Saya berfikir tentang terjadinya saling hasud dan dengki antar ulama. Saya sadar kemudian bahwa itu berakar pada cinta dunia. Ulama-ulama pendamba akhirat tentulah selalu saling mencintai dan tak pernah terpaku oleh dengki, sebagaimana firman Allah swt, Mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan kepada mereka(orang-orang Muhajirin) ( al-hasyr[59]:9).
Begitu pula firman Allah swt., orang-orang yang datang setelah mereka(Muhajirin dan Anshor)berkata, “Wahai Tuhan kami! Berilah ampun kepada saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dalam hal keimanan dan janganlah Engkau membiarkan dalam hati kamiada kedengkian terhadap orang-orang yang beriman”. (al-Hasyr[59]:10).
Abu Darda’, sahabat Rosulullah saw, selalu berdoa bagi sahabat yang lain setiap malam. Imam Ahmad pernah berkata kepada putra imam Syafi’I, “Ayahmu termasuk salah satu dari enam orang yang selalu saya doakan setiap saatmenjelang pagi.”
Disini jelaslah perbedaan antara ulama dunia dan ulama akhirat. Ulama dunia selalu mengincar kursi-kursi kekuasaan, mereka senang pujian dan harta benda, sedangkan ulama akhirat jauh dari h pengaruh-pengaruh yang demikian. Mereka selalu berhati-hati dan takut terlibat didalam hal-hal seperti itu dan prihatin dengan ulama-ulama dunia yang terjebak di dalamnya. An-Nakha’I, seorang ulamayang sangat terkemukapada massanya, malah tidak pernah memiliki pembantu.
‘Al-Qamah berkata, “ Aku suka sekali bila tumitku di injak.” Jika empat orang ulama akhirat telah berkumpul, maka salah satunya akan pergi ( khawatir akan terjadi ghibah). Mereka tidak mudah mengeluarkan fatwa dan selalu menghindar dari ketenaran. Mereka laksana orang yang akan mengarungi lautan, dan menyibukkan diri berbekal agar selamat dari gempuran badaida gelombang. Mereka saling mendoakan satu dengan yang lainya, saling memberi manfaat dan saling membantu, karena mereka adalah penumpang yang saling bersahabat hingga bisa saling mencintai. Malam dan siang mereka selalu mengarah kepada surga.
0 comments:
Posting Komentar