, engkau akan menjadi makanan
dalam mulut dan masuk ke kehidupan.
Jadilah gizi, energi, dan pikiran ! Engkau menjadi air bersusu : Kini
jadilah singa hutan !
Awalnya engkau tumbuh dari Sifat-sifat Tuhan;
kembalilah kepada Sifat-sifat-Nya !
Engkau menjadi bagian dari awan, matahari dan bintang-bintang ; Engkau 'kan
menjadi jiwa, perbuatan, perkataan, dan pikiran.
Kehidupan binatang muncul dari kematian tetumbuhan: maka perintah, 'bunuhlah
aku, wahai para teman setia', adalah benar.
Lantaran kemenangan menanti setelah mati, kata- kata, 'Lihatlah, karena
dibunuh aku hidup,' adalah benar."
Ketika direbus, ia selalu timbul ke permukaan :
merintih terus-menerus tiada henti.
"Mengapa engkau letakkan api di bawahku ?
Engkau membeliku: Mengapa kini kausiksa aku seperti ini ?"
Sang isteri memukulnya dengan penyendok
"Sekarang," katanya "jadi benar-benar matanglah kau dan jangan meloncat lari dari yang menyalakan api.
Aku merebusmu, namun bukan karena kau membangkitkan kebencianku ;
sebaliknya, inilah yang membuatmu menjadi lezat
Dan menjadi gizi serta bercampur dengan jiwa yang hidup; kesengsaraan bukanlah penghinaan
Ketika engkau masih hijau dan segar, engkau minum air di dalam kebun: air
minum itu demi api ini.
Kasih Tuhan itu lebih dahulu daripada kemurkaan-Nya, tujuannya bahwa dengan
kasih-Nya engkau dapat menderita kesengsaraan.
Kasih-Nya yang mendahului kemurkaan-Nya itu
supaya sumber penghidupan, yang ada, dapat dihasilkan;
Bahkan kemudian Tuhan Yang Maha Agung membenarkannya, berfirman, "Sekarang
engkau telah tercuci bersih dan keluarlah dari sungai."
Teruslah, wahai buncis, terebus dalam kesengsaraan sampai wujud ataupun diri
tak tersisa padamu lagi.
Jika engkau telah terputus dari taman bumi, engkau akan menjadi makanan
dalam mulut dan masuk ke kehidupan.
Jadilah gizi, energi, dan pikiran ! Engkau menjadi air bersusu : Kini
jadilah singa hutan !
Awalnya engkau tumbuh dari Sifat-sifat Tuhan;
kembalilah kepada Sifat-sifat-Nya !
Engkau menjadi bagian dari awan, matahari dan bintang-bintang ; Engkau 'kan
menjadi jiwa, perbuatan, perkataan, dan pikiran.
Kehidupan binatang muncul dari kematian tetumbuhan: maka perintah, 'bunuhlah
aku, wahai para teman setia', adalah benar.
Lantaran kemenangan menanti setelah mati, kata- kata, 'Lihatlah, karena
dibunuh aku hidup,' adalah benar."
Puisi Cinta Rumi
PERNYATAAN CINTA
Bila tak kunyatakan keindahan-Mu dalam kata,
Kusimpan kasih-Mu dalam dada.
Bila kucium harum mawar tanpa cinta-Mu,
Segera saja bagai duri bakarlah aku.
Meskipun aku diam tenang bagai ikan,
Tapi aku gelisah pula bagai ombak dalam lautan
Kau yang telah menutup rapat bibirku,
Tariklah misaiku ke dekat-Mu.
Apakah maksud-Mu?
Mana kutahu?
Aku hanya tahu bahwa aku siap dalam iringan ini selalu.
Kukunyah lagi mamahan kepedihan mengenangmu,
Bagai unta memahah biak makanannya,
Dan bagai unta yang geram mulutku berbusa.
Meskipun aku tinggal tersembunyi dan tidak bicara,
Di hadirat Kasih aku jelas dan nyata.
Aku bagai benih di bawah tanah,
Aku menanti tanda musim semi.
ingga tanpa nafasku sendiri aku dapat bernafas wangi,
Dan tanpa kepalaku sendiri aku dapat membelai kepala lagi.
CINTA : LAUTAN TAK BERTEPI
Cinta adalah lautan tak bertepi
langit hanyalah serpihan buih belaka.
Ketahuilah langit berputar karena gelombang Cinta
Andai tak ada Cinta, Dunia akan membeku.
Bila bukan karena Cinta,
Bagaimana sesuatu yang organik berubah menjadi tumbuhan?
Bagaimana tumbuhan akan mengorbankan diri demi memperoleh ruh (hewani)?
Bagaimana ruh (hewani) akan mengorbankan diri demi nafas (Ruh) yang menghamili Maryam?
Semua itu akan menjadi beku dan kaku bagai salju
Tidak dapat terbang serta mencari padang ilalang bagai belalang.
Setiap atom jatuh cinta pada Yang Maha Sempurna
Dan naik ke atas laksana tunas.
Cita-cita mereka yang tak terdengar, sesungguhnya, adalah
lagu pujian Keagungan pada Tuhan.
PERIH CINTA
Perih Cinta inilah yang membuka tabir hasrat pencinta:
Tiada penyakit yang dapat menyamai dukacita hati ini.
Cinta adalah sebuah penyakit karena berpisah, isyarat
Dan astrolabium rahasia-rahasia Ilahi.
Apakah dari jamur langit ataupun jamur bumi,
Cintalah yang membimbing kita ke Sana pada akhirnya.
Akal ’kan sia-sia bahkan menggelepar ’tuk menerangkan Cinta,
Bagai keledai dalam lumpur: Cinta adalah sang penerang Cinta itu sendiri.
Bukankah matahari yang menyatakan dirinya matahari?
Perhatikanlah ia! Seluruh bukit yang kau cari ada di sana.
TANPA CINTA, SEGALANYA TAK BERNILAI
Jika engkau bukan seorang pencinta,
maka jangan pandang hidupmu adalah hidup
Sebab tanpa Cinta, segala perbuatan tidak akan
dihitung Pada Hari Perhitungan nanti
Setiap waktu yang berlalu tanpa Cinta,
akan menjelma menjadi wajah yang memalukan dihadapanNya.
Burung-burung Kesedaran telah turun dari langit
dan terikat pada bumi sepanjang dua atau tiga hari
Mereka merupakan bintang-bintang di langit
agama yang dikirim dari langit ke bumi
Demikian pentingnya Penyatuan dengan Allah
dan betapa menderitanya Keterpisahan denganNya.
Wahai angin, buatlah tarian ranting-ranting
dalam zikir hari yang kau gerakkan dari Persatuan
Lihatlah pepohonan ini ! Semuanya gembira
bagaikan sekumpulan kebahagiaan
Tetapi wahai bunga ungu, mengapakah engkau larut dalam kepedihan ?
Sang lili berbisik pada kuncup : “Matamu yang menguncup akan segera mekar. Sebab engkau telah merasakan bagaimana Nikmatnya Kebaikan.”
Di manapun, jalan untuk mencapai Kesucian Hati
adalah melalui Kerendahan Hati.
Hingga dia akan sampai pada jawaban “YA” dalam pertanyaan :
“Bukankah Aku ini Rabbmu ?”
KEARIFAN CINTA
CINTA yang dibangkitkan
oleh khayalan yang salah
dan tidak pada tempatnya
bisa saja menghantarkannya
pada keadaan ekstasi.
Namun kenikmatan itu,
jelas tidak seperti bercinta dengan kekasih sebenarnya
kekasih yang sedar akan hadirnya seseorang
by Jalaludin Rumi
Bila tak kunyatakan keindahan-Mu dalam kata,
Kusimpan kasih-Mu dalam dada.
Bila kucium harum mawar tanpa cinta-Mu,
Segera saja bagai duri bakarlah aku.
Meskipun aku diam tenang bagai ikan,
Tapi aku gelisah pula bagai ombak dalam lautan
Kau yang telah menutup rapat bibirku,
Tariklah misaiku ke dekat-Mu.
Apakah maksud-Mu?
Mana kutahu?
Aku hanya tahu bahwa aku siap dalam iringan ini selalu.
Kukunyah lagi mamahan kepedihan mengenangmu,
Bagai unta memahah biak makanannya,
Dan bagai unta yang geram mulutku berbusa.
Meskipun aku tinggal tersembunyi dan tidak bicara,
Di hadirat Kasih aku jelas dan nyata.
Aku bagai benih di bawah tanah,
Aku menanti tanda musim semi.
ingga tanpa nafasku sendiri aku dapat bernafas wangi,
Dan tanpa kepalaku sendiri aku dapat membelai kepala lagi.
CINTA : LAUTAN TAK BERTEPI
Cinta adalah lautan tak bertepi
langit hanyalah serpihan buih belaka.
Ketahuilah langit berputar karena gelombang Cinta
Andai tak ada Cinta, Dunia akan membeku.
Bila bukan karena Cinta,
Bagaimana sesuatu yang organik berubah menjadi tumbuhan?
Bagaimana tumbuhan akan mengorbankan diri demi memperoleh ruh (hewani)?
Bagaimana ruh (hewani) akan mengorbankan diri demi nafas (Ruh) yang menghamili Maryam?
Semua itu akan menjadi beku dan kaku bagai salju
Tidak dapat terbang serta mencari padang ilalang bagai belalang.
Setiap atom jatuh cinta pada Yang Maha Sempurna
Dan naik ke atas laksana tunas.
Cita-cita mereka yang tak terdengar, sesungguhnya, adalah
lagu pujian Keagungan pada Tuhan.
PERIH CINTA
Perih Cinta inilah yang membuka tabir hasrat pencinta:
Tiada penyakit yang dapat menyamai dukacita hati ini.
Cinta adalah sebuah penyakit karena berpisah, isyarat
Dan astrolabium rahasia-rahasia Ilahi.
Apakah dari jamur langit ataupun jamur bumi,
Cintalah yang membimbing kita ke Sana pada akhirnya.
Akal ’kan sia-sia bahkan menggelepar ’tuk menerangkan Cinta,
Bagai keledai dalam lumpur: Cinta adalah sang penerang Cinta itu sendiri.
Bukankah matahari yang menyatakan dirinya matahari?
Perhatikanlah ia! Seluruh bukit yang kau cari ada di sana.
TANPA CINTA, SEGALANYA TAK BERNILAI
Jika engkau bukan seorang pencinta,
maka jangan pandang hidupmu adalah hidup
Sebab tanpa Cinta, segala perbuatan tidak akan
dihitung Pada Hari Perhitungan nanti
Setiap waktu yang berlalu tanpa Cinta,
akan menjelma menjadi wajah yang memalukan dihadapanNya.
Burung-burung Kesedaran telah turun dari langit
dan terikat pada bumi sepanjang dua atau tiga hari
Mereka merupakan bintang-bintang di langit
agama yang dikirim dari langit ke bumi
Demikian pentingnya Penyatuan dengan Allah
dan betapa menderitanya Keterpisahan denganNya.
Wahai angin, buatlah tarian ranting-ranting
dalam zikir hari yang kau gerakkan dari Persatuan
Lihatlah pepohonan ini ! Semuanya gembira
bagaikan sekumpulan kebahagiaan
Tetapi wahai bunga ungu, mengapakah engkau larut dalam kepedihan ?
Sang lili berbisik pada kuncup : “Matamu yang menguncup akan segera mekar. Sebab engkau telah merasakan bagaimana Nikmatnya Kebaikan.”
Di manapun, jalan untuk mencapai Kesucian Hati
adalah melalui Kerendahan Hati.
Hingga dia akan sampai pada jawaban “YA” dalam pertanyaan :
“Bukankah Aku ini Rabbmu ?”
KEARIFAN CINTA
CINTA yang dibangkitkan
oleh khayalan yang salah
dan tidak pada tempatnya
bisa saja menghantarkannya
pada keadaan ekstasi.
Namun kenikmatan itu,
jelas tidak seperti bercinta dengan kekasih sebenarnya
kekasih yang sedar akan hadirnya seseorang
by Jalaludin Rumi
Rumi : Di Lembah Cinta
Divan-i Syamsi Tabriz
Tengah malam,
aku bertanya, siapa ini yang ada
di dalam rumah qalb-ku?
Dia menjawab, Inilah Aku,
yang cemerlangnya membuat matahari dan
rembulan jadi tertunduk malu.
Dia bertanya, Mengapa rumah ini penuh
dengan aneka macam lukisan?
Aku menjawab,
Ini semua adalah bayangan dari-Mu,
wahai Engkau yang wajah-Mu membuat
iri warga Chigil. [1]
Dia bertanya, Dan apa ini:
qalb yang berdarah-darah?
Aku menjawab,
Ini adalah gambaran diriku:
hati terluka, dan kaki dalam lumpur.
Kuikat leher dari jiwaku,
dan menyeretnya kehadapan-Nya sebagai persembahan:
Inilah dia yang telah berkali-kali memunggungi Cinta,
kali ini jangalah Kau lepaskan.
Dia serahkan satu ujung tali,
ujung yang penuh kecurangan dan pengkhianatan,
Peganglah ujung yang ini,
Aku kan menghela dari ujung yang lain,
mari berharap tali ini tidak putus.
Kuraih tangan-Nya, Dia menepisku,
seraya berkata, Lepaskan!
Aku bertanya,
Mengapa Engkau bersikap
keras padaku?
Dia menjawab, Ketahuilah, sikap keras-Ku
demi tujuan yang baik bagimu,
bukan karena niat-buruk atau jahat.
Ini untuk memperingatkanmu,
barangsiapa masuk kesini dan berkata,
'Inilah Aku!'
maka Aku akan memukul dahinya;
karena ini adalah Lembah Cinta,
bukan kandang hewan.
Salahuddiin, [2]
sungguh keelokan wajah sejatimu
indahnya bagaikan sosok Tamu di tengah malam itu;
kawan-kawan gosok matamu,
dan tataplah dia dengan pandangan qalb-mu,
dengan bashirah-mu.
Catatan:
[1] Daerah Chigil di Turkesta terkenal dengan
keelokan wajah warganya.
[2] Salahuddiin Zarkub, salah satu sahabat Mawlana Rumi,
belakangan berkembang menjadi sosok inspirasi ruhaniyah baginya;
yaitu setelah Mawlana Rumi menerima bahwa Syamsuddin at-Tabriz yang menghilang dan lama dirindukannya, telah wafat.
Menurut Sultan Valad, salah satu putra Rumi, tentang Salahuddin ini,Rumi menyatakan:
Syamsuddin yang selalu kita bicarakan telah kembali pada kita! Mengapa kita masih tertidur?
Bersalinlah kalian dengan baju baru, dia telah kembali menunjukkan dan memamerkan keindahannya.
(Dari karya Franklin D. Lewis: Rumi, Past, Present, East and West, Oneworld Publications, 2000).
Sumber:
Rumi: Divan-i Syamsi Tabriz, ghazal 1335
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh A.J. Arberry
dalam Mystical Poems of Rumi 1, The University of Chicagi Press, 1968.
Tengah malam,
aku bertanya, siapa ini yang ada
di dalam rumah qalb-ku?
Dia menjawab, Inilah Aku,
yang cemerlangnya membuat matahari dan
rembulan jadi tertunduk malu.
Dia bertanya, Mengapa rumah ini penuh
dengan aneka macam lukisan?
Aku menjawab,
Ini semua adalah bayangan dari-Mu,
wahai Engkau yang wajah-Mu membuat
iri warga Chigil. [1]
Dia bertanya, Dan apa ini:
qalb yang berdarah-darah?
Aku menjawab,
Ini adalah gambaran diriku:
hati terluka, dan kaki dalam lumpur.
Kuikat leher dari jiwaku,
dan menyeretnya kehadapan-Nya sebagai persembahan:
Inilah dia yang telah berkali-kali memunggungi Cinta,
kali ini jangalah Kau lepaskan.
Dia serahkan satu ujung tali,
ujung yang penuh kecurangan dan pengkhianatan,
Peganglah ujung yang ini,
Aku kan menghela dari ujung yang lain,
mari berharap tali ini tidak putus.
Kuraih tangan-Nya, Dia menepisku,
seraya berkata, Lepaskan!
Aku bertanya,
Mengapa Engkau bersikap
keras padaku?
Dia menjawab, Ketahuilah, sikap keras-Ku
demi tujuan yang baik bagimu,
bukan karena niat-buruk atau jahat.
Ini untuk memperingatkanmu,
barangsiapa masuk kesini dan berkata,
'Inilah Aku!'
maka Aku akan memukul dahinya;
karena ini adalah Lembah Cinta,
bukan kandang hewan.
Salahuddiin, [2]
sungguh keelokan wajah sejatimu
indahnya bagaikan sosok Tamu di tengah malam itu;
kawan-kawan gosok matamu,
dan tataplah dia dengan pandangan qalb-mu,
dengan bashirah-mu.
Catatan:
[1] Daerah Chigil di Turkesta terkenal dengan
keelokan wajah warganya.
[2] Salahuddiin Zarkub, salah satu sahabat Mawlana Rumi,
belakangan berkembang menjadi sosok inspirasi ruhaniyah baginya;
yaitu setelah Mawlana Rumi menerima bahwa Syamsuddin at-Tabriz yang menghilang dan lama dirindukannya, telah wafat.
Menurut Sultan Valad, salah satu putra Rumi, tentang Salahuddin ini,Rumi menyatakan:
Syamsuddin yang selalu kita bicarakan telah kembali pada kita! Mengapa kita masih tertidur?
Bersalinlah kalian dengan baju baru, dia telah kembali menunjukkan dan memamerkan keindahannya.
(Dari karya Franklin D. Lewis: Rumi, Past, Present, East and West, Oneworld Publications, 2000).
Sumber:
Rumi: Divan-i Syamsi Tabriz, ghazal 1335
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh A.J. Arberry
dalam Mystical Poems of Rumi 1, The University of Chicagi Press, 1968.
Rumi: Mengkaji Cahaya di atas Cahaya
Rumi: Matsnavi II 1248 - 1293
Sang Mustapha bertutur tentang permohonan Neraka,
ketika dengan berendah-hati dia bermohon kepada pemilik iman sejati:
"berlalulah dengan cepat, wahai Sang Raja, karena cahayamu telah memadamkan apiku."
Jadi, terang cahaya al-Mukmin berarti padamnya api,
karena tanpa tanpa tampilnya yang berlawanan tak mungkin sesuatu sirna.
Pada Hari Perhitungan, api akan menjadi lawan cahaya,
karena api bersumber dari Murka-Nya,
sementara cahaya dari Rahmat-Nya.
Jika engkau ingin tanggalkan api kejahatan,
tujukan air Rahmat Ilahiah ke jantung api.
Mereka yang bertakwa dengan haqq memancarkan aliran air rahmat itu:
inti jiwa mereka yang bertakwa adalah Air Kehidupan.
Tidak heran engkau yang berjiwa duniawi
lari menjauh dari orang seperti mereka,
karena engkau tersusun dari api,
sementara mereka dari aliran air.
Api melarikan diri dari air,
karena takut nyala dan asapnya
dipadamkan oleh air.
Pikiran dan perasaanmu terbentuk dari api;
pikiran dan perasaan orang suci
tersusun dari cahaya yang indah.
Ketika percikan cahaya orang suci menetes
di atas api, terdengar suara berdesis,
dan lidah api menjilat dengan murka.
Ketika datang saat seperti itu, katakanlah,
“mati dan musnahlah engkau,”
agar padam neraka itu,
yaitu api hawa-nafsumu.
Sehingga ia tak membakar taman mawarmu,
sehingga ia tak membakar keadilan dan hasanah-mu.
Setelah berhasil engkau padamkan,
barulah bibit yang engkau tanam
dapat menghasilkan aneka buah,
atau memekarkan bermacam bunga.
Wahai Guru tuturmu melantur,
mengapa kau tak kembali ke
pokok perbincangan?
Kita sedang memperlihatkan melanturnya
dirimu, wahai pemendam iri-dengki;
tak kau sadari, keledaimu pincang,
sedangkan kota cahaya sangatlah jauh,
alangkah lambat jalanmu.
Telah sekian tahun kita habiskan;
sudah hampir lewat masa tanam;
tak ada hasil panenmu,
kecuali wajahmu yang menghitam,
dan amalmu yang berbau busuk?
Cacing telah bersarang,
di akar pohon dirimu:
galilah dan bakarlah.
Kuperingatkan lagi, wahai pencari,
waktu telah hampir habis,
hari telah senja,
matahari jelang tenggelam.
Hanya tersisa satu dua hari lagi,
ketika masih tersisa kekuatan pada dirimu,
kepakkan sayapmu dengan bersemangat.
Manfaatkanlah baik-baik sisa benihmu,
agar dari bibit-waktu yang sedikit itu
dapat tumbuh pohon abadi.
Sementara lampu hidupmu belum padam,
kecilkanlah sumbunya,
dan jagalah minyaknya.
Jangan lagi engkau berkata, besok, besok;
sudah terlalu banyak besokmu yang terlewat.
Jangan sampai tiada hari tanam tersisa.
Dengarkanlah nasehatku,
jasmanimu itu yang mengikatmu,
tanggalkan jasmanimu rentamu,
jika kau inginkan pembaruan.
Tutup mulutmu, dan bukalah buah berisikan emas:
tanggalkan keakuanmu,
perlihatkan kemurahanmu.
Kemurahan berarti meninggalkan syahwat dan hawa-nafsu;
orang yang tenggelam dalam hawa-nafsunya,
sulit mentas lagi.
Kemurahan adalah salah satu cabang
cemara di al-Jannah:
malang lah orang yang tak berpegangan
pada cabang semacam itu.
Menanggalkan hasratmu adalah pegangan yang paling kuat:
cabang itu menarik jiwamu ke Langit.
Karena itu jadilah pemurah,
wahai penganut ad-Diin,
sehingga terangkat engkau
ke sumber cabang itu.
Jadikan Yusuf yang cantik
sebagai teladan keindahan jiwamu,
perlakukan alam-dunia ini sebagai sumur,
gunakan kemurahan
dan keberserahan kepada karsa Rabb
sebagai tali untuk mentas ke atas.
Wahai peneladan keindahan Yusuf,
tali telah diturunkan,
raihlah dengan ke dua belah tanganmu;
jangan kau lepaskan, karena hari telah larut.
Berpujilah kepada-Nya ketika tali telah terjulur;
itu dari semesta yang sangat nyata,
tapi tak nampak.
Semesta fenomenal ini,
sebenarnya hanya wujud yang mungkin,
tapi telah menjadi sangat nyata bagimu,
sementara semesta yang sejati,
semakin tersembunyi.
Seperti debu bertaburan dipermainkan angin,
bagaikan fatamorgana yang menghijab.
Yang tampak ramai ini sejatinya hampa dan dangkal,
bagai bebauan; yang tersembunyi itulah inti dan sumbernya.
Debu hanya tanda
dari adanya angin:
angin itulah yang bernilai,
dan tinggi derajatnya.
Mata yang tersusun dari tanah-liat,
hanya akan menatap debu;
untuk melihat angin itu
diperlukan penglihatan yang berbeda.
Seekor kuda mengenal kuda yang lain,
karena mereka sejenis:
hanya penunggang kuda dapat mengenali
sesama penunggang.
Yang dimaksud dengan kuda itu
adalah mata syahwatiah,
sedangkah sang penunggang
adalah Cahaya Ilahiah;
tanpa sang penunggang,
kuda itu sendiri tak berguna.
Karena itu latihlah kudamu,
agar dia sembuh dari kebiasaan buruknya;
jika tidak, dia akan tertolak
dari majelis Sang Raja.
Penglihatan si kuda mendapati jalan,
bersumberkan pandangan Sang Raja;
tanpa pandangan Sang Raja
penglihatan si kuda kehilangan panduan.
Penglihatan si kuda akan selalu menolak panduan,
kecuali ke arah makanan dan padang rumput.
Cahaya Ilahiah itu yang seyogyanya jadi penentu arah bagi penglihatan si kuda,
barulah jiwa dapat merindu Rabb.
Tidaklah mungkin kuda tanpa pengendara
dapat membaca tanda-tanda jalan.
Hanya penunggang bermartabat Raja
dapat mengenali jalan Sang Raja.
Tempuhlah arah selaras dengan rasa-jati
yang dikendarai oleh Cahaya,
Cahaya itu pengendara terpercaya.
Cahaya Ilahiah mengendarai cahaya rasa-jati,
ini salah satu makna dari Cahaya di atas cahaya.
Sumber: Rumi: Matsnavi II 1248 - 1293 Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson, ngrumi.blogspot.com
Sang Mustapha bertutur tentang permohonan Neraka,
ketika dengan berendah-hati dia bermohon kepada pemilik iman sejati:
"berlalulah dengan cepat, wahai Sang Raja, karena cahayamu telah memadamkan apiku."
Jadi, terang cahaya al-Mukmin berarti padamnya api,
karena tanpa tanpa tampilnya yang berlawanan tak mungkin sesuatu sirna.
Pada Hari Perhitungan, api akan menjadi lawan cahaya,
karena api bersumber dari Murka-Nya,
sementara cahaya dari Rahmat-Nya.
Jika engkau ingin tanggalkan api kejahatan,
tujukan air Rahmat Ilahiah ke jantung api.
Mereka yang bertakwa dengan haqq memancarkan aliran air rahmat itu:
inti jiwa mereka yang bertakwa adalah Air Kehidupan.
Tidak heran engkau yang berjiwa duniawi
lari menjauh dari orang seperti mereka,
karena engkau tersusun dari api,
sementara mereka dari aliran air.
Api melarikan diri dari air,
karena takut nyala dan asapnya
dipadamkan oleh air.
Pikiran dan perasaanmu terbentuk dari api;
pikiran dan perasaan orang suci
tersusun dari cahaya yang indah.
Ketika percikan cahaya orang suci menetes
di atas api, terdengar suara berdesis,
dan lidah api menjilat dengan murka.
Ketika datang saat seperti itu, katakanlah,
“mati dan musnahlah engkau,”
agar padam neraka itu,
yaitu api hawa-nafsumu.
Sehingga ia tak membakar taman mawarmu,
sehingga ia tak membakar keadilan dan hasanah-mu.
Setelah berhasil engkau padamkan,
barulah bibit yang engkau tanam
dapat menghasilkan aneka buah,
atau memekarkan bermacam bunga.
Wahai Guru tuturmu melantur,
mengapa kau tak kembali ke
pokok perbincangan?
Kita sedang memperlihatkan melanturnya
dirimu, wahai pemendam iri-dengki;
tak kau sadari, keledaimu pincang,
sedangkan kota cahaya sangatlah jauh,
alangkah lambat jalanmu.
Telah sekian tahun kita habiskan;
sudah hampir lewat masa tanam;
tak ada hasil panenmu,
kecuali wajahmu yang menghitam,
dan amalmu yang berbau busuk?
Cacing telah bersarang,
di akar pohon dirimu:
galilah dan bakarlah.
Kuperingatkan lagi, wahai pencari,
waktu telah hampir habis,
hari telah senja,
matahari jelang tenggelam.
Hanya tersisa satu dua hari lagi,
ketika masih tersisa kekuatan pada dirimu,
kepakkan sayapmu dengan bersemangat.
Manfaatkanlah baik-baik sisa benihmu,
agar dari bibit-waktu yang sedikit itu
dapat tumbuh pohon abadi.
Sementara lampu hidupmu belum padam,
kecilkanlah sumbunya,
dan jagalah minyaknya.
Jangan lagi engkau berkata, besok, besok;
sudah terlalu banyak besokmu yang terlewat.
Jangan sampai tiada hari tanam tersisa.
Dengarkanlah nasehatku,
jasmanimu itu yang mengikatmu,
tanggalkan jasmanimu rentamu,
jika kau inginkan pembaruan.
Tutup mulutmu, dan bukalah buah berisikan emas:
tanggalkan keakuanmu,
perlihatkan kemurahanmu.
Kemurahan berarti meninggalkan syahwat dan hawa-nafsu;
orang yang tenggelam dalam hawa-nafsunya,
sulit mentas lagi.
Kemurahan adalah salah satu cabang
cemara di al-Jannah:
malang lah orang yang tak berpegangan
pada cabang semacam itu.
Menanggalkan hasratmu adalah pegangan yang paling kuat:
cabang itu menarik jiwamu ke Langit.
Karena itu jadilah pemurah,
wahai penganut ad-Diin,
sehingga terangkat engkau
ke sumber cabang itu.
Jadikan Yusuf yang cantik
sebagai teladan keindahan jiwamu,
perlakukan alam-dunia ini sebagai sumur,
gunakan kemurahan
dan keberserahan kepada karsa Rabb
sebagai tali untuk mentas ke atas.
Wahai peneladan keindahan Yusuf,
tali telah diturunkan,
raihlah dengan ke dua belah tanganmu;
jangan kau lepaskan, karena hari telah larut.
Berpujilah kepada-Nya ketika tali telah terjulur;
itu dari semesta yang sangat nyata,
tapi tak nampak.
Semesta fenomenal ini,
sebenarnya hanya wujud yang mungkin,
tapi telah menjadi sangat nyata bagimu,
sementara semesta yang sejati,
semakin tersembunyi.
Seperti debu bertaburan dipermainkan angin,
bagaikan fatamorgana yang menghijab.
Yang tampak ramai ini sejatinya hampa dan dangkal,
bagai bebauan; yang tersembunyi itulah inti dan sumbernya.
Debu hanya tanda
dari adanya angin:
angin itulah yang bernilai,
dan tinggi derajatnya.
Mata yang tersusun dari tanah-liat,
hanya akan menatap debu;
untuk melihat angin itu
diperlukan penglihatan yang berbeda.
Seekor kuda mengenal kuda yang lain,
karena mereka sejenis:
hanya penunggang kuda dapat mengenali
sesama penunggang.
Yang dimaksud dengan kuda itu
adalah mata syahwatiah,
sedangkah sang penunggang
adalah Cahaya Ilahiah;
tanpa sang penunggang,
kuda itu sendiri tak berguna.
Karena itu latihlah kudamu,
agar dia sembuh dari kebiasaan buruknya;
jika tidak, dia akan tertolak
dari majelis Sang Raja.
Penglihatan si kuda mendapati jalan,
bersumberkan pandangan Sang Raja;
tanpa pandangan Sang Raja
penglihatan si kuda kehilangan panduan.
Penglihatan si kuda akan selalu menolak panduan,
kecuali ke arah makanan dan padang rumput.
Cahaya Ilahiah itu yang seyogyanya jadi penentu arah bagi penglihatan si kuda,
barulah jiwa dapat merindu Rabb.
Tidaklah mungkin kuda tanpa pengendara
dapat membaca tanda-tanda jalan.
Hanya penunggang bermartabat Raja
dapat mengenali jalan Sang Raja.
Tempuhlah arah selaras dengan rasa-jati
yang dikendarai oleh Cahaya,
Cahaya itu pengendara terpercaya.
Cahaya Ilahiah mengendarai cahaya rasa-jati,
ini salah satu makna dari Cahaya di atas cahaya.
Sumber: Rumi: Matsnavi II 1248 - 1293 Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson, ngrumi.blogspot.com
Rumi : Mengkaji Mukhlish dan Mukhlash
Persepsi inderawi menarik seseorang ke arah dunia,
Cahaya-Nya melambungkan dia ke langit.
Karena benda-benda terinderai itu
letaknya di alam bawah.
Cahaya Tuhan itu bagaikan laut,
sedangkan yang kita inderai itu bagai setitik uapnya.
Apa yang mengendarai indera tidaklah nampak,
yang kita tangkap hanyalah akibat dan kata-kata.
Cahaya inderawi, yang kasar dan berat,
tersembunyi pada hitamnya mata.
Penglihatanmu tak dapat menangkap cahaya inderawi,
bagaimana mungkin ia dapat melihat cahaya kewalian?
Cahaya inderawi yang kasar saja sudah tersembunyi,
apalagi apa yang ada dibaliknya,
yang lebih murni dan halus?
Alam-dunia ini bagaikan jerami,
dalam genggaman angin--yakni alam tak-nampak;
ia hanya dapat menyerahkan diri,
tunduk sepenuhnya pada alam yang tak-nampak.
Kadang ia dibuat merunduk,
kadang menengadah;
kadang bersuara,
kadang utuh, kadang terpecah.
Kadang ia digerakkan ke kiri,
kadang ke kanan;
kadang darinya tumbuh duri,
kadang menyembul mawar.
Perhatikanlah, dibalik pena yang menulis,
tersembunyi Tangan;
di atas kuda yang berderap,
ada Pengendara tak-nampak.
Jika anak-panah melayang,
mestilah ada Busurnya,
walau tak-nampak;
jika tampak diri-diri kita,
mestilah ada Diri yang tersembunyi.
Jangan patahkan anak-panah,
karena ia berasal dari Sang Raja;
tidaklah ia dilepaskan tanpa suatu maksud,
ia berasal dari genggaman jemari Sang Tunggal,
yang paling mengenal sasaran.
Dia bersabda, "... dan bukanlah engkau yang
melempar, ketika engkau melempar ..": [1]
tindakan-Nya mendahului
tindakan-tindakan kita.
Patahkanlah kemarahanmu,
bukannya anak-panah itu:
tatapanmu yang penuh amarah
menganggap susu sebagai darah.
Ciumlah anak-panah itu,
dan persembahkan kepada Sang Raja;
anak-panah berpercik darah,
darahmu sendiri.
Apa yang tampil di alam nampak,
tak-berdaya, terpenjara dan rapuh;
apa yang tak-nampak
begitu perkasa dan agung.
Kita lah hewan buruan,
yang ditunggu jebakan sangat menakutkan;
kita bagai bola dalam permainan polo,
menunggu pukulan tongkat,
dan dimanakah Sang Pemukul?
Dia menyobek,
Dia pula yang merajut:
dimanakah Sang Penjahit?
Dia meruntuhkan,
Dia yang membakar,
dimanakah Sang Pemadam api?
Dalam sekejap Dia dapat mengubah
seorang suci menjadi kufur;
sekejap pula Dia dapat mengubah
penyembah berhala menjadi seorang zahid.
Seorang mukhlish setiap saat dalam bahaya
terjatuh kedalam jebakan,
sampai dirinya sepenuhnya termurnikan.
Karena dia masih berjalan,
dan penyamun tak terhingga jumlahnya;
yang berhasil selamat hanya
mereka yang dijaga-Nya.
Jika belum mati seseorang
dari dirinya sendiri--bagaikan cermin kemilau,
dia tak-lebih dari seorang yang mukhlish:
jika dia belum berhasil menangkap burung,
maka dia masih berburu.
Tapi ketika seorang mukhlish
diubah menjadi mukhlash, [2]
maka dia telah sampai:
dia menang dan selamat.
Cermin tak berubah kembali menjadi besi,
roti tak berubah lagi menjadi biji gandum.
Cairan anggur tak berubah lagi jadi buah;
buah matang tak kembali jadi mentah lagi.
Matanglah,
dan menjauhlah dari kemungkinan berubah
jadi kembali buruk:
jadilah Cahaya,
bagai Burhan-i Muhaqqiq. [3]
Catatan:
[1] QS Al Anfaal [8]: 17.
[2] "(Iblis) berkata: 'Maka bersama dengan ke-Kuasaan Engkau,
akan kusesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba
Engkau yang al-Mukhlashiin." (QS Shaad [38]: 82 - 83).
[3] Penerjemah belum berhasil mengindentifikasi siapa
gerangan tokoh yang Rumi gelari dengan 'Burhan-i Muhaqqiq' ini.
Sumber:
Rumi: Matsnavi II 1294 - 1319.
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson.
Cahaya-Nya melambungkan dia ke langit.
Karena benda-benda terinderai itu
letaknya di alam bawah.
Cahaya Tuhan itu bagaikan laut,
sedangkan yang kita inderai itu bagai setitik uapnya.
Apa yang mengendarai indera tidaklah nampak,
yang kita tangkap hanyalah akibat dan kata-kata.
Cahaya inderawi, yang kasar dan berat,
tersembunyi pada hitamnya mata.
Penglihatanmu tak dapat menangkap cahaya inderawi,
bagaimana mungkin ia dapat melihat cahaya kewalian?
Cahaya inderawi yang kasar saja sudah tersembunyi,
apalagi apa yang ada dibaliknya,
yang lebih murni dan halus?
Alam-dunia ini bagaikan jerami,
dalam genggaman angin--yakni alam tak-nampak;
ia hanya dapat menyerahkan diri,
tunduk sepenuhnya pada alam yang tak-nampak.
Kadang ia dibuat merunduk,
kadang menengadah;
kadang bersuara,
kadang utuh, kadang terpecah.
Kadang ia digerakkan ke kiri,
kadang ke kanan;
kadang darinya tumbuh duri,
kadang menyembul mawar.
Perhatikanlah, dibalik pena yang menulis,
tersembunyi Tangan;
di atas kuda yang berderap,
ada Pengendara tak-nampak.
Jika anak-panah melayang,
mestilah ada Busurnya,
walau tak-nampak;
jika tampak diri-diri kita,
mestilah ada Diri yang tersembunyi.
Jangan patahkan anak-panah,
karena ia berasal dari Sang Raja;
tidaklah ia dilepaskan tanpa suatu maksud,
ia berasal dari genggaman jemari Sang Tunggal,
yang paling mengenal sasaran.
Dia bersabda, "... dan bukanlah engkau yang
melempar, ketika engkau melempar ..": [1]
tindakan-Nya mendahului
tindakan-tindakan kita.
Patahkanlah kemarahanmu,
bukannya anak-panah itu:
tatapanmu yang penuh amarah
menganggap susu sebagai darah.
Ciumlah anak-panah itu,
dan persembahkan kepada Sang Raja;
anak-panah berpercik darah,
darahmu sendiri.
Apa yang tampil di alam nampak,
tak-berdaya, terpenjara dan rapuh;
apa yang tak-nampak
begitu perkasa dan agung.
Kita lah hewan buruan,
yang ditunggu jebakan sangat menakutkan;
kita bagai bola dalam permainan polo,
menunggu pukulan tongkat,
dan dimanakah Sang Pemukul?
Dia menyobek,
Dia pula yang merajut:
dimanakah Sang Penjahit?
Dia meruntuhkan,
Dia yang membakar,
dimanakah Sang Pemadam api?
Dalam sekejap Dia dapat mengubah
seorang suci menjadi kufur;
sekejap pula Dia dapat mengubah
penyembah berhala menjadi seorang zahid.
Seorang mukhlish setiap saat dalam bahaya
terjatuh kedalam jebakan,
sampai dirinya sepenuhnya termurnikan.
Karena dia masih berjalan,
dan penyamun tak terhingga jumlahnya;
yang berhasil selamat hanya
mereka yang dijaga-Nya.
Jika belum mati seseorang
dari dirinya sendiri--bagaikan cermin kemilau,
dia tak-lebih dari seorang yang mukhlish:
jika dia belum berhasil menangkap burung,
maka dia masih berburu.
Tapi ketika seorang mukhlish
diubah menjadi mukhlash, [2]
maka dia telah sampai:
dia menang dan selamat.
Cermin tak berubah kembali menjadi besi,
roti tak berubah lagi menjadi biji gandum.
Cairan anggur tak berubah lagi jadi buah;
buah matang tak kembali jadi mentah lagi.
Matanglah,
dan menjauhlah dari kemungkinan berubah
jadi kembali buruk:
jadilah Cahaya,
bagai Burhan-i Muhaqqiq. [3]
Catatan:
[1] QS Al Anfaal [8]: 17.
[2] "(Iblis) berkata: 'Maka bersama dengan ke-Kuasaan Engkau,
akan kusesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba
Engkau yang al-Mukhlashiin." (QS Shaad [38]: 82 - 83).
[3] Penerjemah belum berhasil mengindentifikasi siapa
gerangan tokoh yang Rumi gelari dengan 'Burhan-i Muhaqqiq' ini.
Sumber:
Rumi: Matsnavi II 1294 - 1319.
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson.
Selasa, 06 Maret 2012
Engkau Akan bersama dengan orang yang kau cintai
Tidak beriman seseorang sehingga aku lebih ia cintai ketimbang dirinya sendiri …………….
[HR Bukhari dan Muslim]
Suatu ketika, Nabi Isa a.s berdakwah di sebuah kota kecil. ORang orang meminta beliau menunjukkan mukjizatnya.
“Mukjizat apa yang kalian inginkan?” tanya Nabi Isa.
Mereka menjawab, “Hidupkanlah ornag yang sudah mati”
Mereka pun pergi ke makam kota dan berhenti di sebuah kuburan. Sang Nabi pun berdoa kepada Tuhan agar orang yang sudah mati itu dihidupkan kembali. Orang mati tersebut bangkit dari kuburnya, melihat lihat sekelilingnya dan berteriak: “Keledaikau, mana keledaiku?”
Semua yang hadir heran. Nabi Isa menjelaskan, dia dahuluny aorang miskin. Kekayaan yang sangat ia hargai adalah keledainya. Semasa hidupnya dia disibukkan dengan keledai itu. Beliau berpesan, “Apapun yang paling kau perhatikan akan menentukan apa yang akan terjadi padamu saat kebangkitan. Di akhirat, kalian akan bersama dengan apa yang kalian cintai”
Nah, kira kira apa yang bakal kita teriakkan kelak kala kita dibangkitkan? Kita bisa menebaknya sekarang. Mungkin uang, mobil atau rumah baru. Boleh jadi penyanyi idola kita. Mungkin juga partai atau kursi kekuasaan. Ya, apapun yang mendominasi hari hari kita, itulah yang bakal kita damba kelak, baik kita sadari atau tidak.
Dalam wacana psikologi mutakhir, begitulah hukum tarik menarik [law of attraction] terjadi. Segala sesuatu yang kita pikirkan dengan segenap perhatian, energi dan konsentrasi, biak hal positif maupun negatif, akan datang dalam kehidupan kita.
Dan menurut hukum ini pula, sesuatu akan menarik pada dirinya segala hal yang satu sifat dengannya. Kemiripan menarik kemiripan. Orang baik akan berkumpul dengan orang baik. Orang jahat akan bersatu sesama orang jahat.
JIwa anda akan bersama jiwa orang yang anda cintai. Rasulullah menganjurkan kita untuk mencintai beliau dan ahli baitnya. Karena bila kita mencintainya dengan tulus maka prilaku kita akan sesuai dengan prilaku Rasulullah dan keluarganya. Kita akan bertingkah laku seperti apa yang dikehendaki Rasulullah. Seluruh kejadian yang menimpa Rasulullah dan keluarganya akan mempengaruhi emosi dan perasaan kita.
Namun, coba jernihkan pikiran kita sejenak. Biarkan hati kita tetirah sesaat dari hiruk pikuk kesibukan kita. Maka, jauh dari relung kesadaran kita terbersit secercah harapan: kelak kita ingin digabungkan dengan khafilah Rasulullah. Meminjam bahasa firman Tuhan, kita ingin ……..”bersama sama dengan orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah: para nabi, shiddiqin, syuhada dan oran gshaleh. Dan merekalah sebaik baik teman … [QS An Nisa: 4:69]
Seorang laki laki Arab dusun datang menemui Nabi dan bertanya: “Kapan kiamat itu?”
Mendapat pertanyaan itu, Nabi balik bertanya: “Apa yang telah engkau persiapkan untuk itu?”
Dia menjawab: “Demi Allah, saya tidak mempersiapkan amal yang banyak biak berupa shalat atau puasa. Hanya saja saya mencintai Allah dan Rasulnya”
Nabi bersabda: ‘Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai’
Kata Anas bin malik: “Aku belum pernah melihat kaum muslim berbahagia setelah masuk Islam karena sesuatu seperti bahagianya mereka ketika mendengar sabda Nabi itu” [HR Bukhari]
Sebagaimana orang arab dusun itu, sungguh kita tka mempersiapkan bekal buat hari kiamat nanti. Kecuali kecintaan kepada Allah dan RasulNya. Kita ingin Allah menghimpun kita bersama orang orang yang kita cintai.
Tetapi, apakah bukti bahwa kita mencintai Rasulullah?
Mencintai dengan Meneladani
Alkisah di negeri Arab ada seorang janda miskin yang mempunyai anak. Karena anaknya menangis kelaparan, janda itu terpaksa harus keluar rumah untuk mencari uang.
Di depan sebuah masjid, dia bertemu seorang muslim dan meminta bantuannya, “Anakku yatim dan kelaparan, aku minta pertolonganmu” kata janda itu menghiba.
“Mana buktinya?” tanya lelaki muslim itu.
Janda itu tidak dapat membuktikan karena dia sendiri orang asing di tempat itu. Akhirnya lelaki itu tidak menolongnya.
Setelah itu, janda miskin itu bertemu dnegna orang Majusi. Dia pun meminta bantuannya. Orang Majusi itu mengajak ke rumahnya, memuliakannya dan memberinya uang dan pakaian.
Pada malam harinya, lelaki muslim yang menolak menolong itu bermimpi berjumpa dengan Rasulullah. Semua orang mendatangi Nabi dan beliau menyambut mereka dnegan baik. Ketika tiba giliran lelaki itu menghadap Rasulullah, beliau mengusirnya dan menyuruhnya pergi. Lelaki itu berteriak, “Ya Rasulullah, aku ini umatmu yang mencintaimu juga”
Rasulullah bertanya, “Mana buktinya?”
Lelaki itu tersadar, Rasulullah menyindirnya karena dia telah meminta bukti saat dimintai pertolongan. Dia menangis, Rasulullah lalu menunjukkan sebuah taman indah dan hunian indah di surga.
“Lihat ini,” tutur Rasulullah. “Seharusnya semua ini kuberikan kepada mu. Tetapi karena kau tidak menolong janda dan anak yatim itu, kuberikan semua ini pada seorang Majusi”
Pagi harinya lelaki itu terbangun. DIa mencari janda miskin itu. Ternyata dia menemukannya sedang berada di rumah seoragn Majusi. “Ikutlah kau bersamaku,” pinta lelaki itu pada si janda. Tetapi orang Majusi tidak mau menyerahkannya. AKu akan beri kau ribuan dinar asal kau mau menyerahkannya,” pinta si lelaki muslim. Orang Majusi itu tetap dtidak mau. Lelaki itu akhirnya jengkel dan berkata. “Janda ini orang Islam. Seharusnya yang menolongnya sesame muslim juga!”
Orang Majusi itu lalu bercerita, “Tadi malam aku bermimpi bertemu Rasulullah. Dia mengatakan akan memberikan kepadaku surga yang semula akan diberikan kepadamu. KEtahuilah, pagi ini ketika aku terbangun, aku langsung masuk Islam dan menjadi pengikutnya karean aku telah menunjukkan bukti bahwa aku adalah salah seorang pencintanya”
Begitulah. Cinta laksana air mengalir yang memindahkan seluruh sifat dan karakter kekasih kepada yang mencintainya. Bukti nyata kita mencintai Rasulullah adalah meneladani akhlaknya dan setia mengikuti sunnahnya.
Rasulullah bersabda, “Orang yang paling aku cintai dan paling dekat kepadaku di antara kalian di akhirat kelak adalah orang yang paling baik akhlaknya. Orang yang paling kubenci dan paling jauh dariku di akhirat adalah orang yang paling buruk akhlaknya, yaitu orang yang banyak bicara, suka ngobrol dan suka melecehkan orang lain” (HR Ahmad)
Dalam riwayat Anas bin Mlaik, Nabi bersabda: “Anakku! JIka kamu mampu pada pagi dan sore hari, dan dihatimu tidak ada kedengkian pada seseorang maka lakukanlah itu”
Lalu Nabi bersabda lagi, “Anakku! Yang dmeikian itu adalah diantara sunnahku. Siapa saja yang menghidupkan sunnahku maka dia sungguh telah mencintaiku. Siapa saja yang mencintaiku maka dia kana bersamaku di surga kelak” (HR Tirmidzi)
“Katakan, (wahai Muhammad), ‘JIka kalian (benar benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintai dan mengampuni dosa dosa kalia’. Allah Maha Pengampun dna Maha Penyayang” (QS Al Imran, 3:31)
Al Quran menuturkan, “Telah datang kepadamu seorang Rasul dari kalanganmu sendiri. Berat baginya apa yang kamu derita, sangat ingin agar kamu mendapatkan kebahagiaan. DIa sangat pengasih dan penyayang (raufur rahim) kepada orang orang yang beriman” (QS At Taubah 9:128).
Bagaimana kita dapat ikut merasakan penderitaan orangorang di sekitar kita? Bagaimana kita menjadi ornag yang berusaha agar orang lain hidup bahagia dan memperoleh petunjuk Allah? Bagaimana kita menumbuhkan sikap raufur rahim didalam diri kita seperti Rasulullah mencontohkan kepada kita?
Bohonglah orang yang mengaku mencintai Allah tetapi dia tidak mencintai RasulNya, bohonglah ornag yang mengaku mencintai RasulNya tetpai dia tidak mencintai kaum fakir dan miskin. Dna bohonglah orang yang mengaku mencintai surga tetapi dia tidak mau menaati Allah SWT. Demikian ditegaskan Imam Al Ghazali dalam Ihya’ Ulum al Din.
Jiwa kita akan bersama dengan orang yang kita cintai. Rasulullah menganjurkan kita untuk mencintai beliau dan ahli baitnya. Karena bila kita mencintainya dengan tulus maka prilaku kita akan sesuai dengan prilaku Rasulullah dan keluarganya. Kita akan bertingkah laku seperti apa yang dikehendaki Rasulullah. Seluruh kejadian yang menimpa Rasulullah dan keluarganya akan mempengaruhi emosi dan perasaan kita.
Kita tidak dapat mengandalkan amal kita yang terbatas. Kita sangat tergantung dan mendambakan rahmat Allah. Siapa lagi yang menjadi rahmat bagi semua alam selain Rasulullah?~~
http://nabimuhammad.info
[HR Bukhari dan Muslim]
Suatu ketika, Nabi Isa a.s berdakwah di sebuah kota kecil. ORang orang meminta beliau menunjukkan mukjizatnya.
“Mukjizat apa yang kalian inginkan?” tanya Nabi Isa.
Mereka menjawab, “Hidupkanlah ornag yang sudah mati”
Mereka pun pergi ke makam kota dan berhenti di sebuah kuburan. Sang Nabi pun berdoa kepada Tuhan agar orang yang sudah mati itu dihidupkan kembali. Orang mati tersebut bangkit dari kuburnya, melihat lihat sekelilingnya dan berteriak: “Keledaikau, mana keledaiku?”
Semua yang hadir heran. Nabi Isa menjelaskan, dia dahuluny aorang miskin. Kekayaan yang sangat ia hargai adalah keledainya. Semasa hidupnya dia disibukkan dengan keledai itu. Beliau berpesan, “Apapun yang paling kau perhatikan akan menentukan apa yang akan terjadi padamu saat kebangkitan. Di akhirat, kalian akan bersama dengan apa yang kalian cintai”
Nah, kira kira apa yang bakal kita teriakkan kelak kala kita dibangkitkan? Kita bisa menebaknya sekarang. Mungkin uang, mobil atau rumah baru. Boleh jadi penyanyi idola kita. Mungkin juga partai atau kursi kekuasaan. Ya, apapun yang mendominasi hari hari kita, itulah yang bakal kita damba kelak, baik kita sadari atau tidak.
Dalam wacana psikologi mutakhir, begitulah hukum tarik menarik [law of attraction] terjadi. Segala sesuatu yang kita pikirkan dengan segenap perhatian, energi dan konsentrasi, biak hal positif maupun negatif, akan datang dalam kehidupan kita.
Dan menurut hukum ini pula, sesuatu akan menarik pada dirinya segala hal yang satu sifat dengannya. Kemiripan menarik kemiripan. Orang baik akan berkumpul dengan orang baik. Orang jahat akan bersatu sesama orang jahat.
JIwa anda akan bersama jiwa orang yang anda cintai. Rasulullah menganjurkan kita untuk mencintai beliau dan ahli baitnya. Karena bila kita mencintainya dengan tulus maka prilaku kita akan sesuai dengan prilaku Rasulullah dan keluarganya. Kita akan bertingkah laku seperti apa yang dikehendaki Rasulullah. Seluruh kejadian yang menimpa Rasulullah dan keluarganya akan mempengaruhi emosi dan perasaan kita.
Namun, coba jernihkan pikiran kita sejenak. Biarkan hati kita tetirah sesaat dari hiruk pikuk kesibukan kita. Maka, jauh dari relung kesadaran kita terbersit secercah harapan: kelak kita ingin digabungkan dengan khafilah Rasulullah. Meminjam bahasa firman Tuhan, kita ingin ……..”bersama sama dengan orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah: para nabi, shiddiqin, syuhada dan oran gshaleh. Dan merekalah sebaik baik teman … [QS An Nisa: 4:69]
Seorang laki laki Arab dusun datang menemui Nabi dan bertanya: “Kapan kiamat itu?”
Mendapat pertanyaan itu, Nabi balik bertanya: “Apa yang telah engkau persiapkan untuk itu?”
Dia menjawab: “Demi Allah, saya tidak mempersiapkan amal yang banyak biak berupa shalat atau puasa. Hanya saja saya mencintai Allah dan Rasulnya”
Nabi bersabda: ‘Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai’
Kata Anas bin malik: “Aku belum pernah melihat kaum muslim berbahagia setelah masuk Islam karena sesuatu seperti bahagianya mereka ketika mendengar sabda Nabi itu” [HR Bukhari]
Sebagaimana orang arab dusun itu, sungguh kita tka mempersiapkan bekal buat hari kiamat nanti. Kecuali kecintaan kepada Allah dan RasulNya. Kita ingin Allah menghimpun kita bersama orang orang yang kita cintai.
Tetapi, apakah bukti bahwa kita mencintai Rasulullah?
Mencintai dengan Meneladani
Alkisah di negeri Arab ada seorang janda miskin yang mempunyai anak. Karena anaknya menangis kelaparan, janda itu terpaksa harus keluar rumah untuk mencari uang.
Di depan sebuah masjid, dia bertemu seorang muslim dan meminta bantuannya, “Anakku yatim dan kelaparan, aku minta pertolonganmu” kata janda itu menghiba.
“Mana buktinya?” tanya lelaki muslim itu.
Janda itu tidak dapat membuktikan karena dia sendiri orang asing di tempat itu. Akhirnya lelaki itu tidak menolongnya.
Setelah itu, janda miskin itu bertemu dnegna orang Majusi. Dia pun meminta bantuannya. Orang Majusi itu mengajak ke rumahnya, memuliakannya dan memberinya uang dan pakaian.
Pada malam harinya, lelaki muslim yang menolak menolong itu bermimpi berjumpa dengan Rasulullah. Semua orang mendatangi Nabi dan beliau menyambut mereka dnegan baik. Ketika tiba giliran lelaki itu menghadap Rasulullah, beliau mengusirnya dan menyuruhnya pergi. Lelaki itu berteriak, “Ya Rasulullah, aku ini umatmu yang mencintaimu juga”
Rasulullah bertanya, “Mana buktinya?”
Lelaki itu tersadar, Rasulullah menyindirnya karena dia telah meminta bukti saat dimintai pertolongan. Dia menangis, Rasulullah lalu menunjukkan sebuah taman indah dan hunian indah di surga.
“Lihat ini,” tutur Rasulullah. “Seharusnya semua ini kuberikan kepada mu. Tetapi karena kau tidak menolong janda dan anak yatim itu, kuberikan semua ini pada seorang Majusi”
Pagi harinya lelaki itu terbangun. DIa mencari janda miskin itu. Ternyata dia menemukannya sedang berada di rumah seoragn Majusi. “Ikutlah kau bersamaku,” pinta lelaki itu pada si janda. Tetapi orang Majusi tidak mau menyerahkannya. AKu akan beri kau ribuan dinar asal kau mau menyerahkannya,” pinta si lelaki muslim. Orang Majusi itu tetap dtidak mau. Lelaki itu akhirnya jengkel dan berkata. “Janda ini orang Islam. Seharusnya yang menolongnya sesame muslim juga!”
Orang Majusi itu lalu bercerita, “Tadi malam aku bermimpi bertemu Rasulullah. Dia mengatakan akan memberikan kepadaku surga yang semula akan diberikan kepadamu. KEtahuilah, pagi ini ketika aku terbangun, aku langsung masuk Islam dan menjadi pengikutnya karean aku telah menunjukkan bukti bahwa aku adalah salah seorang pencintanya”
Begitulah. Cinta laksana air mengalir yang memindahkan seluruh sifat dan karakter kekasih kepada yang mencintainya. Bukti nyata kita mencintai Rasulullah adalah meneladani akhlaknya dan setia mengikuti sunnahnya.
Rasulullah bersabda, “Orang yang paling aku cintai dan paling dekat kepadaku di antara kalian di akhirat kelak adalah orang yang paling baik akhlaknya. Orang yang paling kubenci dan paling jauh dariku di akhirat adalah orang yang paling buruk akhlaknya, yaitu orang yang banyak bicara, suka ngobrol dan suka melecehkan orang lain” (HR Ahmad)
Dalam riwayat Anas bin Mlaik, Nabi bersabda: “Anakku! JIka kamu mampu pada pagi dan sore hari, dan dihatimu tidak ada kedengkian pada seseorang maka lakukanlah itu”
Lalu Nabi bersabda lagi, “Anakku! Yang dmeikian itu adalah diantara sunnahku. Siapa saja yang menghidupkan sunnahku maka dia sungguh telah mencintaiku. Siapa saja yang mencintaiku maka dia kana bersamaku di surga kelak” (HR Tirmidzi)
“Katakan, (wahai Muhammad), ‘JIka kalian (benar benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintai dan mengampuni dosa dosa kalia’. Allah Maha Pengampun dna Maha Penyayang” (QS Al Imran, 3:31)
Al Quran menuturkan, “Telah datang kepadamu seorang Rasul dari kalanganmu sendiri. Berat baginya apa yang kamu derita, sangat ingin agar kamu mendapatkan kebahagiaan. DIa sangat pengasih dan penyayang (raufur rahim) kepada orang orang yang beriman” (QS At Taubah 9:128).
Bagaimana kita dapat ikut merasakan penderitaan orangorang di sekitar kita? Bagaimana kita menjadi ornag yang berusaha agar orang lain hidup bahagia dan memperoleh petunjuk Allah? Bagaimana kita menumbuhkan sikap raufur rahim didalam diri kita seperti Rasulullah mencontohkan kepada kita?
Bohonglah orang yang mengaku mencintai Allah tetapi dia tidak mencintai RasulNya, bohonglah ornag yang mengaku mencintai RasulNya tetpai dia tidak mencintai kaum fakir dan miskin. Dna bohonglah orang yang mengaku mencintai surga tetapi dia tidak mau menaati Allah SWT. Demikian ditegaskan Imam Al Ghazali dalam Ihya’ Ulum al Din.
Jiwa kita akan bersama dengan orang yang kita cintai. Rasulullah menganjurkan kita untuk mencintai beliau dan ahli baitnya. Karena bila kita mencintainya dengan tulus maka prilaku kita akan sesuai dengan prilaku Rasulullah dan keluarganya. Kita akan bertingkah laku seperti apa yang dikehendaki Rasulullah. Seluruh kejadian yang menimpa Rasulullah dan keluarganya akan mempengaruhi emosi dan perasaan kita.
Kita tidak dapat mengandalkan amal kita yang terbatas. Kita sangat tergantung dan mendambakan rahmat Allah. Siapa lagi yang menjadi rahmat bagi semua alam selain Rasulullah?~~
http://nabimuhammad.info
Ahlussunnah dan Para Sufi Menentang Paham Hulul dan Wahdatul Wujud
Ahlussunnah Wal Jama'ah mengatakan: "Sesungguhnya Allah tidaklah bertempat pada sesuatu, tidak terpecah dari-Nya sesuatu dan tidak menyatu dengan-Nya sesuatu, Allah tidak serupa dengan sesuatupun dari makhluk-Nya".
Syekh Abd al Ghani an-Nabulsi -semoga Allah merahmatinya dalam kitabnya al Faidl ar-Rabbani berkata:"Barangsiapa yang mengatakan bahwa Allah terpisah dari-Nya sesuatu, Allah menempati sesuatu, maka dia telah kafir".
Al Imam al Junayd al Baghdadi (W. 297 H) penghulu kaum sufi pada masanya berkata: "Seandainya aku adalah seorang penguasa niscaya aku penggal setiap orang yang mengatakan tidak ada yang maujud (ada) kecuali Allah". (dinukil oleh Syekh Abd al Wahhab asy-Sya'rani dalam kitabnya al Yawaqit Wal Jawahir).
Al Imam Ar-Rifa'i -semoga Allah meridlainya- berkata: "Ada dua perkataan (yang diucapkan dengan lisan meskipun tidak diyakini dalam hati) yang bisa merusak agama: perkataan bahwa Allah menyatu dengan makhluk-Nya (Wahdat al Wujud) dan berlebih-lebihan dalam mengagungkan para Nabi dan para wali, yakni melampaui batas yang disyariatkan Allah dalam mengagungkan mereka
Beliau juga mengatakan: "Jauhilah perkataan Wahdat al Wujud yang banyak diucapkan oleh orang-orang yang mengaku sufi dan jauhilah sikap berlebih-lebihan dalam agama karena sesungguhnya melakukan dosa itu lebih ringan dari pada terjatuh dalam kekufuran
"Sesungguhnya Allah tidaklah mengampuni orang yang mati dalam keadaan syirik atau kufur sedangkan orang yang mati dalam keadaan muslim tetapi ia melakukan dosa-dosa di bawah kekufuran maka ia tergantung kepada kehendak Allah, jika Allah menghendaki Ia akan menyiksa orang yang Ia kehendaki dan jika Allah berkehendak, Ia akan
mengampuni orang yang Ia kehendaki".
Dua perkataan al Imam Ahmad ar-Rifa'i tersebut dinukil oleh al Imam ar-Rafi'i asy-Syafi'i dalam kitabnya Sawad al 'Aynayn fi Manaqib Abi al 'Alamain.
Salah seorang khalifah Syekh Ahmad ar-Rifa'i (dalam Thariqah ar-Rifa'iyyah) pada abad XIII H, Syekh al 'Alim Abu al Huda ash- Shayyadi -semoga Allah merahmatinya- dalam kitabnya at-Thariqah ar- Rifa'iyyah berkata: "Sesungguhnya mengatakan Wahdah al Wujud (Allah menyatu dengan makhluk-Nya) dan Hulul (Allah menempati makhluk-Nya)
menyebabkan kekufuran dan sikap berlebih-lebihan dalam agama menyebabkan fitnah dan akan menggelincirkan seseorang ke neraka, karenanya wajib dijauhi".
Syekh al 'Alim Abu al Huda ash-Shayyadi –semoga Allah merahmatinya- juga mengatakan dalam kitabnya al Kawkab ad-Durriy:
"Barangsiapa mengatakan saya adalah Allah dan tidak ada yang mawjud (ada) kecuali Allah atau dia adalah keseluruhan alam ini, jika ia dalam keadaan berakal (sadar) maka dia dihukumi murtad (kafir)".
Al Imam Syekh Muhyiddin ibn 'Arabi mengatakan: "Tidak akan meyakini Wahdah al Wujud kecuali para mulhid (atheis) dan barangsiapa yang meyakini Hulul maka agamanya rusak (Ma'lul)".
Sedangkan perkataan-perkataan yang terdapat dalam kitab Syekh Muhyiddin ibn 'Arabi yang mengandung aqidah Hulul dan Wahdah al Wujud itu adalah sisipan dan dusta yang dinisbatkan kepadanya. Sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Abdul Wahhab asy-Sya'rani dalam kitabnya Lathaif al Minan Wa al Akhlaq menukil dari para ulama. Demikian juga dijelaskan oleh ulama-ulama lain.
= Aqidah Ahlussunah Wal Jamaah
Darul Fatwa
Syekh Abd al Ghani an-Nabulsi -semoga Allah merahmatinya dalam kitabnya al Faidl ar-Rabbani berkata:"Barangsiapa yang mengatakan bahwa Allah terpisah dari-Nya sesuatu, Allah menempati sesuatu, maka dia telah kafir".
Al Imam al Junayd al Baghdadi (W. 297 H) penghulu kaum sufi pada masanya berkata: "Seandainya aku adalah seorang penguasa niscaya aku penggal setiap orang yang mengatakan tidak ada yang maujud (ada) kecuali Allah". (dinukil oleh Syekh Abd al Wahhab asy-Sya'rani dalam kitabnya al Yawaqit Wal Jawahir).
Al Imam Ar-Rifa'i -semoga Allah meridlainya- berkata: "Ada dua perkataan (yang diucapkan dengan lisan meskipun tidak diyakini dalam hati) yang bisa merusak agama: perkataan bahwa Allah menyatu dengan makhluk-Nya (Wahdat al Wujud) dan berlebih-lebihan dalam mengagungkan para Nabi dan para wali, yakni melampaui batas yang disyariatkan Allah dalam mengagungkan mereka
Beliau juga mengatakan: "Jauhilah perkataan Wahdat al Wujud yang banyak diucapkan oleh orang-orang yang mengaku sufi dan jauhilah sikap berlebih-lebihan dalam agama karena sesungguhnya melakukan dosa itu lebih ringan dari pada terjatuh dalam kekufuran
"Sesungguhnya Allah tidaklah mengampuni orang yang mati dalam keadaan syirik atau kufur sedangkan orang yang mati dalam keadaan muslim tetapi ia melakukan dosa-dosa di bawah kekufuran maka ia tergantung kepada kehendak Allah, jika Allah menghendaki Ia akan menyiksa orang yang Ia kehendaki dan jika Allah berkehendak, Ia akan
mengampuni orang yang Ia kehendaki".
Dua perkataan al Imam Ahmad ar-Rifa'i tersebut dinukil oleh al Imam ar-Rafi'i asy-Syafi'i dalam kitabnya Sawad al 'Aynayn fi Manaqib Abi al 'Alamain.
Salah seorang khalifah Syekh Ahmad ar-Rifa'i (dalam Thariqah ar-Rifa'iyyah) pada abad XIII H, Syekh al 'Alim Abu al Huda ash- Shayyadi -semoga Allah merahmatinya- dalam kitabnya at-Thariqah ar- Rifa'iyyah berkata: "Sesungguhnya mengatakan Wahdah al Wujud (Allah menyatu dengan makhluk-Nya) dan Hulul (Allah menempati makhluk-Nya)
menyebabkan kekufuran dan sikap berlebih-lebihan dalam agama menyebabkan fitnah dan akan menggelincirkan seseorang ke neraka, karenanya wajib dijauhi".
Syekh al 'Alim Abu al Huda ash-Shayyadi –semoga Allah merahmatinya- juga mengatakan dalam kitabnya al Kawkab ad-Durriy:
"Barangsiapa mengatakan saya adalah Allah dan tidak ada yang mawjud (ada) kecuali Allah atau dia adalah keseluruhan alam ini, jika ia dalam keadaan berakal (sadar) maka dia dihukumi murtad (kafir)".
Al Imam Syekh Muhyiddin ibn 'Arabi mengatakan: "Tidak akan meyakini Wahdah al Wujud kecuali para mulhid (atheis) dan barangsiapa yang meyakini Hulul maka agamanya rusak (Ma'lul)".
Sedangkan perkataan-perkataan yang terdapat dalam kitab Syekh Muhyiddin ibn 'Arabi yang mengandung aqidah Hulul dan Wahdah al Wujud itu adalah sisipan dan dusta yang dinisbatkan kepadanya. Sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Abdul Wahhab asy-Sya'rani dalam kitabnya Lathaif al Minan Wa al Akhlaq menukil dari para ulama. Demikian juga dijelaskan oleh ulama-ulama lain.
= Aqidah Ahlussunah Wal Jamaah
Darul Fatwa
Tabaruk (1)
Mengambil berkah / Tabaruk adalah salah satu yang menjadi pertannyaan belakangan ini..bolehkah mengambil berkah dari bekas-bekas para solihin .. ?
Tabaruk adalah mengambil berkah, dari benda, baju, debu, air liur, airmata, keringat, atau apa saja dari tubuh shalihin atau benda yg disentuh oleh mereka.
Secara harfiah, tabarruk berarti mencari keberkahan dari sesuatu {atsr: benda-benda peninggalan) yang pernah dimiiiki atau disentuh oleh orang suci. Allah sendiri menganjurkan tabaruk dengan menyebutkan beberapa contoh tabaruk yang dilakukan para nabi-Nya. Misalnya, Dia menyebutkan tabaruk Nabi Yakub melalui benda peninggalan putranya, Yusuf a.s., dan tabaruk Bani Israil melalui benda-benda peninggalan keluarga Musa dan Harun a.s. Kita juga mendapati banyak dalil tentang tabaruk para sahabat dan tabiin melalui Nabi saw. dan orang-orang saleh.
Allah berfirman:
Pergilah kamu dengan membawa gamisku ini, lalu letakkanlah ke wajah ayahku, nanti ia akan melihat kcmbali; dan bawa-lah keluargamu scmuanya kepadaku." Talkala kafilah itu lelah keluar, ayah mereka berkata: "Sesungguhnya aku mencium bau Yusuf .... Talkala telah tiba pembawa kabar gembira itu, diletakkannya baju gamis itu ke wajah Yakub, lalu ia dapat melihat kembali.
Berkata Yakub: "Tidakkah kukatakan kepadamu bahwa aku mengetahui dan Allah apa yang tidak kamu kelahui. (Q.S. Yusuf [12): 93-96).
Dan, dalam surah al-Baqarah ayal 248, Dia berfirman:
Dan Nabi mereka mengalakan kepada mereka: "Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja adalah kembalinya labul kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dart Tuhanmu dan sisa pe-ninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa oleh malaikal. Sesungguhnya pada yang demikian itu lerdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman"
Sementara dalam Islam, kita mengenal tradisi tabaruk melalui benda-benda peninggalan pribadi Nabi saw. Berikut ini beberapa riwayat tentang tabaruk dengan atsar Nabi saw.
I. Tabaruk dengan rambut dan kuku Nabi saw.
Mengenai hal ini kita menemukan banyak riwayat, misalnya yang diriwayatkan oleh al-Bukhari:
Utsman ibn Abdullah ibn Mawhab berkata, "keluargaku menyuruhku menemui Ummu Salamah membawa segelas air. Ummu Salamah mengeluarkan sebuah botol perak berisi beberapa helai rambut Nabi saw., yang ia pergunakan ketika ada seseorang yang berada di bawah pengaruh jahat atau sakit. Biasanya mereka mengirimkan segelas air yang kemudian ke dalamnya dicelupkan rambut ini {untuk diminum). Kami biasa melihat botol perak itu; aku melihat di dalamnya beberapa helai rambut pirang.
Masih menurut al-Bukhari, Anas berkata, "Ketika Nabi saw. mencukur rambutnya (setelah ibadah haji), Abu Thalhah menjadi orang pertama yang mengambil rambutnya."
Sementara dari riwayat Muslim, Anas berkata, "Nabi saw. melempar batu dalam jumrah, kemudian menyembelih hewan korban, lalu memerintahkan tukang cukur untuk mencukur
rambutnya pada bagian kanan terlebih dahulu, kemudian beliau mulai memberikan rambut itu kepada umat."
Anas berkata, "Thalhahlah yang membagi-bagi rambut itu"
Dan menurut Ahmad, Thalhah berkata, "Ketika Nabi saw. mencukur rambutnya di Mina, beliau memberiku rambut itu dari bagian kepala sebelah kanan seraya bersabda: 'Anas, bawalah rambut ini ke Ummu Sulaym (ibunda Anas). Ketika para sahabat melihat apa yang diberikan Nabi saw. kepadaku, mereka mulai berebut mengambil rambut itu dari bagian kiri kepala, dan setiap orang mendapatkan bagiannya."
Ibn al-Sakan meriwayatkan melalui Shafwan ibn Hubairah dari ayahnya, dari Tsabit al-Bunani bahwa Anas ibn Malik ber¬kata kepadanya (menjelang kematiannya), "Inilah sehelai rambut Rasulullah saw. Aku ingin kau meletakkannya di bawah lidahku (setelah aku mati)." Tsabit melanjutkan, "Aku meletakkannya di bawah lidahnya, dan ia dimakamkan bersama rambut itu."
Abu Bakar berkata, "Aku melihat Khalid (ibn al-Walid) meminta gombak Nabi saw. dan mendapatkannya. Ia pernah meletakkannya di dekat matanya dan kemudian menciumnya." Dikisahkan bahwa ia meletakkannya dalam qalansuwah (penutup kepala yang diikat serban)-nya dan setiap kali berperang ia selalu memenangkannya. Diriwayatkan oleh Ibn Hajar dalam karyanya, Ishabah: Ibn Abi Zaid al-Qairawani meriwayatkan bahwa Imam Malik berkata, "Khalid ibn al-Walid memiliki sebuah qalansuwah yang di dalamnya disimpan beberapa helai rambut Nabi saw., dan itulah yang dipakainya dalam Perang Yarmuk."
Ibn Sirin (seorang tabiin) berkata, "Sehelai rambut Nabi saw. yang kumiliki jauh lebih berharga daripada perak dan emas dan dari dunia beserta segata isinya." (diriwayatkan oleh al-Bukhari, al-Baihaqi).
Dari Anas RA bahwa Ummu Sulaim membuka kotak kecilnya, lantas mengelap keringat Nabi SAW ke dalamnya, kemudian memerasnya ke dalam botol-botolnya.
Nabi SAW bertanya,."Apa yang kamu lakukan, hai Ummu Sulaim?"
Ummu Sulaim menjawab, "WahaiRasulullah, kami mengharapkan keberkahannya bagi anak-anak kecil kami." HR Muslim (2331)
Dinyataan dalam rlwayat bahwa ketika Anas menghadap kematian, dia berwasiat agar keringat itu dicampur dengan hanuth (jenis minyak wangi untuk jenazah). Dan begitu dia wafat minyak wangi itu pun diberi keringat beliau tersebut - HR Al-Bukhari (5992)
Anas mengatakan, "Aku melihat Rasulullah SAW dan tukang cukur rambut yang sedang mencukur beliau, sernentara sahabat-sahabat beliau mengelilingi beliau. Mereka tidak menghendaki ada sehelai rambut pun yang jatuh kecuali di tangan seseorang." - HR Muslim (2325).
Para sahabat RA senantiasa menjaga rambut Nabi SAW untuk keperluan tabaruk dan permohonan syafa'at.
Dari Abu Juhaifah RA, ia mengata¬kan, "Aku menemui Nabi SAW yang saat itu sedang berada di Kubah Merah yang terbuat dari kulit. Aku melihat Bilal mengambilkan air wudhu Nabi SAW semen tara orang-orang dengan sigap menadahi air wudhu Itu. Orang yang mendapatkan tadahan air wudhu membasuhkannya pada dirinya. Sedangkan orang yang tidak mendapatkan tadahan air wudhu mengambil dari basahan air wu-dhu yang didapatkan oleh sahabatnya. Maksudnya untuk mendapatkan keberkahan dan syafa'at."
Abu Musa Al-Asy'ari mengatakan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Abu Juhaifah RA darinya, Nabi SAW meminta diambilkan secawan air lantas membasuh kedua tangan dan wajah beliau dengan air tersebut lalu menuangkannya. Kemudian beliau bersabda kepada Abu Musa RA dan Abu Juhaifah RA, "Minumlah kalian berdua darinya, dan tuangkanlah pada wajah dan leher kalian berdua." - HR Al-Bukhari (185). Ini adalah perintah dari Rasulullah SAW agar melakukan tabaruk pada bekas-bekas beliau.
Dari Ja'far bin Muhammad RA, ia mengatakan, "Saat mereka memandikan jenazah Nabi SAW setelah beliau wafat, ada air yang terhimpun di kelopak mata beliau. Ketika itu All RA mengisap nya sedikit demi sedikit." - HR Ahmad (1:267). Maksudnya, ia mengisap air itu lantaran keberkahan-keberkahan Nabi SAW.
Diriwayatkan, Muawiyah memiliki beberapa potongan kuku Nabi SAW. Ketika menghadapi kematian, ia berwasiat agar kuku-kuku itu ditumbuk sampai halus lantas diletakkan di mata dan mulutnya. Muawiyah berkata kepada para sahabat, "Lakukanlah itu kepadaku, dan biarkan-lah antara aku dan Allah Arhamurrahi-min. -Tahdzib aLAsma' wa al-Lughat, karya An-Nawawi (2: 407).
Diriwayatkan, Anas berwasiat agar di bawah lidahnya diberi sehelai rambut Rasulullah SAW. Wasiatnya ini pun di-lakukan - Al-lshabah ft Tamyiz ash-Shahabah, karya Ibnu Hajar (1:127).
Hikmah bertabaruk dengan bekas orang-orang shalih
Seorang bijak menyebutkan, hikmah tabaruk dengan bekas orang-orang shalih dan tempat-tempat mereka serta apa-apa yang berhubungan dengan me¬reka adalah lantaran tempat-tempat me¬reka berkaitan dengan pakaian mereka, pakaian mereka mencakup badan me¬reka, badan mereka mencakup hati me¬reka, dan hati mereka berada dalam ke-hadiran Tuhan mereka.
Jika Allah melimpahkan berbagai curahan anugerah ketuhanan ke dalam hati mereka, keberkahannya menjalar kepada apa-apa yang berkaitan dengan-nya dan kepada apa-apa yang berada di sekitamya. Seperti dinyatakan dalam firman Allah SWT, "(Samiri berkata) lalu aku mengambil segenggam dari bekas utusan itu." - QS Thaha (20): 96. Mak¬sudnya, dari bekas telapak kaki kuda utusan itu (malaikat) sebagaimana yang dipaparkan dalam sejumlah tafsir - Al-Jami' li Ahkam al-Qur'an, karya Al-Qurthubi (7:251), dan Tafsir Ibnu Katsir (3: 220).
Tabaruk adalah Tawasul
Tabaruk dengan bekas orang-orang shalih adalah hakikat tawasul dengan diri, dan ini dibolehkan, bahkan dianjurkan dalam syari'at. Sebab, ini berarti seorang hamba menggapai wasilah atau perantara kepada Allah untuk mencapai tujuan-tujuannya. Tentu saja, dengan demikian, perantara itu sesuatu atau seseorang yang telah ditetapkan memiliki keutamaan di sisi-Nya.
Mengapa tabaruk dibolehkan, bahkan dianjurkan dalam syari'at?
Dinyatakan boleh dan dianjurkan, karena bertabaruknya mereka, yaitu para sahabat, pada seluruh aktivitas me¬reka itu adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Adapun pernyataan bah-wa tabaruk ini merupakan perbuatan yang sia-sia tanpa makna, tidak pula berfaedah bagi mereka yang melaku-kannya, sungguh jauh kemungkinannya para sahabat melakukan perbuatan yang tiada arti sama sekali, dan jauh kemungkinannya Rasulullah SAW me-netapkan perbuatan yang tiada arti itu. Jadi, pasti mereka mempunyai tujuan yang benar dan maksud yang mereka kehendaki, yaitu menggapai berkah, syafa'at, dan rahmat dari Allah SWT lan¬taran keutamaan bekas-bekas yang mulia itu di sisi-Nya.
IY,
sumber: Buku : Seribu Satu Jawaban Masalah-masalah Aqidah
Buku : Syafaat, Tawasul dan TAbaruk
Tabaruk adalah mengambil berkah, dari benda, baju, debu, air liur, airmata, keringat, atau apa saja dari tubuh shalihin atau benda yg disentuh oleh mereka.
Secara harfiah, tabarruk berarti mencari keberkahan dari sesuatu {atsr: benda-benda peninggalan) yang pernah dimiiiki atau disentuh oleh orang suci. Allah sendiri menganjurkan tabaruk dengan menyebutkan beberapa contoh tabaruk yang dilakukan para nabi-Nya. Misalnya, Dia menyebutkan tabaruk Nabi Yakub melalui benda peninggalan putranya, Yusuf a.s., dan tabaruk Bani Israil melalui benda-benda peninggalan keluarga Musa dan Harun a.s. Kita juga mendapati banyak dalil tentang tabaruk para sahabat dan tabiin melalui Nabi saw. dan orang-orang saleh.
Allah berfirman:
Pergilah kamu dengan membawa gamisku ini, lalu letakkanlah ke wajah ayahku, nanti ia akan melihat kcmbali; dan bawa-lah keluargamu scmuanya kepadaku." Talkala kafilah itu lelah keluar, ayah mereka berkata: "Sesungguhnya aku mencium bau Yusuf .... Talkala telah tiba pembawa kabar gembira itu, diletakkannya baju gamis itu ke wajah Yakub, lalu ia dapat melihat kembali.
Berkata Yakub: "Tidakkah kukatakan kepadamu bahwa aku mengetahui dan Allah apa yang tidak kamu kelahui. (Q.S. Yusuf [12): 93-96).
Dan, dalam surah al-Baqarah ayal 248, Dia berfirman:
Dan Nabi mereka mengalakan kepada mereka: "Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja adalah kembalinya labul kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dart Tuhanmu dan sisa pe-ninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa oleh malaikal. Sesungguhnya pada yang demikian itu lerdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman"
Sementara dalam Islam, kita mengenal tradisi tabaruk melalui benda-benda peninggalan pribadi Nabi saw. Berikut ini beberapa riwayat tentang tabaruk dengan atsar Nabi saw.
I. Tabaruk dengan rambut dan kuku Nabi saw.
Mengenai hal ini kita menemukan banyak riwayat, misalnya yang diriwayatkan oleh al-Bukhari:
Utsman ibn Abdullah ibn Mawhab berkata, "keluargaku menyuruhku menemui Ummu Salamah membawa segelas air. Ummu Salamah mengeluarkan sebuah botol perak berisi beberapa helai rambut Nabi saw., yang ia pergunakan ketika ada seseorang yang berada di bawah pengaruh jahat atau sakit. Biasanya mereka mengirimkan segelas air yang kemudian ke dalamnya dicelupkan rambut ini {untuk diminum). Kami biasa melihat botol perak itu; aku melihat di dalamnya beberapa helai rambut pirang.
Masih menurut al-Bukhari, Anas berkata, "Ketika Nabi saw. mencukur rambutnya (setelah ibadah haji), Abu Thalhah menjadi orang pertama yang mengambil rambutnya."
Sementara dari riwayat Muslim, Anas berkata, "Nabi saw. melempar batu dalam jumrah, kemudian menyembelih hewan korban, lalu memerintahkan tukang cukur untuk mencukur
rambutnya pada bagian kanan terlebih dahulu, kemudian beliau mulai memberikan rambut itu kepada umat."
Anas berkata, "Thalhahlah yang membagi-bagi rambut itu"
Dan menurut Ahmad, Thalhah berkata, "Ketika Nabi saw. mencukur rambutnya di Mina, beliau memberiku rambut itu dari bagian kepala sebelah kanan seraya bersabda: 'Anas, bawalah rambut ini ke Ummu Sulaym (ibunda Anas). Ketika para sahabat melihat apa yang diberikan Nabi saw. kepadaku, mereka mulai berebut mengambil rambut itu dari bagian kiri kepala, dan setiap orang mendapatkan bagiannya."
Ibn al-Sakan meriwayatkan melalui Shafwan ibn Hubairah dari ayahnya, dari Tsabit al-Bunani bahwa Anas ibn Malik ber¬kata kepadanya (menjelang kematiannya), "Inilah sehelai rambut Rasulullah saw. Aku ingin kau meletakkannya di bawah lidahku (setelah aku mati)." Tsabit melanjutkan, "Aku meletakkannya di bawah lidahnya, dan ia dimakamkan bersama rambut itu."
Abu Bakar berkata, "Aku melihat Khalid (ibn al-Walid) meminta gombak Nabi saw. dan mendapatkannya. Ia pernah meletakkannya di dekat matanya dan kemudian menciumnya." Dikisahkan bahwa ia meletakkannya dalam qalansuwah (penutup kepala yang diikat serban)-nya dan setiap kali berperang ia selalu memenangkannya. Diriwayatkan oleh Ibn Hajar dalam karyanya, Ishabah: Ibn Abi Zaid al-Qairawani meriwayatkan bahwa Imam Malik berkata, "Khalid ibn al-Walid memiliki sebuah qalansuwah yang di dalamnya disimpan beberapa helai rambut Nabi saw., dan itulah yang dipakainya dalam Perang Yarmuk."
Ibn Sirin (seorang tabiin) berkata, "Sehelai rambut Nabi saw. yang kumiliki jauh lebih berharga daripada perak dan emas dan dari dunia beserta segata isinya." (diriwayatkan oleh al-Bukhari, al-Baihaqi).
Dari Anas RA bahwa Ummu Sulaim membuka kotak kecilnya, lantas mengelap keringat Nabi SAW ke dalamnya, kemudian memerasnya ke dalam botol-botolnya.
Nabi SAW bertanya,."Apa yang kamu lakukan, hai Ummu Sulaim?"
Ummu Sulaim menjawab, "WahaiRasulullah, kami mengharapkan keberkahannya bagi anak-anak kecil kami." HR Muslim (2331)
Dinyataan dalam rlwayat bahwa ketika Anas menghadap kematian, dia berwasiat agar keringat itu dicampur dengan hanuth (jenis minyak wangi untuk jenazah). Dan begitu dia wafat minyak wangi itu pun diberi keringat beliau tersebut - HR Al-Bukhari (5992)
Anas mengatakan, "Aku melihat Rasulullah SAW dan tukang cukur rambut yang sedang mencukur beliau, sernentara sahabat-sahabat beliau mengelilingi beliau. Mereka tidak menghendaki ada sehelai rambut pun yang jatuh kecuali di tangan seseorang." - HR Muslim (2325).
Para sahabat RA senantiasa menjaga rambut Nabi SAW untuk keperluan tabaruk dan permohonan syafa'at.
Dari Abu Juhaifah RA, ia mengata¬kan, "Aku menemui Nabi SAW yang saat itu sedang berada di Kubah Merah yang terbuat dari kulit. Aku melihat Bilal mengambilkan air wudhu Nabi SAW semen tara orang-orang dengan sigap menadahi air wudhu Itu. Orang yang mendapatkan tadahan air wudhu membasuhkannya pada dirinya. Sedangkan orang yang tidak mendapatkan tadahan air wudhu mengambil dari basahan air wu-dhu yang didapatkan oleh sahabatnya. Maksudnya untuk mendapatkan keberkahan dan syafa'at."
Abu Musa Al-Asy'ari mengatakan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Abu Juhaifah RA darinya, Nabi SAW meminta diambilkan secawan air lantas membasuh kedua tangan dan wajah beliau dengan air tersebut lalu menuangkannya. Kemudian beliau bersabda kepada Abu Musa RA dan Abu Juhaifah RA, "Minumlah kalian berdua darinya, dan tuangkanlah pada wajah dan leher kalian berdua." - HR Al-Bukhari (185). Ini adalah perintah dari Rasulullah SAW agar melakukan tabaruk pada bekas-bekas beliau.
Dari Ja'far bin Muhammad RA, ia mengatakan, "Saat mereka memandikan jenazah Nabi SAW setelah beliau wafat, ada air yang terhimpun di kelopak mata beliau. Ketika itu All RA mengisap nya sedikit demi sedikit." - HR Ahmad (1:267). Maksudnya, ia mengisap air itu lantaran keberkahan-keberkahan Nabi SAW.
Diriwayatkan, Muawiyah memiliki beberapa potongan kuku Nabi SAW. Ketika menghadapi kematian, ia berwasiat agar kuku-kuku itu ditumbuk sampai halus lantas diletakkan di mata dan mulutnya. Muawiyah berkata kepada para sahabat, "Lakukanlah itu kepadaku, dan biarkan-lah antara aku dan Allah Arhamurrahi-min. -Tahdzib aLAsma' wa al-Lughat, karya An-Nawawi (2: 407).
Diriwayatkan, Anas berwasiat agar di bawah lidahnya diberi sehelai rambut Rasulullah SAW. Wasiatnya ini pun di-lakukan - Al-lshabah ft Tamyiz ash-Shahabah, karya Ibnu Hajar (1:127).
Hikmah bertabaruk dengan bekas orang-orang shalih
Seorang bijak menyebutkan, hikmah tabaruk dengan bekas orang-orang shalih dan tempat-tempat mereka serta apa-apa yang berhubungan dengan me¬reka adalah lantaran tempat-tempat me¬reka berkaitan dengan pakaian mereka, pakaian mereka mencakup badan me¬reka, badan mereka mencakup hati me¬reka, dan hati mereka berada dalam ke-hadiran Tuhan mereka.
Jika Allah melimpahkan berbagai curahan anugerah ketuhanan ke dalam hati mereka, keberkahannya menjalar kepada apa-apa yang berkaitan dengan-nya dan kepada apa-apa yang berada di sekitamya. Seperti dinyatakan dalam firman Allah SWT, "(Samiri berkata) lalu aku mengambil segenggam dari bekas utusan itu." - QS Thaha (20): 96. Mak¬sudnya, dari bekas telapak kaki kuda utusan itu (malaikat) sebagaimana yang dipaparkan dalam sejumlah tafsir - Al-Jami' li Ahkam al-Qur'an, karya Al-Qurthubi (7:251), dan Tafsir Ibnu Katsir (3: 220).
Tabaruk adalah Tawasul
Tabaruk dengan bekas orang-orang shalih adalah hakikat tawasul dengan diri, dan ini dibolehkan, bahkan dianjurkan dalam syari'at. Sebab, ini berarti seorang hamba menggapai wasilah atau perantara kepada Allah untuk mencapai tujuan-tujuannya. Tentu saja, dengan demikian, perantara itu sesuatu atau seseorang yang telah ditetapkan memiliki keutamaan di sisi-Nya.
Mengapa tabaruk dibolehkan, bahkan dianjurkan dalam syari'at?
Dinyatakan boleh dan dianjurkan, karena bertabaruknya mereka, yaitu para sahabat, pada seluruh aktivitas me¬reka itu adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Adapun pernyataan bah-wa tabaruk ini merupakan perbuatan yang sia-sia tanpa makna, tidak pula berfaedah bagi mereka yang melaku-kannya, sungguh jauh kemungkinannya para sahabat melakukan perbuatan yang tiada arti sama sekali, dan jauh kemungkinannya Rasulullah SAW me-netapkan perbuatan yang tiada arti itu. Jadi, pasti mereka mempunyai tujuan yang benar dan maksud yang mereka kehendaki, yaitu menggapai berkah, syafa'at, dan rahmat dari Allah SWT lan¬taran keutamaan bekas-bekas yang mulia itu di sisi-Nya.
IY,
sumber: Buku : Seribu Satu Jawaban Masalah-masalah Aqidah
Buku : Syafaat, Tawasul dan TAbaruk
Haruskah Salik Menjalani Baiat?
Prof Dr Nasaruddln Umar
Janji setia dari calon murid atau salik kepada mursyid biasa disebut baiat atau talqin. Dalam suatu tarekat, baiat adalah sesuatu yang lazim. Biasanya yang melakukan proses baiat ialah mursyid kepada salik. Sebelum ke proses pembaiatan, umumnya diawali perkenalan dan penjelasan langkah-langkah yang harus ditempuh jika kelak resmi menjadi murid.
Seorang calon salik diperkenalkan berbagai syarat dan ketentuan internal tarekat, misalnya kesediaan murid menyempurnakan ibadah syariah, patuh kepada mursyid, aktif dan telaten melakukan riyadhah, serta berusaha meninggalkan rutinitas duniawi, lalu memasuki wilayah tasawuf dengan menginternalisasikan sifat-sifat utama seperti sabar, tawakal, qanaah, dan syukur.
Ia secara perlahan-lahan dibimbing untuk meninggalkan dominasi eksoterisme dan memasuki wilayah esoterisme dalam beribadah. Ia dituntut berkontemplasi guna lebih banyak mengenal alam rohani, dan pada akhirnya salik berusaha respek dan mencintai mursyidnya. Bagaikan sahabat yang mencintai rasulnya.
Sang calon salik juga berlatih menumbuhkan rasa cinta (mahabbah) dan harapan besar [raja). Jika dia diyakini memiliki kemampuan untuk lanjut sebagai salik, mursyid akan membaiatnya. Prosesnya, ada yang sederhana ada juga yang lebih rumit. Ini semua bergantung pada ketentuan yang berlaku dalam sebuah tarekat.
Terkadang ada yang berbulan-bulan atau tahunan tetapi belum dibaiat. Sementara ada yang hanya beberapa hari tinggal bersama langsung dibaiat. Bergantung intensitas dan kesiapan calon murid menempa diri. Dasar hukum pelaksanaan baiat ini dihubungkan dengan surah al-Fath ayat 10.
Ayat tersebut berbunyi "Orang-orang yang berjanji setia kepadamu, sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Tuhan di atas tangan mereka. Barang siapa melanggar janjinya, niscaya akibat dia melanggar janji itu akan menimpa dirinya. Dan barang siapa menetapi janjinya kepada Allah, Allah akan memberinya pahala yang besar."
Idealnya, baiat itu mengikat, apalagi komitmen ini bertujuan positif sebagaimana ditegaskan Allah SWT, "Tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kalian berjanji, dan janganlah kalian membatalkan sumpah-sumpah kalian". (QS al-Nahl [16] 91). "Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti akan diminta pertanggungjawabannya". (QS al-Isra [17] 34).
Di dalam hadis ditemukan sejumlah riwayat yang mengajarkan konsep baiat bagi mereka yang akan menjadi pengikut khusus Rasulullah. Seperti hadis riwayat Bukhari dari Ubaidah bin Samit. Rasulullah bersabda, "Berjanjilah kalian kepadaku untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu,tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak kalian, tidak membuat kebohongan di antara tangan dan kaki kalian, dan tidak mendurhakai aku dalam kebaikan. Barang siapa di antara kalian menepati janji ini, dia akan mendapatkan pahala dari Allah. Barang siapa yang melanggar sebagian darinya lalu Allah menutupinya, hukumannya bergantung pada Allah. Jika Allah menghendaki, Dia akan mengam-puninya. Dan jika tidak. Dia akan menghukumnya". Maka kami pun membaiat beliau dengan hal itu. (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim).
Bentuk baiat dan lafal yang pernah dilakukan Rasulullah kepada para sahabatnya berbeda-beda. Baiat secara kolektif dan individu pernah dilakukan Rasul. Contoh baiat kolektif dilakukan beliau kepada beberapa sahabatnya diungkapkan oleh Syadad bin Aus.
"Pada suatu hari, pernah ada beberapa orang berada di hadapan Rasulullah. Saat itu Rasul bertanya, apakah di antara kalian ada orang asing-maksudnya ahli kitab. Kami jawab tidak ada. Lalu, beliau menyuruh kami menutup pintu dan berucap, angkatlah tangan kalian dan ucapkan La Haha illallah (Tiada Tuhan selain Allah). Kemudian, Rasulullah bersabda, Segala puji hanya bagi Allah. Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengutusku dengan kalimat ini. Engkau menyuruhku untuk mengamalkan-nya. Dan Engkau menjanjikan surga kepadaku dengannya. Ketahuilah bahwa aku membawa kabar gembira untuk kalian. Sesungguhnya Engkau tidak akan menyalahi janji. Lalu beliau bersabda, Ketahuilah bahwa aku membawa kabar gembira untuk kalian. Sesungguhnya Allah telah memberi ampunan kepada kalian." (Hadis riwayat Ahmad).
Sedangkan, contoh baiat secara individu terungkap melalui hadis yang diriwayatkan Thabrani. Baiat ini terjadi ketika Ali bertanya kepada Rasulullah, "Ya Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku jalan yang paling dekat menuju Allah, yang paling mudah untuk beribadah kepada-Nya dan paling utama di sisi-Nya."
Lalu, Rasulullah menjawab agar Ali melanggengkan zikir kepada Allah secara rahasia dan terang-terangan. Ali meresponsnya dengan mengatakan bahwa semua orang melakukan zikir dan ia berharap diberi zikir khusus. "Hal paling utama dari apa yang aku ucapkan dan para nabi sebelum aku adalah kalimat La Haha illallah," demikian jawaban Rasulullah.
Seandainya langit dan kalimat ini ditimbang, kata Rasul, maka kalimat ini lebih berat daripada langit. Kiamat tidak terjadi selama di bumi masih ada orang yang mengucapkan kalimat itu. Ali bertanya kembali, bagaimana cara mengucapkannya. Rasul menjawab, " Pejamkanlah kedua matamu dan dengarkanlah aku La Haha illallah, diucapkan tiga kali. Ucapkanlah tiga kali kalimat itu dan aku mendengarkannya." Ali mengucapkannya dengan keras.
Ditemukan banyak lagi hadis yang menerangkan cara pembaiatan kepada orang dan kelompok. Setelah Rasulullah wafat, pembaiatan terus dilakukan oleh para sahabat. Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali pernah membaiat orang dan kelompok. Tradisi itu dilanjutkan oleh para praktisi tarekat sampai saat ini.
Baiat di sini bukan baiat politik seperti Baiatul Aqabah kaum Anshar atau baiat sebagai tanda pengakuan kekuasaan terhadap seorang pemimpin. Ini adalah baiat spiritual yang dimana seseorang atau kelom-pok orang menyatakan janji suci kepada Allah untuk hidup sebagai orang yang saleh/salehah di depan mursyidnya.
Pertanyaan yang mendasar tentang baiat ini, mestikah seseorang dibaiat? Bagaimana dengan orang-orang yang memilih hidup di luar tarekat, yang di sana tidak umum dikenal ada baiat atau talqin? Apakah keislaman tidak sempurna tanpa baiat atau talqin? Tidak ada kesepahaman para ulama tentang wajibnya baiat.
Baiat di dunia tarekat bisa diperbarui seandainya seseorang memerlukan pengisian kembali (recharging) energi spiritual dari mursyid. Namun perlu ditegaskan sekali lagi, bahwa mursyid bukan santo atau lembaga pastoral yang dapat atas nama Tuhan memberikan pengampunan dosa terhadap jamaah.
Fungsi mursyid sebagaimana telah diuraikan dalam artikel terdahulu hanya berfungsi sebagai motivator dan tutor yang dipercaya! salik. Banyak cara orang untuk memperoleh ketenangan dan sekaligus motivasi untuk menggapai rasa kedekatan diri dengan Tuhan. Salah satu di antaranya ialah menyatakan komitmen spiritual kepada Tuhan di depan atau melalui mursyid yang dipilih.
Jika pada suatu saat mengalami krisis spiritual, ia merasa sangat terbantu oleh kehadiran sahabat spiritual yag berfungsi sebagai konsultan spiritualnya. Tentu, sekali lagi bukan memitoskan atau mengultuskan seseorang. Tetapi secara psikologis, setiap orang pada dasarnya membutuhkan referensi personal untuk mengatasi kelabilan hidupnya.
Ini bukan bidah karena memiliki dasar yang kuat dalam Alquran dan hadis. Namun tidak berarti bagi mereka yang tidak pernah menjalani baiat, keislamannya bermasalah, sebab baiat bukan sesuatu yang wajib.
Janji setia dari calon murid atau salik kepada mursyid biasa disebut baiat atau talqin. Dalam suatu tarekat, baiat adalah sesuatu yang lazim. Biasanya yang melakukan proses baiat ialah mursyid kepada salik. Sebelum ke proses pembaiatan, umumnya diawali perkenalan dan penjelasan langkah-langkah yang harus ditempuh jika kelak resmi menjadi murid.
Seorang calon salik diperkenalkan berbagai syarat dan ketentuan internal tarekat, misalnya kesediaan murid menyempurnakan ibadah syariah, patuh kepada mursyid, aktif dan telaten melakukan riyadhah, serta berusaha meninggalkan rutinitas duniawi, lalu memasuki wilayah tasawuf dengan menginternalisasikan sifat-sifat utama seperti sabar, tawakal, qanaah, dan syukur.
Ia secara perlahan-lahan dibimbing untuk meninggalkan dominasi eksoterisme dan memasuki wilayah esoterisme dalam beribadah. Ia dituntut berkontemplasi guna lebih banyak mengenal alam rohani, dan pada akhirnya salik berusaha respek dan mencintai mursyidnya. Bagaikan sahabat yang mencintai rasulnya.
Sang calon salik juga berlatih menumbuhkan rasa cinta (mahabbah) dan harapan besar [raja). Jika dia diyakini memiliki kemampuan untuk lanjut sebagai salik, mursyid akan membaiatnya. Prosesnya, ada yang sederhana ada juga yang lebih rumit. Ini semua bergantung pada ketentuan yang berlaku dalam sebuah tarekat.
Terkadang ada yang berbulan-bulan atau tahunan tetapi belum dibaiat. Sementara ada yang hanya beberapa hari tinggal bersama langsung dibaiat. Bergantung intensitas dan kesiapan calon murid menempa diri. Dasar hukum pelaksanaan baiat ini dihubungkan dengan surah al-Fath ayat 10.
Ayat tersebut berbunyi "Orang-orang yang berjanji setia kepadamu, sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Tuhan di atas tangan mereka. Barang siapa melanggar janjinya, niscaya akibat dia melanggar janji itu akan menimpa dirinya. Dan barang siapa menetapi janjinya kepada Allah, Allah akan memberinya pahala yang besar."
Idealnya, baiat itu mengikat, apalagi komitmen ini bertujuan positif sebagaimana ditegaskan Allah SWT, "Tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kalian berjanji, dan janganlah kalian membatalkan sumpah-sumpah kalian". (QS al-Nahl [16] 91). "Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti akan diminta pertanggungjawabannya". (QS al-Isra [17] 34).
Di dalam hadis ditemukan sejumlah riwayat yang mengajarkan konsep baiat bagi mereka yang akan menjadi pengikut khusus Rasulullah. Seperti hadis riwayat Bukhari dari Ubaidah bin Samit. Rasulullah bersabda, "Berjanjilah kalian kepadaku untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu,tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak kalian, tidak membuat kebohongan di antara tangan dan kaki kalian, dan tidak mendurhakai aku dalam kebaikan. Barang siapa di antara kalian menepati janji ini, dia akan mendapatkan pahala dari Allah. Barang siapa yang melanggar sebagian darinya lalu Allah menutupinya, hukumannya bergantung pada Allah. Jika Allah menghendaki, Dia akan mengam-puninya. Dan jika tidak. Dia akan menghukumnya". Maka kami pun membaiat beliau dengan hal itu. (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim).
Bentuk baiat dan lafal yang pernah dilakukan Rasulullah kepada para sahabatnya berbeda-beda. Baiat secara kolektif dan individu pernah dilakukan Rasul. Contoh baiat kolektif dilakukan beliau kepada beberapa sahabatnya diungkapkan oleh Syadad bin Aus.
"Pada suatu hari, pernah ada beberapa orang berada di hadapan Rasulullah. Saat itu Rasul bertanya, apakah di antara kalian ada orang asing-maksudnya ahli kitab. Kami jawab tidak ada. Lalu, beliau menyuruh kami menutup pintu dan berucap, angkatlah tangan kalian dan ucapkan La Haha illallah (Tiada Tuhan selain Allah). Kemudian, Rasulullah bersabda, Segala puji hanya bagi Allah. Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengutusku dengan kalimat ini. Engkau menyuruhku untuk mengamalkan-nya. Dan Engkau menjanjikan surga kepadaku dengannya. Ketahuilah bahwa aku membawa kabar gembira untuk kalian. Sesungguhnya Engkau tidak akan menyalahi janji. Lalu beliau bersabda, Ketahuilah bahwa aku membawa kabar gembira untuk kalian. Sesungguhnya Allah telah memberi ampunan kepada kalian." (Hadis riwayat Ahmad).
Sedangkan, contoh baiat secara individu terungkap melalui hadis yang diriwayatkan Thabrani. Baiat ini terjadi ketika Ali bertanya kepada Rasulullah, "Ya Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku jalan yang paling dekat menuju Allah, yang paling mudah untuk beribadah kepada-Nya dan paling utama di sisi-Nya."
Lalu, Rasulullah menjawab agar Ali melanggengkan zikir kepada Allah secara rahasia dan terang-terangan. Ali meresponsnya dengan mengatakan bahwa semua orang melakukan zikir dan ia berharap diberi zikir khusus. "Hal paling utama dari apa yang aku ucapkan dan para nabi sebelum aku adalah kalimat La Haha illallah," demikian jawaban Rasulullah.
Seandainya langit dan kalimat ini ditimbang, kata Rasul, maka kalimat ini lebih berat daripada langit. Kiamat tidak terjadi selama di bumi masih ada orang yang mengucapkan kalimat itu. Ali bertanya kembali, bagaimana cara mengucapkannya. Rasul menjawab, " Pejamkanlah kedua matamu dan dengarkanlah aku La Haha illallah, diucapkan tiga kali. Ucapkanlah tiga kali kalimat itu dan aku mendengarkannya." Ali mengucapkannya dengan keras.
Ditemukan banyak lagi hadis yang menerangkan cara pembaiatan kepada orang dan kelompok. Setelah Rasulullah wafat, pembaiatan terus dilakukan oleh para sahabat. Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali pernah membaiat orang dan kelompok. Tradisi itu dilanjutkan oleh para praktisi tarekat sampai saat ini.
Baiat di sini bukan baiat politik seperti Baiatul Aqabah kaum Anshar atau baiat sebagai tanda pengakuan kekuasaan terhadap seorang pemimpin. Ini adalah baiat spiritual yang dimana seseorang atau kelom-pok orang menyatakan janji suci kepada Allah untuk hidup sebagai orang yang saleh/salehah di depan mursyidnya.
Pertanyaan yang mendasar tentang baiat ini, mestikah seseorang dibaiat? Bagaimana dengan orang-orang yang memilih hidup di luar tarekat, yang di sana tidak umum dikenal ada baiat atau talqin? Apakah keislaman tidak sempurna tanpa baiat atau talqin? Tidak ada kesepahaman para ulama tentang wajibnya baiat.
Baiat di dunia tarekat bisa diperbarui seandainya seseorang memerlukan pengisian kembali (recharging) energi spiritual dari mursyid. Namun perlu ditegaskan sekali lagi, bahwa mursyid bukan santo atau lembaga pastoral yang dapat atas nama Tuhan memberikan pengampunan dosa terhadap jamaah.
Fungsi mursyid sebagaimana telah diuraikan dalam artikel terdahulu hanya berfungsi sebagai motivator dan tutor yang dipercaya! salik. Banyak cara orang untuk memperoleh ketenangan dan sekaligus motivasi untuk menggapai rasa kedekatan diri dengan Tuhan. Salah satu di antaranya ialah menyatakan komitmen spiritual kepada Tuhan di depan atau melalui mursyid yang dipilih.
Jika pada suatu saat mengalami krisis spiritual, ia merasa sangat terbantu oleh kehadiran sahabat spiritual yag berfungsi sebagai konsultan spiritualnya. Tentu, sekali lagi bukan memitoskan atau mengultuskan seseorang. Tetapi secara psikologis, setiap orang pada dasarnya membutuhkan referensi personal untuk mengatasi kelabilan hidupnya.
Ini bukan bidah karena memiliki dasar yang kuat dalam Alquran dan hadis. Namun tidak berarti bagi mereka yang tidak pernah menjalani baiat, keislamannya bermasalah, sebab baiat bukan sesuatu yang wajib.
Ajaran Cinta Sejati Jalaluddin ar-Rumi
Ia berkata, "Siapa itu berada di pintu?"
Aku berkata, "Hamba sahaya, Paduka."
Ia berkata, "Mengapa kau ke mari?"
Aku berkata, "Untuk menyampaikan hormat padamu, Gusti."
Ia berkata, "Berapa lama kau bisa bertahan?"
Aku berkata, "Sampai ada panggilan."
Aku pun menyatakan cinta, aku mengambil sumpah
Bahwa, demi cinta aku telah kehilangan kekuasaan.
Ia berkata, "Hakim menuntut saksi kalau ada pernyataan."
Aku berkata, "Air mata adalah saksiku, pucatnya wajahku adalah buktiku."
Ia berkata, "Saksi tidak sah, matamu juling."
Aku berkata, "Karena wibawa keadilanmu, mataku terbebas dari dosa."
Bait-bait syair bernuansa religius di atas adalah nukilan dari salah satu puisi karya Jalaluddin ar-Rumi, penyair sufi terbesar dari Persia. Kebesaran Rumi terletak pada kedalaman ilmu dan kemampuan mengungkapkan perasaannya ke dalam bahasa yang indah. Karena kedalaman ilmunya itu, puisi-puisi Rumi juga dikenal mempunyai kedalaman makna. Dua hal itulah --kedalaman makna dan keindahan bahasa--yang menyebabkan puisi-puisi Rumi sulit tertandingi oleh penyair sufi sebelum atau sesudahnya.
Di kalangan para pecinta sastra tasawuf, nama Jalaluddin ar-Rumi tidak asing lagi. Karya-karyanya tidak hanya diminati oleh masyarkat Muslim, tetapi juga masyarakat Barat. Karena itu, tak mengherankan jika karya sang penyair sufi dari Persia (Iran) yang bernama lengkap Jalaluddin Muhammad bin Muhammad al-Balkhi al-Qunuwi ini berpengaruh besar terhadap perkembangan ajaran tasawuf sesudahnya.
Rumi dilahirkan di Kota Balkh, Afghanistan, pada 30 September 1207 M/604 H dan wafat di Kota Konya, Turki, pada 17 Desember 1273 M/672 H. Sejak kecil, ar-Rumi dan orang tuanya terbiasa hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Keluarganya pernah tinggal di Nisabur (Iran timur laut), Baghdad, Makkah, Malatya (Turki), Laranda (Iran tenggara), dan Konya. Meski hidup berpindah-pindah, sebagian besar hidup ar-Rumi dihabiskan di Konya yang dahulu dikenal sebagai daerah Rum (Roma).
Rumi memang bukan sekadar penyair, tetapi ia juga tokoh sufi yang berpengaruh pada zamannya. Rumi adalah guru nomor satu Tarekat Maulawiah--sebuah tarekat yang berpusat di Turki dan berkembang di daerah sekitarnya. Tarekat Maulawiah pernah berpengaruh besar dalam lingkungan Istana Turki Utsmani dan kalangan seniman sekitar tahun l648. Sebagai tokoh sufi, Rumi sangat menentang pendewaan akal dan indra dalam menentukan kebenaran. Pada zamannya, umat Islam memang sedang dilanda penyakit itu.
Cinta untuk Tuhan
Ar-Rumi dikenal karena kedalaman ilmu yang dimilikinya serta kemampuan dalam mengungkapkan perasaannya dalam bentuk puisi yang sangat indah dan memiliki makna mistis yang sangat dalam. Ia memilih puisi sebagai salah satu medium untuk mengajarkan cinta sejati (Tuhan). Lirik-lirik puisinya banyak mengedepankan perasaan cinta yang dalam kepada Tuhan. Maka itu, tak mengherankan jika ia mengungguli banyak penyair sufi, baik sebelum maupun sesudahnya.
Karya-karya puisi ar-Rumi juga mengandung filsafat dan gambaran tentang inti tasawuf yang dianutnya. Tasawufnya didasarkan pada paham wahdah al-wujud (penyatuan wujud). Bagi ar-Rumi, Tuhan adalah wujud yang meliputi. Keyakinan ini tidak selalu merupakan keyakinan terhadap kesatuan wujud yang menyatakan bahwa segala seuatu itu adalah Allah atau Allah adalah segala sesuatu. Kesatuan hamba dengan Tuhan, dalam tasawuf ar-Rumi, dipatrikan oleh rasa cinta yang murni.
Pengetahuan mengenai ajaran tasawuf tidak ia pelajari sejak usia dini. Masa kecilnya justru lebih banyak dipergunakan Jalaluddin ar-Rumi untuk menimba ilmu agama, terutama terkait dengan hukum Islam. Pendidikan pertama ar-Rumi diperolehnya dari ayahnya sendiri, Bahauddin Walad Muhammad bin Husin, yang merupakan seorang tokoh dan ahli agama Islam penganut Mazhab Hanafi. Selain itu, ia juga belajar pada Burhanuddin Muhaqqiq at-Turmuzi, seorang tokoh dan sahabat ayahnya. Atas saran gurunya ini, ia kemudian menimba ilmu pengetahuan di negeri Syam (Suriah).
Dengan pengetahuan agama yang luas, ar-Rumi dipercaya untuk menggantikan Burhanuddin sebagai guru di Konya setelah sang guru wafat. Di samping sebagai guru, ia juga menjadi dai dan ahli hukum Islam (fakih).
Perubahan besar dalam hidup ar-Rumi terjadi pada tahun 652 H. Di usianya yang menginjak 48 tahun, ia mengubah jalan hidupnya ke arah kehidupan sufi setelah bertemu dengan seorang penyair sufi pengelana, Syamsuddin at-Tabrizi. Ia sangat terpengaruh oleh ajaran sufi itu sehingga ia meninggalkan pekerjaannya sebagai guru dan mulai menggubah puisi serta memasuki kehidupan sufi.
Rumi telah menjadi sufi berkat pergaulannya dengan Tabriz. Kesedihannya berpisah dan kerinduannya untuk berjumpa lagi dengan gurunya itu telah ikut berperan mengembangkan emosinya sehingga ia menjadi penyair yang sulit ditandingi. Guna mengenang dan menyanjung gurunya itu, Rumi menulis syair-syair yang himpunannya kemudian dikenal dengan nama Divan Syams Tabriz . Ia juga membukukan wejangan-wejangan gurunya itu yang dikenal dengan nama Diwan Syams Tabriz . Buku ini juga memuat inti ajaran tasawuf ar-Rumi.
Di samping termuat dalam Diwan Syams Tabriz , inti ajaran tasawuf ar-Rumi juga banyak dimuat dalam sebuah karya besarnya yang terkenal, al-Masnawi . Buku ini terdiri atas enam jilid dan berisi 20.700 bait syair. Karyanya ini berpengaruh besar terhadap perkembangan tasawuf sesudahnya. Banyak komentar terhadap buku ini yang ditulis oleh para ahli dalam berbagai bahasa, seperti Persia, Turki, dan Arab.
Al-Masnawi telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Pertama kali, buku ini diterjemahkan ke bahasa Jerman pada tahun 1849. Namun, yang diterjemahkan hanya sepertiga bagian dari keseluruhan isi Al-Masnawi . Hasil terjemahan dalam bahasa Jerman ini diterbitkan di Kota Leipzig dan mengalami cetak ulang pada tahun 1913.
Sementara itu, terjemahan dalam bahasa Inggris oleh Sir James Redhouse pertama kali diterbitkan pada tahun 1881. Kemudian, sebanyak 3.500 baris puisi pilihan dari Al-Masnawi diterjemahkan lagi oleh Whinfield ke dalam bahasa Inggris. Terjemahan puisi pilihan yang terbit di London tahun 1887 ini mendapat perhatian besar dari masyarakat sehingga tahun itu juga dicetak ulang. Volume kedua diterjemahkan oleh Wilson dan diterbitkan di London tahun 1910.
Baru pada tahun 1925 hingga 1950, proses penerjemahan buku Al-Masnawi dilakukan secara menyeluruh oleh Reynold Alleyne Nicholson. Selain menerjemahkan buku ini, Nicholson juga menambahkan uraian serta komentarnya untuk melengkapi terjemahannya. Langkah Nicholson yang menerjemahkan karya ar-Rumi ini diikuti oleh salah seorang muridnya, AJ Arberry, yang menerjemahkan sejumlah kisah pilihan yang diterbitkan di London pada 1961.
Teori kefanaan
Di samping sebagai penyair sufi yang menganut paham wahdad al-wujud , ar-Rumi juga merupakan peletak dasar teori kefanaan. Pendapatnya tentang kefanaan tergambar dari ungkapannya, ''Apakah arti ilmu tauhid? Hendaklah kau bakar dirimu di hadapan Yang Maha Esa. Seandainya kau ingin cemerlang sebagai siang hari, bakarlah eksistensimu (yang gelap) seperti malam; dan luluhkan wujudmu dalam Wujud Pemelihara Wujud, seperti luluhnya tembaga dalam adonannya. Dengan begitu, kau bisa mengendalikan genggamanmu atas 'Aku' dan 'Kita', di mana semua kehancuran ini tidak lain timbul dari dualisme.''
Sementara itu, suasana pada saat sedang fana digambarkan oleh ar-Rumi sebagai berikut. ''Nuh berkata kepada bangsanya, Aku bukanlah aku. Aku bukanlah tiada lain Tuhan itu sendiri. Apabila ke-aku-an lenyap dari identitas insan, tinggallah Tuhan yang bicara, mendengar, dan memahami. Apabila Aku bukanlah aku, adalah aku tiupan napas Tuhan. Adalah dosa melihat kesatuan aku dengan-Nya.''
Dalam pandangannya, setiap peristiwa kefanaan selalu diikuti oleh baqa , yaitu tetapnya kesadaran sufi kepada Tuhan. Pada saat sedang baqa , kesadaran akan Tuhan melandasi kesadaran seorang hamba. Kata ar-Rumi, ''Kesadaran Tuhan lebur dalam kesadaran sufi. Bagaimana si awam meyakininya. Pengetahuan sufi adalah garis dan pengetahuan Tuhan adalah titik. Eksistensi garis amat tergantung pada eksistensi titik.'' sya/dia/berbagai sumber
Tarian berputar sang sufi
Selain dikenal sebagai seorang penyair sufi, Jalaluddin ar-Rumi juga merupakan pendiri Tarekat Maulawiah atau Jalaliah. Tarekat ini ia kembangkan bersama sahabatnya, Syekh Hisamuddin Hasan bin Muhammad.
Tarekat Maulawiyah atau Jalaliah adalah sebuah tarekat sufi yang terkenal dan banyak dianut di Turki dan Suriah. Di Barat, tarekat ini dikenal dengan nama The Whirling Dervishes (para darwis yang berputar-putar). Nama itu muncul karena para penganut tarekat ini melakukan tarian berputar-putar yang diiringi oleh gendang dan suling dalam zikir mereka untuk mencapai ekstase .
Menurut sebuah riwayat, tarian yang dilakukan oleh Ar-Rumi dilakukan tanpa kesengajaan. Tarian itu justru dilakukannya ketika dirinya merasa sedih sepeninggal gurunya, Syamsuddin Tabriz, yang dibunuh oleh warga Konya. Rumi benar-benar merasakan kehilangan sang panutan, laksana kehidupan tanpa sinar matahari. Hingga pada suatu hari, seorang pandai besi yang bernama Shalahuddin membuat Rumi menari-nari berputar-putar sambil melantunkan syair-syair puitis akan kecintaannya kepada Tuhan dan gurunya.
Dari sinilah, Jalaluddin Ar-Rumi menjalin persahabatan dengan Shalahuddin untuk menggantikan kedudukan sang guru. Bersama Shalahuddin yang memukul gendang, Rumi pun menari dan menari untuk mengungkapkan penghambaan dirinya dalam menghibur dan mendekatkan diri pada Tuhan.
Sampai meninggalnya, 17 Desember 1273, Rumi tak pernah berhenti menari kerana dia tak pernah berhenti mencintai Allah. Tarian itu juga yang membuat peringkatnya dalam inisiasi sufi berubah dari yang mencintai jadi yang dicintai. Bagian hanya Allah yang layak untuk dicintai.
Dari caranya menemukan hakikat cinta untuk Tuhan, Kota Konya yang sempat sepi menjadi ramai kembali berkat tarian-tarian cinta yang berputar untuk Tuhan. Bahkan, banyak pengikut-pengikutnya di berbagai negara di dunia melakukan hal yang sama sebagai bentuk kecintaan kepada sang guru dalam menemukan Tuhan.
Suatu hari, Rumi pernah berkata kepada anaknya, Sultan Walad, bahwa Kota Konya akan menjadi semarak. ''Akan tiba saatnya, ketika Konya menjadi semarak dan makam kita tegak di jantung kota. Gelombang demi gelombang khalayak menjenguk mousoleum kita, menggemakan ucapan-ucapan kita.''
Kini, perkataan Rumi itu terbukti. Setelah sekian lama terlelap oleh sejarah, Kota Konya hidup kembali berkat sang sufi. ''Kota Anatolia Tengah ini tetap berdiri sebagai saksi kebenaran ucapan Rumi,'' tulis Talat Said Halman, peneliti karya-karya mistik Rumi.
Kenyataannya memang demikian. Lebih dari tujuh abad, Rumi bak bayangan yang abadi mengawal Konya, terutama kepada pengikutnya, the whirling dervishes , para darwis yang menari. Setiap tahun, pada 2-17 Desember, jutaan peziarah menyemut menuju Konya. Dari delapan penjuru angin, mereka berarak untuk memperingati kematian Rumi, 727 tahun silam.
Siapakah sesungguhnya manusia yang telah menegakkan sebuah pilar di tengah khazanah keagamaan Islam dan silang sengketa paham? ''Dialah penyair mistik terbesar sepanjang zaman,'' kata orientalis Inggris, Reynold A Nicholson. ''Ia bukan nabi, tetapi ia mampu menulis kitab suci,'' seru Jami, penyair Persia Klasik, tentang karya Rumi, Al-Masnawi .
Bahkan, cucu ar-Rumi, Sulthanul Auliya Maulana Syekh Nazhim Adil al-Haqqani, kagum dengan kakeknya tersebut. Ia berkata sebagai berikut. ''Dia adalah orang yang tidak mempunyai ketiadaan. Saya mencintainya dan saya mengaguminya, saya memilih jalannya, dan saya memalingkan muka ke jalannya. Setiap orang mempunyai kekasih, dialah kekasih saya, kekasih yang abadi. Dia adalah orang yang saya cintai, dia begitu indah. Oh , dia adalah yang paling sempurna.
Orang-orang yang mencintainya adalah para pecinta yang tidak pernah sekarat. Dia adalah dia dan dia dan mereka adalah dia. Ini adalah sebuah rahasia, jika kalian mempunyai cinta, kalian akan memahaminya.''Itulah Jalaluddin a-Rumi, sang sufi penganut cinta sejati untuk Tuhannya.
Sumber : Republika Newsroom
Aku berkata, "Hamba sahaya, Paduka."
Ia berkata, "Mengapa kau ke mari?"
Aku berkata, "Untuk menyampaikan hormat padamu, Gusti."
Ia berkata, "Berapa lama kau bisa bertahan?"
Aku berkata, "Sampai ada panggilan."
Aku pun menyatakan cinta, aku mengambil sumpah
Bahwa, demi cinta aku telah kehilangan kekuasaan.
Ia berkata, "Hakim menuntut saksi kalau ada pernyataan."
Aku berkata, "Air mata adalah saksiku, pucatnya wajahku adalah buktiku."
Ia berkata, "Saksi tidak sah, matamu juling."
Aku berkata, "Karena wibawa keadilanmu, mataku terbebas dari dosa."
Bait-bait syair bernuansa religius di atas adalah nukilan dari salah satu puisi karya Jalaluddin ar-Rumi, penyair sufi terbesar dari Persia. Kebesaran Rumi terletak pada kedalaman ilmu dan kemampuan mengungkapkan perasaannya ke dalam bahasa yang indah. Karena kedalaman ilmunya itu, puisi-puisi Rumi juga dikenal mempunyai kedalaman makna. Dua hal itulah --kedalaman makna dan keindahan bahasa--yang menyebabkan puisi-puisi Rumi sulit tertandingi oleh penyair sufi sebelum atau sesudahnya.
Di kalangan para pecinta sastra tasawuf, nama Jalaluddin ar-Rumi tidak asing lagi. Karya-karyanya tidak hanya diminati oleh masyarkat Muslim, tetapi juga masyarakat Barat. Karena itu, tak mengherankan jika karya sang penyair sufi dari Persia (Iran) yang bernama lengkap Jalaluddin Muhammad bin Muhammad al-Balkhi al-Qunuwi ini berpengaruh besar terhadap perkembangan ajaran tasawuf sesudahnya.
Rumi dilahirkan di Kota Balkh, Afghanistan, pada 30 September 1207 M/604 H dan wafat di Kota Konya, Turki, pada 17 Desember 1273 M/672 H. Sejak kecil, ar-Rumi dan orang tuanya terbiasa hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Keluarganya pernah tinggal di Nisabur (Iran timur laut), Baghdad, Makkah, Malatya (Turki), Laranda (Iran tenggara), dan Konya. Meski hidup berpindah-pindah, sebagian besar hidup ar-Rumi dihabiskan di Konya yang dahulu dikenal sebagai daerah Rum (Roma).
Rumi memang bukan sekadar penyair, tetapi ia juga tokoh sufi yang berpengaruh pada zamannya. Rumi adalah guru nomor satu Tarekat Maulawiah--sebuah tarekat yang berpusat di Turki dan berkembang di daerah sekitarnya. Tarekat Maulawiah pernah berpengaruh besar dalam lingkungan Istana Turki Utsmani dan kalangan seniman sekitar tahun l648. Sebagai tokoh sufi, Rumi sangat menentang pendewaan akal dan indra dalam menentukan kebenaran. Pada zamannya, umat Islam memang sedang dilanda penyakit itu.
Cinta untuk Tuhan
Ar-Rumi dikenal karena kedalaman ilmu yang dimilikinya serta kemampuan dalam mengungkapkan perasaannya dalam bentuk puisi yang sangat indah dan memiliki makna mistis yang sangat dalam. Ia memilih puisi sebagai salah satu medium untuk mengajarkan cinta sejati (Tuhan). Lirik-lirik puisinya banyak mengedepankan perasaan cinta yang dalam kepada Tuhan. Maka itu, tak mengherankan jika ia mengungguli banyak penyair sufi, baik sebelum maupun sesudahnya.
Karya-karya puisi ar-Rumi juga mengandung filsafat dan gambaran tentang inti tasawuf yang dianutnya. Tasawufnya didasarkan pada paham wahdah al-wujud (penyatuan wujud). Bagi ar-Rumi, Tuhan adalah wujud yang meliputi. Keyakinan ini tidak selalu merupakan keyakinan terhadap kesatuan wujud yang menyatakan bahwa segala seuatu itu adalah Allah atau Allah adalah segala sesuatu. Kesatuan hamba dengan Tuhan, dalam tasawuf ar-Rumi, dipatrikan oleh rasa cinta yang murni.
Pengetahuan mengenai ajaran tasawuf tidak ia pelajari sejak usia dini. Masa kecilnya justru lebih banyak dipergunakan Jalaluddin ar-Rumi untuk menimba ilmu agama, terutama terkait dengan hukum Islam. Pendidikan pertama ar-Rumi diperolehnya dari ayahnya sendiri, Bahauddin Walad Muhammad bin Husin, yang merupakan seorang tokoh dan ahli agama Islam penganut Mazhab Hanafi. Selain itu, ia juga belajar pada Burhanuddin Muhaqqiq at-Turmuzi, seorang tokoh dan sahabat ayahnya. Atas saran gurunya ini, ia kemudian menimba ilmu pengetahuan di negeri Syam (Suriah).
Dengan pengetahuan agama yang luas, ar-Rumi dipercaya untuk menggantikan Burhanuddin sebagai guru di Konya setelah sang guru wafat. Di samping sebagai guru, ia juga menjadi dai dan ahli hukum Islam (fakih).
Perubahan besar dalam hidup ar-Rumi terjadi pada tahun 652 H. Di usianya yang menginjak 48 tahun, ia mengubah jalan hidupnya ke arah kehidupan sufi setelah bertemu dengan seorang penyair sufi pengelana, Syamsuddin at-Tabrizi. Ia sangat terpengaruh oleh ajaran sufi itu sehingga ia meninggalkan pekerjaannya sebagai guru dan mulai menggubah puisi serta memasuki kehidupan sufi.
Rumi telah menjadi sufi berkat pergaulannya dengan Tabriz. Kesedihannya berpisah dan kerinduannya untuk berjumpa lagi dengan gurunya itu telah ikut berperan mengembangkan emosinya sehingga ia menjadi penyair yang sulit ditandingi. Guna mengenang dan menyanjung gurunya itu, Rumi menulis syair-syair yang himpunannya kemudian dikenal dengan nama Divan Syams Tabriz . Ia juga membukukan wejangan-wejangan gurunya itu yang dikenal dengan nama Diwan Syams Tabriz . Buku ini juga memuat inti ajaran tasawuf ar-Rumi.
Di samping termuat dalam Diwan Syams Tabriz , inti ajaran tasawuf ar-Rumi juga banyak dimuat dalam sebuah karya besarnya yang terkenal, al-Masnawi . Buku ini terdiri atas enam jilid dan berisi 20.700 bait syair. Karyanya ini berpengaruh besar terhadap perkembangan tasawuf sesudahnya. Banyak komentar terhadap buku ini yang ditulis oleh para ahli dalam berbagai bahasa, seperti Persia, Turki, dan Arab.
Al-Masnawi telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Pertama kali, buku ini diterjemahkan ke bahasa Jerman pada tahun 1849. Namun, yang diterjemahkan hanya sepertiga bagian dari keseluruhan isi Al-Masnawi . Hasil terjemahan dalam bahasa Jerman ini diterbitkan di Kota Leipzig dan mengalami cetak ulang pada tahun 1913.
Sementara itu, terjemahan dalam bahasa Inggris oleh Sir James Redhouse pertama kali diterbitkan pada tahun 1881. Kemudian, sebanyak 3.500 baris puisi pilihan dari Al-Masnawi diterjemahkan lagi oleh Whinfield ke dalam bahasa Inggris. Terjemahan puisi pilihan yang terbit di London tahun 1887 ini mendapat perhatian besar dari masyarakat sehingga tahun itu juga dicetak ulang. Volume kedua diterjemahkan oleh Wilson dan diterbitkan di London tahun 1910.
Baru pada tahun 1925 hingga 1950, proses penerjemahan buku Al-Masnawi dilakukan secara menyeluruh oleh Reynold Alleyne Nicholson. Selain menerjemahkan buku ini, Nicholson juga menambahkan uraian serta komentarnya untuk melengkapi terjemahannya. Langkah Nicholson yang menerjemahkan karya ar-Rumi ini diikuti oleh salah seorang muridnya, AJ Arberry, yang menerjemahkan sejumlah kisah pilihan yang diterbitkan di London pada 1961.
Teori kefanaan
Di samping sebagai penyair sufi yang menganut paham wahdad al-wujud , ar-Rumi juga merupakan peletak dasar teori kefanaan. Pendapatnya tentang kefanaan tergambar dari ungkapannya, ''Apakah arti ilmu tauhid? Hendaklah kau bakar dirimu di hadapan Yang Maha Esa. Seandainya kau ingin cemerlang sebagai siang hari, bakarlah eksistensimu (yang gelap) seperti malam; dan luluhkan wujudmu dalam Wujud Pemelihara Wujud, seperti luluhnya tembaga dalam adonannya. Dengan begitu, kau bisa mengendalikan genggamanmu atas 'Aku' dan 'Kita', di mana semua kehancuran ini tidak lain timbul dari dualisme.''
Sementara itu, suasana pada saat sedang fana digambarkan oleh ar-Rumi sebagai berikut. ''Nuh berkata kepada bangsanya, Aku bukanlah aku. Aku bukanlah tiada lain Tuhan itu sendiri. Apabila ke-aku-an lenyap dari identitas insan, tinggallah Tuhan yang bicara, mendengar, dan memahami. Apabila Aku bukanlah aku, adalah aku tiupan napas Tuhan. Adalah dosa melihat kesatuan aku dengan-Nya.''
Dalam pandangannya, setiap peristiwa kefanaan selalu diikuti oleh baqa , yaitu tetapnya kesadaran sufi kepada Tuhan. Pada saat sedang baqa , kesadaran akan Tuhan melandasi kesadaran seorang hamba. Kata ar-Rumi, ''Kesadaran Tuhan lebur dalam kesadaran sufi. Bagaimana si awam meyakininya. Pengetahuan sufi adalah garis dan pengetahuan Tuhan adalah titik. Eksistensi garis amat tergantung pada eksistensi titik.'' sya/dia/berbagai sumber
Tarian berputar sang sufi
Selain dikenal sebagai seorang penyair sufi, Jalaluddin ar-Rumi juga merupakan pendiri Tarekat Maulawiah atau Jalaliah. Tarekat ini ia kembangkan bersama sahabatnya, Syekh Hisamuddin Hasan bin Muhammad.
Tarekat Maulawiyah atau Jalaliah adalah sebuah tarekat sufi yang terkenal dan banyak dianut di Turki dan Suriah. Di Barat, tarekat ini dikenal dengan nama The Whirling Dervishes (para darwis yang berputar-putar). Nama itu muncul karena para penganut tarekat ini melakukan tarian berputar-putar yang diiringi oleh gendang dan suling dalam zikir mereka untuk mencapai ekstase .
Menurut sebuah riwayat, tarian yang dilakukan oleh Ar-Rumi dilakukan tanpa kesengajaan. Tarian itu justru dilakukannya ketika dirinya merasa sedih sepeninggal gurunya, Syamsuddin Tabriz, yang dibunuh oleh warga Konya. Rumi benar-benar merasakan kehilangan sang panutan, laksana kehidupan tanpa sinar matahari. Hingga pada suatu hari, seorang pandai besi yang bernama Shalahuddin membuat Rumi menari-nari berputar-putar sambil melantunkan syair-syair puitis akan kecintaannya kepada Tuhan dan gurunya.
Dari sinilah, Jalaluddin Ar-Rumi menjalin persahabatan dengan Shalahuddin untuk menggantikan kedudukan sang guru. Bersama Shalahuddin yang memukul gendang, Rumi pun menari dan menari untuk mengungkapkan penghambaan dirinya dalam menghibur dan mendekatkan diri pada Tuhan.
Sampai meninggalnya, 17 Desember 1273, Rumi tak pernah berhenti menari kerana dia tak pernah berhenti mencintai Allah. Tarian itu juga yang membuat peringkatnya dalam inisiasi sufi berubah dari yang mencintai jadi yang dicintai. Bagian hanya Allah yang layak untuk dicintai.
Dari caranya menemukan hakikat cinta untuk Tuhan, Kota Konya yang sempat sepi menjadi ramai kembali berkat tarian-tarian cinta yang berputar untuk Tuhan. Bahkan, banyak pengikut-pengikutnya di berbagai negara di dunia melakukan hal yang sama sebagai bentuk kecintaan kepada sang guru dalam menemukan Tuhan.
Suatu hari, Rumi pernah berkata kepada anaknya, Sultan Walad, bahwa Kota Konya akan menjadi semarak. ''Akan tiba saatnya, ketika Konya menjadi semarak dan makam kita tegak di jantung kota. Gelombang demi gelombang khalayak menjenguk mousoleum kita, menggemakan ucapan-ucapan kita.''
Kini, perkataan Rumi itu terbukti. Setelah sekian lama terlelap oleh sejarah, Kota Konya hidup kembali berkat sang sufi. ''Kota Anatolia Tengah ini tetap berdiri sebagai saksi kebenaran ucapan Rumi,'' tulis Talat Said Halman, peneliti karya-karya mistik Rumi.
Kenyataannya memang demikian. Lebih dari tujuh abad, Rumi bak bayangan yang abadi mengawal Konya, terutama kepada pengikutnya, the whirling dervishes , para darwis yang menari. Setiap tahun, pada 2-17 Desember, jutaan peziarah menyemut menuju Konya. Dari delapan penjuru angin, mereka berarak untuk memperingati kematian Rumi, 727 tahun silam.
Siapakah sesungguhnya manusia yang telah menegakkan sebuah pilar di tengah khazanah keagamaan Islam dan silang sengketa paham? ''Dialah penyair mistik terbesar sepanjang zaman,'' kata orientalis Inggris, Reynold A Nicholson. ''Ia bukan nabi, tetapi ia mampu menulis kitab suci,'' seru Jami, penyair Persia Klasik, tentang karya Rumi, Al-Masnawi .
Bahkan, cucu ar-Rumi, Sulthanul Auliya Maulana Syekh Nazhim Adil al-Haqqani, kagum dengan kakeknya tersebut. Ia berkata sebagai berikut. ''Dia adalah orang yang tidak mempunyai ketiadaan. Saya mencintainya dan saya mengaguminya, saya memilih jalannya, dan saya memalingkan muka ke jalannya. Setiap orang mempunyai kekasih, dialah kekasih saya, kekasih yang abadi. Dia adalah orang yang saya cintai, dia begitu indah. Oh , dia adalah yang paling sempurna.
Orang-orang yang mencintainya adalah para pecinta yang tidak pernah sekarat. Dia adalah dia dan dia dan mereka adalah dia. Ini adalah sebuah rahasia, jika kalian mempunyai cinta, kalian akan memahaminya.''Itulah Jalaluddin a-Rumi, sang sufi penganut cinta sejati untuk Tuhannya.
Sumber : Republika Newsroom
Langganan:
Postingan (Atom)